Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ronald Tannur Bebas

Soal Vonis Bebas Ronald Tannur, Mahfud MD Sebut Bukan Hanya Salah Hakim: Bisa Jadi Polisi dan Jaksa

Kemungkinan kedua, kata Mahfud, putusan itu disebabkan konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum kurang cermat.

Tribun Jatim/Toni Hermawan
Anak anggota DPR dari PKB Edward Tannur, Gregorius Ronald (31) Tannur divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah dianggap tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29) pada 3 Oktober 2023 lalu. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Pasca vonis Ronald Tannur Bebas, banyak pihak yang berkomentar.

Putusan hakim pengadilan negeri Surabaya itu sulit diterima.

Terkait putusan Ronald Tannur Bebas itu, Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengaku kaget.

Menurutnya saat itu proses pembuktian dalam kasus tersebut tidak sulit mengingat bukti-bukti baik berupa video hingga hasil autopsi terungkap ke publik.

"Kok tiba-tiba ini, 8 bulan kemudian tahu-tahu bebas. Kita semua kaget," kata Mahfud di kanal Youtube Mahfud MD Official, Selasa (30/7/2024).

Ia menduga putusan tersebut bisa terjadi karena tiga hal.

Pertama, kata dia, karena hakimnya tidak profesional.

Hal tersebut terindikasi dari bagaimana bukti-bukti penganiayaan yang belakangan mengakibatkan Dini tewas telah ditunjukkan di pengadilan.

Mahfud memandang secara akal sehat masyarakat bisa meyakini dengan jelas peristiwa penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada Dini tersebut telah terjadi.

Akan tetapi, kata dia, hakim memiliki penafsiran berbeda dengan akal sehat masyarakat terkait penyebab kematian Dini.

Baca juga: Ibu dan Anak Ditemukan jadi Kerangka di Bandung : Ada Sosok Pria pada Curhatan di Dinding Rumah

Baca juga: Sebut Dedi Mulyadi Cari Popularitas dalam Kasus Vina, Hotman Paris: Aku juga Bingung Sama Itu Orang

"Dugaan orang hakimnya tidak profesional. Bisa ya, bisa tidak. Ini bagian dari ironi penegakan hukum kita.

Bisa saja memang hakimnya nggak benar. Semua orang tahu, public common sense kan sudah jelas bahwa itu ada penyiksaan, ada luka, ada autopsi dan sebagainya yang kemudian ditunjukkan di pengadilan," kata dia.

"Tetapi itu ditafsirkan oleh hakim itu tidak menyebabkan kematian, bukan itu yang menyebabkan kematian meskipun peristiwanya benar. Ya kan.

Misalnya ada bahwa pendarahan itu tidak selalu menjadi penyebab kematian. Tetapi peristiwa kenapa pendarahan itu terjadi kan sudah ada," sambung dia.

Kemungkinan kedua, kata Mahfud, putusan itu disebabkan konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum kurang cermat.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved