Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

'Kopi Gambut' dari Pulau Terluar butuh Sentuhan Digitalisasi

Kopi Liberika Meranti membutuhkan bantuan dari banyak pihak untuk dipromosikan agar memberikan nilai tambah kepada para petani.

ISTIMEWA
Salah satu inovasi yang dilakukan dalam pengolahan kopi liberika Meranti adalah Luwak Liberika. Kopi premium yang dipanen dari lahan gambut ini membutuhkan sentuhan digitalisasi agar dikenal masyarakat luas. 

Sehingga, rasa yang dihasilkan pun berbeda. Sensasi rasa buah nangka dan coklat dipadukan dengan pahitnya kopi memberikan pengalaman baru pagi pecinta kopi.

"Kopi ini juga bisa menjadi alternatif bagi yang memiliki riwayat sakit lambung. Karena, Liberika Meranti kandungan kafeinnya rendah, hanya 1,4 persen dan aman bagi lambung. Sementara Robusta yang paling umum dikonsumsi masyarakat, kafeinnya bisa mencapai 2,4 persen," kata Al Hakim, Ketua Harian Kelompok Indikasi Geografis (IG) Masyarakat Peduli Kopi Liberika Rangsang Meranti (MPKLRM) kepada tribunpekanbaru.com, Rabu (13/12/2023).

Namun, kata Hakim melanjutkan, Kopi Liberika Meranti membutuhkan bantuan dari banyak pihak untuk dipromosikan agar memberikan nilai tambah kepada para petani.

Sebab, hasil sekali panen petani yang mencapai 10 ton itu, 90 persen diantaranya dijual ke Malaysia dalam bentuk buah kering atau green bean melalui perdagangan lintas batas. Hanya 10 persen yang dijual dalam negeri dan diolah di Meranti.

Sedangkan, setiap kilogram green bean yang dijual ke Malaysia, dihargai sekitar Rp 40 ribu. Jika dijual di dalam negeri, karena Liberika Meranti sudah mengantongi Hak Paten melalui Indikasi Geografis (IG), harganya mulai Rp 100 ribu.

Pemilihan Malaysia sebagai tujuan penjualan kopi ini bukan tanpa sebab. Selain waktu pengiriman hanya 2 jam dibandingkan ke Pekanbaru membutuhkan waktu setengah hari, permintaannya cenderung stabil dan sudah berlangsung sejak tahun 1980.

"Yang kita inginkan sekarang dalah bagaimana Liberika yang kita olah di sini hingga menjadi bubuk, mendapatkan tempat di pasar Indonesia. Sehingga, perekonomian petani ikut meningkat karena adanya perbandingan harga tadi," harap Hakim.

Harapan itu senada dengan laporan International Coffee Organization (ICO) yang menyebut Indonesia menjadi negara dengan konsumsi kopi terbesar kelima di dunia. Jumlahnya sebanyak 5 juta kantong berukuran 60 kilogram pada tahun 2021.

Promosi itu bisa saja dilakukan menggunakan media sosial. Begitu pula dengan penjualan melalui e-commerce.

Akan tetapi, jaringan internet belum sepenuhnya maksimal di Kabupaten termuda di Bumi Lancang Kuning ini.

"Promosi digital, paling youtuber pernah berkunjung ke sini. Sementara promosi digital mandiri dari warga, susah dilakukan. Karena jaringan internet di sini tidak stabil. Bahkan untuk menelepon saja, putus-putus. Mungkin karena ombak di sini terlalu tinggi, jadi susah sinyalnya menembus," kelakar Hakim.

Meski dalam keterbatasan itu, semangat pengolahan Kopi Liberika Meranti di sana patut diapresiasi.

Bagaimana tidak, jumlah lahan kopi Liberika Meranti selang tiga tahun terakhir meningkat. Kemudian, terdapat pembibitan kopi yang sudah disertifikasi dengan jumlah setiap tahunnya mencapai 2 juta bibit.

"Kita juga ada produk premium, Luwak Liberika. Memanfaatkan musang yang ada di alam, rata-rata kita memproduksinya sebanyak 50 kilogram setiap bulannya. Tapi kalau ada order, kami bisa menyediakan 500 kilogram perbulan dengan harga di gudang Rp 1,5 juta," tuntas Dia.

Berdasarkan pemaparan di atas, pemerataan akses internet di Kepulauan Meranti harus segera diwujudkan. Supaya Kopi Liberika Meranti dikenal luas oleh masyarakat dan mendapatkan pangsa pasarnya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved