Berita Riau
Bupati Kuansing Nonaktif Andi Putra Dituntut 8,5 Tahun Penjara oleh JPU KPK
Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra, dituntut hukuman 8,5 tahun kurungan penjara di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, hari ini
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra, dituntut hukuman 8,5 tahun kurungan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tuntutan dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (7/7/2022).
JPU KPK berpendapat, Andi Putra terbukti menerima uang sebesar Rp500 juta dari PT Adimulia Agrolestari (AA) untuk kepentingan pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit.
Menurut JPU, pihaknya telah membuktikan bahwa terdakwa Andi Putra telah memenuhi unsur pasal yang didakwakan.
Yaitu melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Huruf A UU Nomor 31 Tahun 1999.
Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Junto Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kesatu," ucap JPU.
Untuk itu, JPU KPK menuntut agar majelis hakim yang diketuai hakim Dahlan, selaku pihak yang mengadili dan memeriksa perkara ini, agar memutuskan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi berlanjut, dan dihukum pidana penjara 8 tahun dan 6 bulan.
Tak hanya itu, JPU KPK juga menuntut terdakwa agar membayar denda Rp400 juta, dengan subsider atau kurungan pengganti 6 bulan.
Kemudian, Andi Putra juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta.
Jika harta benda tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana pengganti kurungan penjara 1 tahun.
Tak hanya itu, JPU KPK turut meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana.
Dalam hal ini, JPU KPK membacakan pula pertimbangan yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa.
Untuk hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara untuk hal meringankan, terdakwa punya tanggungan keluarga, bersikap sopan dan baik di persidangan, dan belum pernah dihukum.
Usai pembacaan tuntutan, ketua majelis hakim bertanya kepada pihak terdakwa. Apakah akan menggunakan haknya untuk mengajukan nota pembelaan/pledoi.
"Untuk terdakwa, tuntutan sudah dibacakan. Saudara punya hak untuk mengajukan nota pembelaan baik saudara pribadi atau melalui penasihat hukum," ucap hakim.
"Kami akan mengajukan pembelaan Yang Mulia," kata penasihat hukum terdakwa.
"Kami kasih waktu 1 minggu ya, wajib selesai. Jika tidak selesai, maka kami menyatakan terdakwa dan penasihat hukum tidak mempergunakan hak untuk mengajukan pembelaan, mengingat masa penahanan sudah hampir habis. Kami berikan kesempatan Kamis depan tanggal 14 Juli 2022," terang hakim.
Dalam perkara ini, Andi Putra didakwa dengan dakwaan, Kesatu: Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Atau Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Suap Perpanjangan HGU Sawit PT AA
Dugaan suap dari PT AA lewat General Managernya, Sudarso kepada Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, terjadi sekitar medio September-Oktober 2021 lalu.
Berawal ketika itu, izin HGU kebun sawit PT AA akan berakhir tahun 2024 mendatang.
Ada tiga sertifikat PT AA yang akan berakhir. Tiga sertifikat itu berada di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir.
Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemilik (beneficial owner) meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangannya. Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT AA.
Sudarso yang sudah lama mengenal Andi Putra sejak masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, lalu melakukan pendekatan.
Dari pertemuan antara terdakwa dengan Andi Putra, disepakati Bupati Kuansing itu akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan.
Namun syaratnya, PT AA diminta memberikan uang kepada Andi Putra.
Atas laporan Sudarso tersebut, Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar.
Masih dalam bulan September 2021, Andi Putra meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar.
Dalam rangka pengurusan surat rekomendasi pesetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar.
Atas permintaan Andi itu, Sudarso melaporkan kepada Frank Wijaya.
Kemudian Frank Wijaya menyetujui dan menyepakati untuk memberikan uang secara bertahap. Saat itu Frank menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp500 juta.
Selanjutnya, pada tanggal 27 September 2021 Sudarso meminta Syahlevi Andra membawa uang Rp500 juta yang telah disiapkan ke rumahnya di Jalan Kartama Gang Nurmalis No 2 RT.002 RW 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru.
Sudarso melalui Syahlevi memberikan uang tersebut kepada Andi Putra melalui supirnya Deli Iswanto.
Lalu, pada tanggal 18 Oktober 2021, Sudarso meminta Syahlevi selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp250 juta sebagaimana permintaan Andi Putra.
Ketika itu, Andi Putra meminta Sudarso mengantarkan uang itu ke rumahnya di Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.
Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika berangkat menuju ke rumah Andi Putra, dengan menggunakan mobil Toyota Hilux warna putih dengan Nopol BK 8900 AAL.
Namun setelah pertemuan dengan Andi Putra itu, Sudarso ditangkap oleh tim KPK.
Karena Sudarso diamankan oleh tim KPK, selanjutnya Frank Wijaya memerintahkan Syahlevi untuk menyetorkan kembali uang untuk Andi Putra sebesar Rp250 juta itu, ke rekening PT AA.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/sidang-tuntutan-andi-putra.jpg)