Senyum Wanita Penunggu Lopek Bugi Kampar, Tetap Semangat Jajakan Dagangan di Tengah Pandemi
Senyum tersungging di bibir Nurlela memikat pembeli Lopek Bugi yang dijaganya. Meski penjualan merosot selama pandemi, Nurlela tetap semangat
Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Nurul Qomariah
Nurlela pun menunjukkan beberapa kotak Lopek Bugi yang disusun vertikal.
Ia menawarkan tiga pilihan varian Lopek Bugi. Ada lepat yang terbuat dari bahan ketan hitam, ketan putih dan ketan yang bercampur durian.
Lopek Bugi memang penganan yang terbuat dari ketan. Jika diartikan, kata "Lopek" artinya lepat dan "Bugi" artinya ketan yang ditumbuk halus.
Dahulu kala, ketan yang ditumbuk dengan lesung sampai halus inilah kemudian disebut dengan bugi.
Tiap kotak Lopek Bugi dikasih harga Rp 10.000.
"Satu kotaknya berisi delapan lopek," kata Nurlela. Harganya cukup terjangkau. Di samping itu, rasanya juga sangat enak.
Keistimewaan dari Lopek Bugi adalah bisa bertahan lebih lama. Tak cepat basi. Padahal, adonan lepat berbahan santan dan isian di tengahnya kelapa parut.
Proses pembuatan dan bahan yang digunakan sama seperti lepat biasa di daerah lain.
Tetapi pembuatannya lebih lama. Kelapa parut untuk isian lepat disangrai cukup lama.
Kelapa parut dicampur dengan gula, sedikit vanilla, garam secukupnya dan daun pandan agar aromanya wangi. Isian disangrai dengan api kecil.
Lamanya menyangrai kelapa parut inilah membuat isian tidak cepat basi.
"Rata-rata orang sini bisa membuatnya (Lopek Bugi)," kata Nurlela.
Ibu tiga anak ini menggantungkan hidupnya dari menjual Lopek Bugi sejak satu tahun belakangan.
Jika usaha lain banyak yang gulung tikar saat pandemi, di masa yang sama Nurlela justru memulai usaha ini.
"Untuk bantu-bantu biaya sekolah anak," kata Nurlela.
