Banjir di Sumbar

Azimar Sekeluarga Berlindung di Pondok Kecil Saat Galodo Sumbar, Sempat Pasrah Kalau Ajal Menjemput

Galodo Sumbar menjadi menjadi momen yang mencekam bagi warga Simpang Bukik Kanagarian Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Agam, Sumatera Barat.

Penulis: Alex | Editor: Ariestia
Tribun Pekanbaru/Alexander
Azimar dan suami (belakang) menceritakan kisah mereka berjuang dan selamat dari banjir bandang di Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sabtu (11/5/2024) malam saat terjadinya galodo Sumbar menjadi menjadi momen yang mencekam bagi warga Simpang Bukik Kanagarian Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Agam, Sumatera Barat.

Saat mereka tidur dan sebagian akan istirahat dan tidur, secara mendadak banjir bandang datang di lokasi itu.

Beragam cerita dari kisah dan perjuangan warga yang selamat dari banjir bandang terjadi beberapa hari lalu itu.

Salah satunya kisah Azimar, ibu rumah tangga yang menyelamatkan diri berempat dengan anak-anak dan suaminya.

Saat mendapat teriakan air naik dari luar rumah, tanpa pikir panjang mereka saling memanggil untuk segera keluar bersama dan lari meninggalkan rumah.

"Kami langsung buru-buru keluar dari rumah berempat, tidak ada satupun barang yang dibawa kecuali handphone dan baju yang melekat di badan kami masing-masing. Karena di luar situasinya masyarakat sudah berlarian, dan air sudah naik dengan cepat," kata Azimar bercerita kepada Tribunpekanbaru.com, Kamis (16/5/2024).

Baca juga: KISAH Detik-detik Keyla dan Livia SELAMAT dari Banjir Bandang di Sumbar, Kami Menangis dan Mengucap!

Walau sudah keluar rumah, mereka tidak tahu mau lari ke mana, karena mereka sudah dikepung oleh air, mereka hanya berpikir untuk lari ke arah yang lebih tinggi, walaupun arah yang lebih tinggi tersebut tetap ada air, namun belum terlalu tinggi dan masih bisa dilewati.

"Kami berlari naik ke arah sawah-sawah, rasanya sudah kencang dan cepat sekali kami berlari, namun ternyata masih dekat-dengan lokasi rumah yang kami tinggalkan.

Kemudian kami terus berlari ke tempat yang lebih tinggi," ujarnya.

"Sudah ada sekitar 1 jam lebih kami berjalan namun air belum habis-habis dan rasanya kami belum terlalu jauh, sementara air bercampur lumpur terus naik, sudah sebetis lebih, kaki rasanya sudah tidak sanggup berjalan, kami kemudian melihat pondok kecil di area sawah yang sudah penuh dengan air dan lumpur kami kemudian naik ke pondok yang tidak terlalu tinggi tersebut," terangnya.

Di pondok itu, Azimar bersama anak dan suaminya melihat air semakin naik dan tinggi.

Mereka hanya berdoa dan pasrah karena tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan, kalau tetap melanjutkan perjalanan air semakin tinggi.

"Kami hanya bisa pasrah di pondok tersebut berdiam diri di sana, berpelukan di tengah air yang terus deras di bawah, sembari terus istighfar dan berdoa. Saat itu, kami berpikir, kalau memang di situ ajal kami maka kami sudah rela dan ikhlas, menyerahkan diri kepada Allah SWT, dan terus mengucap," tuturnya.

Baca juga: Petani Bukik Batabuah Ungkap Keberadaan Cerita Mistis Batu Raksasa Usai Banjir Sumbar

Untungnya banjir bandang yang terjadi di tempat pondok mereka berlindung tidak ada batu maupun kayu besar yang menggelinding turun.

Akhirnya sekitar pukul 02.00 malam saat air mulai surut mereka kemudian mulai mencari arah untuk kembali ke rumah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved