Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Kampar

Buaya di Sungai Subayang Kuntu Kampar Kiri Tidak akan Dievakuasi BBKSDA Riau, Ini Alasannya

Buaya yang muncul di Sungai Subayang Desa Kuntu Kampar tidak akan dievakuasi BBKSDA Riau karena sungai itu merupakan habitat alaminya

Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Nurul Qomariah
Istimewa
Buaya yang muncul di Sungai Subayang Desa Kuntu Kampar tidak akan dievakuasi BBKSDA Riau karena sungai itu merupakan habitat alaminya. 

 

 


TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau ternyata tidak dapat mengevakuasi buaya di Sungai Subayang Desa Kuntu Kecamatan Kampar Kiri.

Kepala BBKSDA Riau, Genman Suhefti Hasibuan menjelaskan alasan bahwa buaya yang diduga warga berjumlah tiga ekor itu tidak dapat dievakuasi.

Kawasan kemunculan buaya tersebut adalah habitat alaminya.

"Dievakuasinya ke mana? Dan kenapa harus dievakuasi dari habitatnya sendiri? Simpelnya apakah kita senang bilamana diusir dari rumah kita sendiri?," katanya kepada Tribunpekanbaru.com melalui pesan WhatsApp, Selasa (15/8/2023).

Ia mengatakan, Buaya Sinyulong di Sungai Subayang termasuk jenis satwa liar dilindungi.

Terkait habitat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) dan Ekosistemnya beserta aturan turunannya.

Ia mengatakan, tim BBKSDA Riau telah melakukan pengecekan lokasi. Hasil pengecekan didapat bahwa buaya tersebut berada di habitat alaminya.

"Sehingga tidak diperkenankan untuk ditangkap bila kebeberadaannya di habitat alaminya tanpa seijin yang berwewenang," ujar Genman.

Menurut dia, tim BBKSDA Riau bersama pemerintah setempat telah melakukan sosialisasi dan imbauan kepada warga sekitar lokasi pada 8 Agustus 2023 lalu.

Tim juga telah memasang papan informasi berisi imbauan atau larangan agar dapat diikuti masyarakat sekitar.

"Upaya yang dilakukan adalah menghimbau warga agar tidak beraktivitas di lokasi keberadaan buaya utk menghindari konflik," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Desa Kuntu, Asril Akbar mengatakan, aliran Sungai Subayang lokasi keberadaan buaya dimanfaatkan warga untuk berbagai aktivitas.

Tetapi kini tidak lagi sejak kemunculan buaya sekitar tiga pekan terakhir.

"Masyarakat yang di dekat sungai biasanya mandi, mencuci, dan BAB di sungai. Sekarang sudah takut karena buaya," katanya.

Asril mengatakan, warga sekitar bantaran sungai memang tidak membuat kamar mandi di rumah mereka masing-masing. Bahkan itu sudah turun-temurun.

Warga mengandalkan aliran sungai yang dianggap masih terjaga kebersihannya. Bahkan menjadi sumber air minum untuk dikonsumsi sehari-hari.

Menurut dia, warga mendapatkan air dari warga lain yang memiliki sumur sejak kemunculan buaya.

Meskipun begitu, ada juga warga yang masih nekat mengambil air dari sungai dengan timba.

"Ada lagi pesantren dekat sini, airnya dari sungai. Ini nanti air untuk santri dari mana lagi?" keluhnya. Ia mengaku didesak warga agar mengevakuasi buaya tersebut.

Ia telah mengirim surat ke BBKSDA berisi laporan dan permintaan bantuan evakuasi buaya dari lokasi yang secara adat disebut sebagai Lubuk Larangan tersebut.

Ia mengaku, surat tertanggal 9 Agustus 2023 itu dibuat atas permintaan dari BBKSDA Riau.

Asril menyesalkan, BBKSDA tidak kunjung menindaklanjuti surat Pemdes Kuntu hingga Selasa (15/8/2023).

Ia mengaku mulai kehabisan daya menahan warga agar tidak bertindak sendiri.

"Jadi nanti saya nggak bisa jamin lagi. Ini kan masyarakat sudah resah. Jadi kalau masyarakat mengambil tindakan lain, jangan salahkan masyarakat," ujarnya.

Terkait kemanfaatan sungai, Genman berharap warga berpindah melakukan aktivitas ke sisi hulu atau hilir dari lokasi buaya.

Ia meminta masyarakat tidak beraktivitas berdekatan dengan lokasi buaya dan tidak merusak habitatnya.

"Apakah tidak memungkinkan aktivitas warga bisa berpindah ke hulu atau ke hilir dari lokasi adanya buaya?" katanya.

Ia kembali menegaskan, kewajiban melindungi buaya tersebut adalah perintah UU.

Untuk itu, hendaknya semua orang di wilayah hukum NKRI berkewajiban melaksanakan UU tersebut.

Genman menambahkan, Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dimaksudkan agar pembangunan harus memprioritaskan keberadaan satwa liar

"Hal ini dimaksudkan mengingat populasi dan habitat satwa liar sudah dalam bahaya kepunahan," tandasnya.

Ditanya soal adanya permintaan dari BBKSDA agar Pemdes Kuntu membuat surat resmi, ia belum memberi jawaban sampai berita ini diturunkan.

Seperti disebutkan di atas, surat itu meminta bantuan evakuasi dari BBKSDA.

( Tribunpekanbaru.com / Fernando Sihombing )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved