Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Senyum Wanita Penunggu Lopek Bugi Kampar, Tetap Semangat Jajakan Dagangan di Tengah Pandemi

Senyum tersungging di bibir Nurlela memikat pembeli Lopek Bugi yang dijaganya. Meski penjualan merosot selama pandemi, Nurlela tetap semangat

Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM/FERNANDO SIHOMBING
Nurlela duduk di bangkunya menunggu pengguna jalan yang ingin membeli Lopek Bugi khas Kampar. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Senyum tersungging di bibir Nurlela memikat pembeli Lopek Bugi yang dijaganya. Meski penjualan merosot selama pandemi, Nurlela tetap semangat demi biaya sekolah anak.

Pusat oleh-oleh Lopek Bugi di Jalan Lintas Pekanbaru-Bangkinang, Desa Palung Raya Kecamatan Tambang begitu ikonik.

Bersebelahan dengan Jembatan Kembar Danau Bingkuang, tempat ini tetap bertahan di tengah hantaman pandemi Covid-19.

Senyum ramah penunggu warung tetap ramah menyapa pengguna jalan yang melintas.

Ada yang tetap duduk di bangkunya dan ada yang bergegas berdiri saat melihat kendaraan melambat.

Senyum ramah mereka lemparkan ke arah kendaraan yang melambat. Senyuman itu menarik perhatian pengguna jalan untuk berhenti di depan warungnya.

Hampir setiap warung ditunggui wanita yang selalu setia duduk di bangku dekat etalase dagangannya.

Di kawasan ini, ada puluhan warung yang berjejer di sisi kanan dan kiri jalan itu.

Kendaraan akan melewati pusat oleh-oleh khas Kampar yang membentang sepanjang kurang lebih 300 meter tersebut.

Senyum wanita berhijab penunggu warung itu telah menjadi sebuah kekhasan.

Metode pemasaran ini sudah digunakan selama belasan tahun.

Nurlela adalah salah seorang pemilik warung Lopek Bugi di tempat itu. Letaknya di tengah sisi sebelah kiri jika arah perjalanan menuju Bangkinang atau Provinsi Sumatera Barat.

Sama seperti wanita lain, Nurlela juga melempar senyum saat Tribunpekanbaru.com melambat mendekati warungnya, Kamis (14/10/2021).

Ia pun berdiri ketika Tribunpekanbaru.com menyambangi warungnya.

"Kalau laki-laki (penunggu warung) mana ada yang mau berhenti (membeli)," ucap Nurlela saat ditanyai Tribunpekanbaru.com ihwal lazimnya wanita sebagai penjaga warung.

Nurlela pun menunjukkan beberapa kotak Lopek Bugi yang disusun vertikal.

Ia menawarkan tiga pilihan varian Lopek Bugi. Ada lepat yang terbuat dari bahan ketan hitam, ketan putih dan ketan yang bercampur durian.

Lopek Bugi memang penganan yang terbuat dari ketan. Jika diartikan, kata "Lopek" artinya lepat dan "Bugi" artinya ketan yang ditumbuk halus.

Dahulu kala, ketan yang ditumbuk dengan lesung sampai halus inilah kemudian disebut dengan bugi.

Tiap kotak Lopek Bugi dikasih harga Rp 10.000.

"Satu kotaknya berisi delapan lopek," kata Nurlela. Harganya cukup terjangkau. Di samping itu, rasanya juga sangat enak.

Keistimewaan dari Lopek Bugi adalah bisa bertahan lebih lama. Tak cepat basi. Padahal, adonan lepat berbahan santan dan isian di tengahnya kelapa parut.

Proses pembuatan dan bahan yang digunakan sama seperti lepat biasa di daerah lain.

Tetapi pembuatannya lebih lama. Kelapa parut untuk isian lepat disangrai cukup lama.

Kelapa parut dicampur dengan gula, sedikit vanilla, garam secukupnya dan daun pandan agar aromanya wangi. Isian disangrai dengan api kecil.

Lamanya menyangrai kelapa parut inilah membuat isian tidak cepat basi.

"Rata-rata orang sini bisa membuatnya (Lopek Bugi)," kata Nurlela.

Ibu tiga anak ini menggantungkan hidupnya dari menjual Lopek Bugi sejak satu tahun belakangan.

Jika usaha lain banyak yang gulung tikar saat pandemi, di masa yang sama Nurlela justru memulai usaha ini.

"Untuk bantu-bantu biaya sekolah anak," kata Nurlela.

Nurlela memilih usaha ini untuk membantu nafkah dari suami yang jauh merantau di Malaysia.

Ia berujar, kiriman dari suami di negeri jiran jauh menyusut karena hantaman pandemi.

"Bukankah kerja di Malaysia gajinya banyak?" tanya Tribunpekanbaru.com sedikit bercanda kepada Nurlela.

"Mana pula. Karena Covid ini, mana ada (penghasilan lumayan bekerja di Malaysia)," sela Nurlela cepat-cepat menampik.

Nurlela sebenarnya ikut terdampak pandemi Covid-19.

Apalagi saat jumlah terkonfirmasi positif meledak beberapa bulan lalu. Ditambah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Penjualan dan laba Nurlela sempat terjun bebas. Lopek Bugi kurang laku. Tetapi sejak beberapa pekan belakangan, penjualannya naik seiring menurunnya penyebaran Covid-19.

"Di awal-awal (Covid-19) dulu, turun. Sekarang sudah lumayanlah," kata Nurlela menyebut penghasilan dari berjualan Lopek Bugi cukup membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

( Tribunpekanbaru.com / Fernando Sihombing )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved