Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

KKB Papua Minta Uang Dan Senjata Untuk Ditukarkan Dengan Pilot Susi Air

Namun, permintaan KKB itu tampaknya sangat berat untuk dipenuhi oleh pemerintah Indonesia. Pasalnya, tebusan itu sama saja dengan memperkuat KKB.

Tribun-Papua.com/Istimewa
Tampak Pilot Susi Air, Captain Phillip Marthens bersama Egianus Kogoya dan sejumlah pasukan KKB di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) meminta uang dan senjata sebagai tebusan pilot pesawat Susi Air, Philips Mark Methrtens (37) yang mereka sandera.

Namun, permintaan KKB itu tampaknya sangat berat untuk dipenuhi oleh pemerintah Indonesia.

Pasalnya, tebusan itu sama saja dengan memperkuat KKB.

"Ya sulit. Peluangnya sangat kecil untuk dipenuhi, terutama yang menyangkut senjata," kata pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi kepada Kompas.com, Selasa (28/2/2023).

Fahmi juga menilai bahwa KKB pimpinan Egianus Kogoya tak serius untuk membuka negosiasi dengan pemerintah.

Bahkan, kelompok ini terkesan mengulur waktu untuk melepas sang pilot.

"Saya kira kelompok ini belum serius bernegosiasi. Mereka masih mengulur-ulur waktu," terang dia.

Perihal lamanya proses negosiasi ini, Fahmi sejak jauh-jauh hari telah mengingatkan perlunya tenggat waktu dan indikator yang jelas dalam pelaksanaan negosiasi.

Menurut Fahmi, jika tenggat waktu terlampaui, pemerintah tetap memiliki indikator untuk mengevaluasi apakah negosiasi masih memiliki peluang untuk dilanjutkan.

Bahkan bisa saja sebaliknya, pemerintah menyiapkan tindakan represif maupun koersif dalam operasi pembebasan Mark Methrtens.

Sejalan dengan itu, Fahmi menyatakan, tenggat waktu itu juga harus selaras dengan waktu yang sekiranya dibutuhkan untuk mengumpulkan berbagai informasi di lapangan sebagai bahan analisis intelijen.

Baik itu untuk mempersiapkan organisasi satuan tugas dan personel yang akan diterjunkan dalam misi, maupun strategi dan taktik yang akan dijalankan dalam kerangka tindakan represif-koersif tersebut.

"Nah jika tindakan represif akhirnya diambil, maka ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan," kata Fahmi.

Pertama, Fahmi menambahkan, TNI sangat mungkin menggelar operasi yang dirancang secara senyap untuk meningkatkan efektifitasnya.

Dengan begitu, menjaga kerahasiaan dan kesenyapan dengan tidak mempublikasikan rencana operasi adalah langkah yang wajar.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved