Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Riau

Giliran Mantan Kepala Kantor Pertanahan Kuansing Diperiksa KPK , Dugaan Korupsi Pengurusan HGU PT AA

Risna Virgianti Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing tahun 2019-2021 diperiksa KPK di Jakarta untuk melengkapi berkas mantan Kepala BPN Riau.

Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
Tribun Pekanbaru/Rizky Armanda
Terdakwa kasus suap pengurusan perpanjangan izin HGU PT AA, Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra (kanan paling bawah) saat mengikuti sidang secara video conference, Selasa (19/7/2022). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan proses pemeriksaan terhadap saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) dari PT Adimulia Agrolestari (AA) tahun 2021.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir sebagai tersangka. Syahrir juga sudah ditahan sejak 1 Desember 2022 lalu.

Penetapan tersangka terhadap Syahrir merupakan hasil pengembangan yang dilakukan tim penyidik.

Setelah sebelumnya, KPK menyeret mantan Bupati Kuansing, Andi Putra dan General Manager PT AA, Sudarso sebagai pesakitan.

Keduanya telah menjalani proses peradilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Untuk melengkapi berkas tersangka M Syahrir, penyidik KPK memeriksa Risna Virgianti, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing tahun 2019-2021.

"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengurusan perpanjangan HGU PT AA tahun 2021, untuk tersangka MS (M Syahrir, red)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (20/12/2022).

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta. (Saksi) atas nama Risna Virgianti Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing tahun 2019-2021," imbuh Ali.

Sebelumnya, Ali Fikri juga telah menjelaskan bagaimana konstruksi perkara dugaan korupsi yang terjadi.

Ia menuturkan, Frank Wijaya sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan Sudarso untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya ditahun 2024.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, Sudarso selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya pada Frank Wijaya.

Selanjutnya Sudarso menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan M Syahrir yang menjabat selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau yang membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT AA.

Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

Sudarso menemui M Syahrir di rumah dinas jabatannya. Dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh M Syahrir sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dollar Singapura, dengan pembagian 40 persen sampai dengan 60 persen sebagai uang muka.

M Syahrir menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.

Dari pertemuan tersebut, Sudarso lalu melaporkan permintaan M Syahrir itu kepada bosnya Frank Wijaya.

Sudarso lantas mengajukan permintaan uang sebesar 120 ribu dollar Singapura atau setara dengan Rp1,2 Miliar ke kas PT AA dan disetujui oleh Frank Wijaya.

"Sekitar September 2021, atas permintaan MS (M Syahrir, red) penyerahan uang dari SDR (Sudarso, red) dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apapun," kata Ali Fikri.

Setelah menerima uang tersebut, M Syahrir kemudian memimpin ekspos permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan dengan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar dan rekomendasi ini dapat dipenuhi Frank Wijaya.

Terkait penerimaan uang, diduga M Syahrir memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama kepemilikan diantaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor pertanahan Kabupaten Kampar.

Dalam kurun waktu September 2021 sampai dengan 27 Oktober 2021, M Syahrir menerima aliran sejumlah uang baik melalui rekening bank atas nama pribadinya maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah sekitar Rp791 juta yang berasal dari Frank Wijaya.

"Selain itu pada kurun waktu tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, MS juga diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi dan hal ini akan terus didalami dan dikembangkan tim penyidik," urai Ali Fikri.

Atas perbuatannya, tersangka M Syahrir sebagai penerima suap atau gratifikasi melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved