Hukum Mengucapkan Selamat Natal Bagi Umat Islam Menurut UAS, UAH, Buya Yahya dan Habib Jafar

Inilah Hukum Mengucapkan Selamat Natal menurut Ustaz Abdul Somad, Ustaz Adi Hidayat, Buya Yahya hingga Habib Jafar .

Editor: Muhammad Ridho
kolase
Hukum Mengucapkan Selamat Natal Bagi Umat Islam Menurut UAS, UAH, Buya Yahya dan Habib Jafar 

“Di luar negeri, misalnya, ulama-ulama Al-Azhar mengucapkan selamat Natal. Habib Ali Al-Jufri juga mengatakan bahwa beliau membolehkan mengucapkan selamat Natal dan akan mengucapkan selamat Natal,” ungkapnya.

Menurut Habib Ja’far, tujuan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani adalah menjaga hubungan muamalah sesama manusia agar semakin harmonis.

“Karena Allah katakan bahwa kita harus lebih baik dari umat agama lain. Ketika mereka mengucapkan selamat Idul Fitri, maka kita juga harus mengucapkan selamat Natal ketika kita merayakan hari mereka,” imbuhnya.

Habib Ja’far menyimpulkan, hukum mengucapkan selamat Natal bagi seorang Muslim boleh-boleh saja sebagaimana pendapat sebagian ulama yang membolehkannya. Dengan catatan, tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan dalam hal ini yang diyakini umat Islam adalah nabi, yaitu Nabi Isya.

“Jadi bagi saya untuk menjaga hubungan baik dengan umat beragama lain perlu kiranya kita mengucapkan selamat Natal,” tandasnya. 

Menurut Buya Yahya

Buya Yahya mendapat pertanyaan soal hukum mengucapkan selamat Natal dari jemaahnya. Sebelum menjawabnya, Buya Yahya mengajak jemaahnya untuk memahami makna toleransi. Menurut Buya Yahya, sebenarnya dalam Islam tidak mengenal toleransi, yang ada adalah kewajiban.

“Kalimat toleransi itu begini sebetulnya, ‘Anda sebetulnya gak boleh masuk ke sini karena Anda bukan pegawai sini. Ya karena satu hal jadi boleh.’ Enak gak? Gak enak. Itu toleransi, itu sebetulnya Anda gak boleh masuk karena satu hal jadi boleh,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.

“Tapi dalam Islam gak ada toleransi, adanya kewajiban. Misalnya, tetangga sakit kita wajib ngasih bukan irama toleransi. Tetangga Nasrani yang sakit wajib kita kasih makan, kita kasih obat. Kalau tetangga Nasrani lapar kita wajib ngasih makanan,” tutur Buya Yahya mencontohkan.

“Jadi bukan toleransi (tapi) kewajiban. Yang ada dalam Islam lebih tinggi (derajatnya) dari toleransi, tapi kewajiban,” sambungnya.

Namun, kata Buya Yahya, banyak orang yang sudah menggunakan istilah toleransi. Istilah toleransi juga berlaku di Indonesia untuk merujuk sikap toleran terhadap perbedaan.

Menurut Buya Yahya, toleransi bukanlah sesuatu yang memaksa. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang memaknai toleransi dengan baik.

“Toleransi itu jangan paksa orang lain untuk ikuti kamu, itulah toleransi. Kita harus paham makna toleransi. Jadi gara-gara salah memaknai toleransi, salah (juga) dalam penerapannya,” ujarnya.

Buya Yahya mencontohkan, ketika seorang Muslim mengadakan acara hari raya Idul Fitri, maka Muslim tersebut jangan memaksakan karyawan lain yang Nasrani untuk mengucapkan hariraya atau memberi bingkisan. Contoh lainnya, memaksa Nasrani ikut pengajian karena kerja di wilayah Muslim.

“Jadi toleransi itu jangan dipaksa dia untuk ikut. Dan ingat, Anda pun gak boleh maksa kaum minoritas ikuti Anda dalam urusan keagamaan,” katanya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved