Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Riau

KPK Nyatakan Banding Atas Vonis 5 Tahun 7 Bulan Penjara untuk Bupati Kuansing Nonaktif Andi Putra

Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra, divonis 5 tahun 7 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
Tribunpekanbaru.com / Doddy Vladimir
Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra saat mengikuti sidang secara daring di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (27/7/2022). Andi Putra, divonis 5 tahun dan 7 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyatakan banding atas vonis 5 tahun 7 bulan yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, terhadap terdakwa suap, Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra.

"Tim Jaksa KPK pada Selasa (2/8/2022) telah menyatakan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang memvonis terdakwa dengan penjara 5 tahun dan 7 bulan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada tribunpekanbaru.com, Rabu (3/8/2022).

Diuraikan Ali, adapun alasan banding, diantaranya terkait tidak dipertimbangkannya soal tuntutan uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap terdakwa, sebagaimana tuntutan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebelumnya.

"KPK berharap, majelis hakim tingkat banding akan menerima upaya hukum tsb dan memutus sesuai amar tuntutan tim Jaksa KPK," sebut Ali.

Sebagaimana diketahui, Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra, divonis 5 tahun 7 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Andi Putra dinilai terbukti telah menerima hadiah atau janji berupa uang Rp500 juta dari PT Adimulia Agrolestari (AA) terkait pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit.

Vonis dibacakan ketua majelis hakim, DR Dahlan dalam sidang yang digelar Rabu (27/7/2022) sekira pukul 15.00 WIB.

"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Andi Putra tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Sebagaimana dakwaan alternatif kesatu," kata ketua majelis hakim, DR Dahlan, membacakan amar putusan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 7 bulan," imbuh hakim.

Tak hanya itu, majelis hakim juga menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

Berikutnya, hakim menetapkan masa penahanan Andi Putra, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Dalam hal ini, terdakwa tetap ditahan.

Masih dalam amar putusannya, terkait sejumlah barang bukti, hakim menetapkan ada yang dikembalikan kepada terdakwa Andi Putra, tetap terlampir dalam berkas perkara, dikembalikan kepada PT AA, dirampas untuk negara, dan dikembalikan kepada yang berhak.

Dalam pertimbangannya, hakim tak sependapat soal uang Rp500 juta yang diterima Andi Putra dan sempat diakui sebagai pinjaman.

Hakim menyatakan uang adalah hadiah atau janji dari PT AA yang diberikan kepada Andi Putra. Dengan maksud agar Andi Putra memberikan rekomendasi persetujuan kebun plasma.

Hakim menyatakan, juga tidak sependapat dengan ahli yang dihadirkan pihak terdakwa. Hakim juga menolak pembelaan dari penasihat hukum terdakwa.

Terhadap Andi Putra, majelis hakim tak membebankan keharusan membayar kerugian keuangan negara. Hakim menilai, perbuatan Andi tak menyebabkan kerugian keuangan negara.

Hakim juga tak menjatuhkan hukuman pidana tambahan, berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, sebagaimana tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Atas putusan ini, terdakwa bersama tim penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir selama 7 hari ke depan untuk menentukan sikap. Apakah akan mengajukan upaya hukum banding atau tidak.

Begitu pun dengan JPU KPK. Mereka juga menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan ini.

Sebelumnya, Andi Putra dituntut hukuman 8,5 tahun kurungan penjara oleh JPU KPK.

Tuntutan dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (7/7/2022) lalu.

JPU KPK berpendapat, Andi Putra terbukti menerima uang sebesar Rp500 juta dari PT Adimulia Agrolestari (AA) untuk kepentingan pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit.

Menurut JPU, pihaknya telah membuktikan bahwa terdakwa Andi Putra telah memenuhi unsur pasal yang didakwakan. Yaitu melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Huruf A UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Junto Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kesatu," ucap JPU.

Tak hanya itu, JPU KPK juga menuntut terdakwa agar membayar denda Rp400 juta, dengan subsider atau kurungan pengganti 6 bulan.

Kemudian, Andi Putra juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta. Jika harta benda tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana pengganti kurungan penjara 1 tahun.

JPU KPK turut meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana.

Dalam hal ini, JPU KPK membacakan pula pertimbangan yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa.

Untuk hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara untuk hal meringankan, terdakwa punya tanggungan keluarga, bersikap sopan dan baik di persidangan, dan belum pernah dihukum.

Dalam perkara ini, Andi Putra didakwa dengan dakwaan, Kesatu: Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Atau Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dugaan suap dari PT AA lewat General Managernya, Sudarso kepada Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, terjadi sekitar medio September-Oktober 2021 lalu. Berawal ketika itu, izin HGU kebun sawit PT AA akan berakhir tahun 2024 mendatang.

Ada tiga sertifikat PT AA yang akan berakhir. Tiga sertifikat itu berada di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir.

Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemilik (beneficial owner) meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangannya. Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT AA.

Sudarso yang sudah lama mengenal Andi Putra sejak masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, lalu melakukan pendekatan. Dari pertemuan antara terdakwa dengan Andi Putra, disepakati Bupati Kuansing itu akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan.

Namun syaratnya, PT AA diminta memberikan uang kepada Andi Putra. Atas laporan Sudarso tersebut, Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar.

Masih dalam bulan September 2021, Andi Putra meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar, dalam rangka pengurusan surat rekomendasi pesetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar. Atas permintaan Andi itu, Sudarso melaporkan kepada Frank Wijaya.

Kemudian Frank Wijaya menyetujui dan menyepakati untuk memberikan uang secara bertahap. Saat itu Frank menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp500 juta.

Selanjutnya, pada tanggal 27 September 2021 Sudarso meminta Syahlevi Andra membawa uang Rp500 juta yang telah disiapkan ke rumahnya di Jalan Kartama Gang Nurmalis No 2 RT.002 RW 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Sudarso melalui Syahlevi memberikan uang tersebut kepada Andi Putra melalui supirnya Deli Iswanto.

Lalu, pada tanggal 18 Oktober 2021, Sudarso meminta Syahlevi selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp250 juta sebagaimana permintaan Andi Putra. Ketika itu, Andi Putra meminta Sudarso mengantarkan uang itu ke rumahnya di Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.

Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika berangkat menuju ke rumah Andi Putra, dengan menggunakan mobil Toyota Hilux warna putih dengan Nopol BK 8900 AAL. Namun setelah pertemuan dengan Andi Putra itu, Sudarso ditangkap oleh tim KPK.

Karena Sudarso diamankan oleh tim KPK, selanjutnya Frank Wijaya memerintahkan Syahlevi untuk menyetorkan kembali uang untuk Andi Putra sebesar Rp250 juta itu, ke rekening PT AA.

Selain Andi Putra, KPK juga menjerat Sudarso menjadi pesakitan dalam perkara ini, selaku orang yang memberi suap. Ia sudah lebih dulu menjalani proses persidangan dan divonis. Kini Sudarso sedang menjalani masa hukumannya.

(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved