Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Viral

Supriyani Mendadak Diserang OTK, Mobil yang Ditumpangi Sang Guru Ditembak, Pelaku Lari ke Semak

Kuasa Hukum Supriyani mengatakan mobil yang ditembak OTK memang sering ditumpangi guru Supriyani untuk perjalanan ke pengadilan.

Editor: Muhammad Ridho
istimewa
Supriyani, guru SDN 4 Baito, Konawe Selatan, Sultra haru mendapat dukungan dari kolega guru dan PGRI dalam kasus dugaan penganiyaan terhadap siswanya. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Mobil camat Baito, Sudarsono yang membantu guru Supriyani ditembak Orang Tak Dikenal (OTK) saat proses sidang sedang berlangsung.

Teror ini terjadi Senin (28/10/2024) bersamaan dengan sidang lanjutan yang harus dijalani guru Supriyani di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Dalam sidang tersebut kuasa hukum guru honorer Supriyani membacakan eksepsi atas dakwaan kasus penganiayaan siswa kelas 1 SD yang juga anak polisi tersebut.

Diketahui, Camat Baito membantu menyediakan tempat tinggal untuk guru Supriyani usai penahanannya ditangguhkan oleh majelis hakim PN Andoolo.

Supriyani dan keluarga untuk sementara tinggal di rumah Camat Baito agar tak mendapat intervensi.

Saat menjalani sidang di PN Andoolo, guru Supriyani menumpangi mobil dinas Camat Baito.

Bersamaan dengan jalannya sidang kasus dugaan guru honorer pukul anak polisi itu, mobil dinas Camat Baito ditembak orang tak dikenal (OTK) saat melintas di depan SDN 3 Baito.

Camat Baito, Sudarsono, menyatakan kaca mobil Camat Baito ditembak OTK itu pecah saat dikemudikan Kepala Desa, Ahwang Guluri.

"Dari arah SDN 3 Baito, ke rumah, kejadiannya di jalan (Desa Baito). Saya juga belum tahu, saya belum pastikan (pelaku penembakan)," ucapnya, Senin, dikutip dari Tribunnews Sultra.

Kuasa Hukum Supriyani, Andre Dermawan mengatakan mobil dinas Camat Baito yang ditembak OTK memang sering ditumpangi guru Supriyani untuk perjalanan ke pengadilan.

Ia menduga peristiwa itu ada hubungannya. Oleh karena itu, Andre Darmawan akan melaporkan aksi teror tersebut.

Meski tak ada korban luka dan korban jiwa, aksi penembakan mengakibatkan kaca mobil bagian tengah retak.

“Tadi ini ada insiden, jadi mobil dinas Pak Camat Baito yang biasa dipakai untuk Supriyani dalam proses sidang ditembak dan ini kami sedang identifikasi,” tuturnya.

Ia menjelaskan Supriyani tak ada dalam mobil. Saat itu mobil melaju ke Kantor Camat Baito.

"Saat itu Pak Desa Baito sedang mengemudikan mobil tiba-tiba mendengar suara bunyi yang sangat keras. "

"Setelah itu dia keluar dan melihat ada OTK berbaju putih lari ke semak-semak. Tapi pelakunya tidak didapat," lanjutnya.

Pihaknya belum dapat memastikan aksi teror ini berkaitan dengan kasus yang sedang dihadapi Supriyani.

"Kita lihat memang tidak kondusif Supriyani tinggal di rumahnya. Jadi kita bawa di rumah Pak Camat Baito agar menghindari kejadian yang tidak diinginkan," terangnya.

Terkait sidang yang dijalani Supriyani, Andri Darmawan meminta majelis hakim melanjutkan proses sidang hingga pokok perkara.

"Kenapa kami ingin lanjut ke pokok perkara? Karena kami ingin membuktikan, kalau ibu Supriyani tidak bersalah dan telah dikriminalisasi. Kami ingin buktikan itu," tegasnya.

Jika Supriyani dinyatakan tidak bersalah dalam persidangan, pihaknya meminta pelapor untuk diperiksa.

"Kalau ibu Supriyani tidak terbukti bersalah, dan telah dikriminalisasi, supaya oknum-oknum tersebut yang telah membuat supriayani tersangka, membuat Supriyani ditahan. Itu harus dipertanggung jawabkan."

"Secara administratif misalnya, sanksi etik, termasuk sanksi pidana itu yang kami inginkan," pungkasnya.

Aipda Wibowo Hasyim dan istrinya Stres

Kasus guru honorer Supriyani hingga kini terus bergulir dan menuai rasa penasaran dari publik. 

Beredar rumor bahwa Supriyani dimintai uang damai senilai Rp 50 juta oleh orang tua murid, Aipda Wibowo Hasyim

Namun, rumor tersebut rupanya tidaklah benar setelah dibongkar oleh sang kepala desa (Kades). 

Pasalnya, uang damai RP 50 juta tersebut muncul dari insiatif pihak kades dan Supriyani sendiri. 

Dari awal, Aipda Wibowo Hasyim bahkan secara terang-terangan menegaskan tidak pernah meminta uang damai pada Supriyani. 

Aipda Wibowo Hasyim hanya berusaha untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya yang diduga dianiaya oleh Supriyani. 

Namun, sejak kasus ini mulai bergulir hingga Supriyani ditetapkan sebagai tersangka, tak kunjung menemukan titik terang. 

Pasalnya, Supriyani menolak untuk melakukan mediasi dengan keluarga korban. 

Ia tetap bersikeras tak melakukan tindak penganiayaan pada muridnya seperti yang ditudingkan. 

Kendati demikian, kini Aipda Wibowo Hasyim dan istrinya mengaku alami setres lantaran perjalanan kasus yang tak kunjung menemui titik terang. 

Hal itu diungkap oleh kuasa hukum Aipda Wibowo, Laode Muhram Naadu, Senin, (28/10/2024).

"Kondisi Aipda WH, bersama istrinya sekarang sangat tertekan dengan isu uang 50 juta yang dibawa dalam kasus ini. Itu fitnah yang sangat keji," ujarnya melalui telepon, Minggu (27/10/2024) malam.

Muhram Naadu yang menemui kliennya bahkan menyebut Aipda WH dan keluarga sudah jarang bersosialisasi dengan warga setempat karena kasus guru viral tersebut.

"Mereka sekarang agak tertutup, bahkan mengaku pusing dan stres karena pemberitaan yang tidak berimbang. Karena mereka sudah jadi korban terus di fitnah lagi," ungkapnya.

Supriyani Disebut Playing Victim 

Supriyani seorang guru hononer diduga playing victim soal uang damai senilai Rp 50 juta.

Awalnya Rokiman terlebih dahulu memperkenalkan diri serta jabatannya sebagai kades di Desa Wonoua Raya.

Setelah itu ia kemudian menceritakan soal awal munculnya uang damai Rp 50 juta. 

Kata Rokiman, ia sebagai pemerintah desa berinisiatif untuk mencoba melalukan mediasi.

Karena sebagai tokoh masyarakat ia tak tega melihat masalah yang menimpa warganya. 

Rokiman pun kemudian mencoba melakukan mediasi dengan cara diadakannya 'uang damai' untuk mendamaikan guru dan orangtua murid yang merupakan polisi.

"Saya sebagai pemerintah merasa bagaimana dengan warga saya. Saya  mencoba untuk memediasi sendiri. Menawarkan opsi itu," katanya, melansir dari Tribun Sultra.

"Yang pertama dari angka 20 sampai 30 namun jangankan 20. Lima puluh kalau pihak korban tidak mau damai atau mencabut tidak akan selesai," jelasnya menambahkan.

Kata Rokiman angka itu merupakan inisiatifnya dan mencoba menyampaikan kepada Supriyani.

"Inisiatif dari saya selaku pemerintah karena melihat warga saya ibalah, jadi saya coba berupaya," ujarnya.

"Kemudian saya menyampaikan kepada ibu supriyani soal opsi ini (rp50 juta) kemudian ibu Supriyani terdiam. Memang mutlak itu dari kami," katanya menambahkan.

Sementara itu, guru Supriyani sebelumnya mengaku bila dirinya dipaksa mengaku telah memukul muridnya, meminta maaf, dan dimintai uang damai Rp 50 juta oleh orang tua anak itu.

Supriyani kemudian dilaporkan ke Polres Konawe Selatan setelah tidak sanggup membayar uang damai Rp 50 juta.

Aipda WH, ayah korban, membantah telah meminta uang kepada Supriyani.

“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu (Rp 50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” katanya.

Selain itu, Aipda WH menegaskan Supriyani dalam proses mediasi sempat mengaku telah menganiaya D.

Pernyataan tersebut muncul dalam proses mediasi pertama dan kedua.

“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama (mengakui)," ucap Aipda WH.

Keterangan Aipda WH berkebalikan dengan pengakuan Kastiran (38), suami Supriyani.

Kata Kastiran, Supriyani dimintai uang damai sebanyak Rp 50 juta oleh pihak keluarga korban.

Namun, Supriyani tidak mampu membayarnya.

"Diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai," kata Kastiran.

"Kami mau dapat uang di mana? Saya hanya buruh bangunan."

Kastiran juga membantah istrinya telah melakukan penganiayaan.

Supriyani mengaku saat kejadian berada di kelas lain.

( Tribunpekanbaru.com / Tribunbengkulu )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved