Mengapa Harga Kelapa Mahal dan Langka? Mendag Budi Santoso: Pengusaha Milih Ekspor

Mengapa harga kelapa mahal dan keberadaannya langka? Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pun angkat bicara.

|
Editor: Ariestia
Tribunnews.com/Endrapta Pramudhiaz
HARGA KELAPA - Mengapa harga kelapa mahal dan keberadaannya langka? Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pun angkat bicara, Senin (21/4/2025). Foto Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkap ada 66 perusahaan yang mencurangi penjualan minyak goreng Minyakita, Kamis (13/3/2025). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Mengapa harga kelapa mahal dan keberadaannya langka?

Mungkin pertanyaan ini menjadi bahan pemikiran bagi banyak orang terutama emak-emak yang membutuhkannya untuk memasak.

Akhir-akhir ini masyarakat mengeluh harga kelapa yang sangat mahal.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pun angkat bicara.

Ia mengungkapkan alasan mengapa harga kelapa mahal di pasaran dan stoknya langka.

Menurut dia, saat ini pengusaha memilih mengekspor kelapa karena permintaan dari global sedang meningkat, terutama dari China.

Dengan permintaan global sedang meningkat, sedangkan harga jual di dalam negeri murah, pengusaha akhirnya memilih menjualnya ke luar negeri.

"Itu kelapa naik harganya karena ekspor. Ekspor ke China, jadi harganya naik. Sementara industri dalam negeri kan belinya dengan harga murah, sehingga eksportir kan lebih suka berjual. Jadinya langka gitu kan. Nah sekarang kami mau cari solusinya," kata Budi kepada wartawan di Jakarta, dikutip Senin (21/4/2025).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan sudah mempertemukan eksportir dengan pelaku usaha industri.

Dalam pertemuan tersebut, moratorium ekspor menjadi satu dari sekian pembahasan.

Budi mengatakan pemerintah dan pengusaha tengah mencari solusi terbaik.

"Kami ketemu dulu biar tahu maunya seperti apa. Jangan sampai nanti salah satu dirugikan. Kemarin sudah [bertemu], tetapi belum ada kesepakatan. Nanti kami cari solusi yang terbaik," ujar Budi.

Harga Kelapa Jadi Sorotan

Belakangan ini, kenaikan harga kelapa sedang menjadi sorotan.

Kelapa menjadi komoditas yang sulit didapatkan masyarakat di berbagai wilayah di Provinsi Riau saat ini. 

Padahal bumi lancang dikenal sebagai daerah penghasil kelapa.

Payahnya lagi di berbagai Kabupaten dan Kota di Riau komoditasnya sulit didapat.

Seperti di daerah Rokan Hilir, dan Rokan Hulu, masyarakat setempat mengeluhkan komoditas ini.

Maret lalu saja untuk harganya satu kelapa ukuran kecil di tingkat pengecer di Pekanbaru dijual dengan harga Rp 12 ribu.

Sedangkan ukuran besar harganya mencapai Rp 15 ribu.

Di Pasar Kejambon, Tegal, Jawa Tengah, harga kelapa parut melambung tinggi hingga Rp 40 ribu per kg.

"Mahal banget, padahal ini buat jualan. Satu kilogram harganya Rp 40 ribu, padahal biasanya Rp 7.000- Rp 8.000," kata Kasmini, warga Mejasem Tegal, kepada tribunjateng.com, Selasa (15/4/2025).

Pedagang kelapa parut, Somirin (70) mengungkapkan, kelapa hingga saat ini masih langka.

Ia sendiri kekurangan stok. Dari yang biasanya sebulan bisa menstok sampai 1.000 butir, kini pengiriman per 200 butir jika ada.

"Malah lebih mahal sekarang. Saya lebaran jual Rp 35 ribu per kilogram, sekarang Rp 40 ribu per kilogram. Untuk yang per butir harganya Rp 20 ribu," ungkapnya.

Somirin mengatakan, kenaikan harga ini sudah bertahan dua bulan sejak sebelum Ramadan.

Saat normal harga kelapa parut per kilogramnya hanya Rp 20 ribu.

Kemudian yang dijual per butir hanya sekira Rp 8.500- Rp 9.000.

"Penjualan di masyarakat juga menurun. Saya biasanya jual 100 butir per hari, kini hanya sekira 70 butir," jelasnya.

Sementara itu, di Purwakarta, Jawa Barat, kelapa parut biasanya dijual seharga Rp8 ribu per butir, kini kelapa parut ukuran besar menembus angka Rp25 ribu per butir.

Kenaikan harga ini tak hanya dikeluhkan pembeli, tapi juga pedagang yang mengalami penurunan omzet drastis hingga 50 persen.

Pantauan Tribunjabar.id di Pasar Rebo, Rabu (16/42025), menunjukkan lonjakan harga yang sudah mulai terasa sejak menjelang Lebaran, namun kini kian tak terkendali.

Pembeli, terutama pelaku UMKM seperti penjual kue tradisional, kelimpungan karena tak bisa mengurangi penggunaan kelapa demi menjaga kualitas rasa.

"Mau tidak mau tetap beli meski mahal. Kalau takaran dikurangi, rasa kue bisa berubah dan pelanggan kecewa," ujar Yayah, salah satu penjual kue di Purwakarta, Rabu (16/4/2025).

Menurut pedagang, mahalnya harga kelapa parut disebabkan oleh minimnya pasokan.

Mereka harus bersaing dengan sesama pedagang, bandar, hingga pabrik pengolahan yang juga membutuhkan kelapa dalam jumlah besar.

Saat ini, kelapa ukuran kecil dijual Rp15 ribu per butir, sementara ukuran besar tembus Rp25 ribu.

"Biasanya bisa jual sampai 700 butir per hari, sekarang maksimal cuma 400. Omset turun hampir setengahnya," kata Sopyan, pedagang kelapa di Pasar Rebo.

Baik pedagang maupun pembeli berharap harga kelapa segera kembali stabil agar roda usaha dan konsumsi masyarakat tidak terganggu lebih lama. 

(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved