Nasib Amerika Serikat Kini, Hidup dalam Ketakutan, China dan Rusia Dianggap Ancaman
AS kini hidup dalam satu ketakutan ke ketakutan yang lain. Mereka khawatir China dan Rusia menggerogoti posisi di Dunia
TRIBUNPEKANBARU.COM- Amerika Serikat hidup dalam kekhawatiran. Setelah mereka khawatir dengan Rusia yang terus mengambangkan nuklir, kini giliran China yang jadi momok bagi meeka.
China yang sedang mengambangkan nuklir ditakutkan AS dan menjadi ancaman bagi AS.
Hal itulah yang kemudian mendasari pembatalan atau pelarangan ekspor radio aktif ke wilayah China. Rencana AS melakukan ekspor bahan tersebut dibatalkan.
Baca juga: Amerika Serikat Mulai Terang-terangan, CIA Dikerahkan untuk Mengawasi China
AS Mengaku sangat khawatir dengan China yang nanti akan memanfaatkan radio aktif tersebut untuk melipatgandakan nuklir din wilayah mereka.
Maka, Presiden AS, Joe Biden meminta agar ekspor radio aktiof ke China dibatalkan. Tentu saja untuk keamanan negara mereka.
Kini Amerika seperti hidup dalam ketakutan dan ketakutan. Dari negara-negara yang terus beusaha bangkit dan mencopba melawan ekonomi mereka.
AS seperti kehilangan kekuasaan jika negara lain berusaha mensejajarkan ekonominya dengan AMerikia Serikat.
Makanya China menjadi ketakutan tersendiri bagi AS. Karena ekonomi China yang maju pesat sejalan dengan perkembangan negara mereka.
Batalkan Ekspor Radio Aktif
Amerika Serikat (AS) telah memblokir bahan bakar radioaktif ke China, karena khawatir Beijing ingin melipatgandakan persediaan nuklirnya.
Baca juga: Amerika Serikat Sok-sok Ikut Campur, Taiwan Sebut Tanpa Sekutu Mereka Tetap Kuat, China Siap Perang
Pemerintahan Presiden Joe Biden memerintahkan Komisi Pengaturan Nuklir untuk memblokir ekspor ke China dengan alasan "keamanan nasional", menurut laporan The Times.
Ekspor bahan radioaktif dan deuterium ke perusahaan nuklir milik negara China, China General Nuclear Power Group sekarang dilarang berdasarkan perintah tersebut.
Keputusan itu terjadi setelah media pemerintah China menyerukan peningkatan persenjataan nuklir negara itu hingga tiga kali lipat.
The Global Times, surat kabar Partai Komunis yang berkuasa, menerbitkan editorial yang berapi-api tahun lalu di mana ia menuduh Washington mencoba memicu konflik dengan China.
Para pejabat militer China didesak untuk meningkatkan persediaan nuklir negara itu menjadi 1.000 hulu ledak, lebih dari tiga kali lipat ukuran perkiraan saat ini yang sekitar 300.
Surat kabar, yang sering dilihat sebagai corong tanpa filter dari Beijing, itu menyerukan peningkatan persenjataan diperlukan untuk "mencegah potensi tindakan militer impulsif oleh penghasut perang AS".
Sementara itu China sibuk membangun "setidaknya 250 silo rudal jarak jauh" di tiga lokasi, yang memicu kekhawatiran bahwa perlombaan senjata nuklir baru sedang berlangsung.
Baca juga: Amerika Serikat Langgar Perjanjian dengan Taliban, Ketahuan Kerahkan Drone Awasi Situasi Afghanistan
Ladang silo rudal China ketiga di daerah terpencil di Mongolia Dalam dilaporkan telah difoto oleh satelit Badan Antariksa Eropa, saat Beijing meluncurkan ekspansi nuklir terbesarnya.
Asosiasi Kontrol Senjata mengatakan pembangunan nuklir Beijing yang cepat dapat secara signifikan memengaruhi Tinjauan Postur Nuklir pemerintahan Presiden Joe Biden, di mana ia memutuskan berapa banyak nuklir yang dibutuhkannya.
Letnan Jenderal Angkatan Udara AS Thomas Buseyre, wakil komandan Komando Strategis AS, memperingatkan China akan menyusul Rusia sebagai ancaman nuklir utama AS.
"Akan ada titik, titik persimpangan, di mana jumlah ancaman yang ditimbulkan oleh China akan melebihi jumlah ancaman yang saat ini dihadirkan Rusia," ujarnya dalam forum online, melansir The Sun pada Rabu (6/10/2021).
China mengecam Inggris dan AS karena "memperburuk perlombaan senjata" setelah negara-negara tersebut mengumumkan pakta keamanan bersejarah untuk membangun kapal selam nuklir untuk Australia, AUKUS.
Juru bicara kedutaan besar rezim komunis di Washington DC Liu Pengyu menuduh negara-negara itu mengadopsi "mentalitas Perang Dingin", seperti perang nuklir yang mengerikan antara AS dan Uni Soviet di abad ke-20.
Pemimpin ketiga negara itu meluncurkan aliansi yang dijuluki AUKUS dalam apa yang dilihat sebagai langkah untuk melawan kekuatan China yang meningkat.
Baca juga: Siap-siap, Korut Punya Pemimpin yang Baru, Tak Kalah Kejam kepada Amerika Serikat
Ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah yang disengketakan, seperti Laut Cina Selatan dan Taiwan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan perjanjian itu "sangat merusak perdamaian dan stabilitas regional dan mengintensifkan perlombaan senjata".
"Ekspor teknologi kapal selam nuklir yang sangat sensitif oleh AS dan Inggris ke Australia sekali lagi membuktikan bahwa mereka menggunakan ekspor nuklir sebagai alat permainan geopolitik dan mengadopsi standar ganda, yang sangat tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa kesepakatan itu memberi negara-negara kawasan "alasan untuk mempertanyakan ketulusan Australia, dalam mematuhi komitmen non-proliferasi nuklirnya".
(Tribunpekanbaru.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/ilustrasi-reaktor-nuklir.jpg)