Siswa SMP Tewas di Padang
Pakar Forensik Sorot Pernyataan Suharyono Soal Kematian Siswa SMP Padang: Kapolda Hati-hati
Pakar psikologi forensik soroti pernyataan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono soal viralnya kematian Afif Maulana (AM), bocah SMP di Padang.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menyoroti pernyataan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono soal viralnya kematian Afif Maulana (AM), bocah SMP di Padang.
Reza Indragiri Amriel yang juga seorang dosen ini meminta Kapolda Sumbar berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan.
Pernyataan yang dimaksud adalah saat Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono menyebut bakal mencari orang yang memviralkan tewasnya bocah SMP di Padang berinisial AM (13) dengan narasi akibat disiksa polisi.
Ia menyebut pernyataan Kapolda Sumbar Suharyono akan terkesan defensif karena ingin mencari penyebar informasi tewasnya Afif Maulana karena disiksa polisi.
Reza menilai, pernyataan Suharyono tersebut bisa membuat adanya dugaan upaya menutup-nutupi kesalahan anggotanya sendiri.
"Kapolda juga perlu ekstra hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Pernyataan yang terkesan defensif akan sangat berisiko dinilai sebagai cara menutup-nutupi kesalahan sejawat atau silence wall atau curtain code," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (24/6/2024).
Reza mengatakan seharusnya Polda Sumatera Barat menginisiasi dilakukannya eksiminasi dengan melibatkan masyarakat guna menjembatani komunikasi dengan publik.
Menurutnya, hal yang perlu dieksiminasi salah satunya adalah kemungkinan adanya implisit bias atau prasangka anggota polisi terhadap kelompok tertentu.
"Akibat implisit bias, polisi bisa punya kewaspadaan bahkan kecurigaan eksesif terhadap situasi tertentu. Misalnya begitu melihat kerumunan orang di malam hari, polisi langsung mengasosiasikannya sebagai ancaman bahkan bahaya," tuturnya.
Reza mengungkapkan kemungkinan semacam itu bisa terjadi hingga taraf personel polisi cuma memikirkan keselamatannya sendiri.
Sehingga, tindakan yang dilakukannya dalam konteks penghalauan kerumunan berujung pada kebrutalan.
"Tambahan lagi jika di situ ada benda-benda yang dianggap dapat mencederai bahkan mematikan, proses berpikir personel bisa terjun bebas ke level instinktif, yaitu fight to survive. Perilaku brutal dapat muncul dalam situasi sedemikian rupa," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono menyebut bakal mencari orang yang memviralkan tewasnya bocah SMP di Padang berinisial AM (13) dengan narasi akibat disiksa polisi.
Suharyono membantah bahwa tewasnya AM karena disiksa oleh polisi karena hal itu menurutnya, tidak terbukti.
"Kami perlu luruskan di sini telah viral di media massa, adanya trial by the press bahwa polisi telah menganiaya seseorang sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain. Itu tidak ada bukti dan saksi sama sekali," katanya di Padang, Minggu (23/6/2024) dikutip dari YouTube Tribun Padang.
Suharyono juga menjelaskan bahwa tewasnya AM karena terjun ke jembatan dan hal ini diketahui lewat kesaksian rekan korban, A.
Terkait narasi AM tewas karena disiksa polisi, Suharyono menyebut pihaknya bakal mencari pihak penyebar informasi tersebut.
Suharyono mengatakan penyebar narasi itu harus dimintai keterangan lantaran telah menyimpulkan bahwa tewasnya AM karena disiksa polisi.
"Dia harus (beri) testimoni, 'Apakah kamu benar melihat (kejadian), kamu kok ngomong begitu? Kamu, kan, sudah trial by the press, menyampaikan ke pers sebelum fakta yang sebenarnya cukup bukti atau tidak, atau kamu hanya asumsi dan ngarang-ngarang," jelasnya.
Selain oleh Reza Indragiri, upaya pencarian ini, Suharyono juga dikritik oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) dan pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso meminta kepolisian Polda Sumatera Barat jangan resisten atau menentang kritik masyarakat terkait adanya dugaan tewasnya AM karena disiksa polisi.
Sugeng mengatakan narasi adanya dugaan polisi menyiksa AM menjadi bentuk kritik agar kepolisian bekerja sesuai dengan aturan.
"Polisi tidak boleh resisten terhadap kritik masyarakat seperti yang disampaikan di medsos bahwa diduga korban mati karena dianiaya polisi, itu adalah salah satu bentuk kritik kepada Polri agar aparaturnya bekerja menurut aturan undang-undang dan HAM," katanya kepada Tribunnews.com, Senin (24/6/2024).
"Jadi jangan diserang orang yang mengkritik lewat medsos," sambungnya.
Di sisi lain, Sugeng juga meminta agar penyelidikan kasus ini jangan terkesan ditutupi sehingga menimbulkan asumsi bahwa ada upaya melindungi anggota kepolisian.
"Pemeriksaan perkara matinya korban anak ini tidak boleh dilakukan secara menyembunyikan fakta, melindungi anggota apabila ada dugaan pelanggaran prosedur maupun tindakan kekerasan. Harus didalami secara obyektif, transparan, dan hak asasi bagi korban dan keluarganya," tegasnya.
LBH Padang Soroti Hasil Ekshumasi jenazah AM , Ada Detil yang Belum Dijelaskan |
![]() |
---|
UPDATE Kasus Afif Maulana: Hasil Ekshumasi Dirilis, Jelaskan Kondisi Sumsum Tulang Belakang Korban |
![]() |
---|
Menanti Hasil Autopsi Ulang Jasad Afif Maulana, Ketua Tim Sebut Bakal Lebih Lama dari Biasa |
![]() |
---|
Jenazah AM Dua Kali Diotopsi, KPAI : Pertamakali di Indonesia dan Tak Wajar |
![]() |
---|
Keluarga Harus Bersabar, Pemeriksaan 19 Sampel dari Jenazah AM Butuh Waktu hingga Lima Pekan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.