Sistem Barcode Jaga Keadilan Distribusi BBM di Riau, Pakar Ekonomi: Efisien dan Tepat Sasaran

Penerapan sistem barcode untuk pembelian bahan bakar bersubsidi jenis Pertalite di Provinsi Riau dinilai cukup berhasil dan tepat sasaran

Editor: FebriHendra
Foto/Humas Pertamina
BARCODE - Penerapan sistem barcode untuk pembelian bahan bakar bersubsidi jenis Pertalite di Provinsi Riau dinilai cukup berhasil dan tepat sasaran. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Penerapan sistem barcode untuk pembelian bahan bakar bersubsidi jenis Pertalite di Provinsi Riau dinilai cukup berhasil.

Kebijakan ini tidak hanya menertibkan distribusi, tetapi juga meningkatkan ketepatan sasaran penyaluran.

Konsumen mengaku lebih tenang karena ketersediaan BBM lebih stabil dan proses pembelian menjadi lebih jelas dan teratur.

Siti Marlina, warga Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan, menyebut sistem ini mempermudah akses pembelian Pertalite.

Ia mengaku hanya butuh beberapa hari untuk mendapatkan barcode setelah mendaftar dengan KTP dan STNK. 

"Awalnya dulu saya sempat khawatir akan susah isi BBM, tapi ternyata setelah pakai barcode malah lebih cepat dan aman. Di SPBU dekat rumah juga pelayanannya jadi lebih teratur," ungkapnya kepada Tribun.

Rendi Saputra, warga Kecamatan Rumbai, juga mengaku terbantu. Ia yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi ojek online merasakan perbedaan signifikan.

"Sekarang SPBU jadi lebih tertib. Saya jarang lihat antrean panjang kayak dulu. Sistem barcode ini kayaknya bikin orang takut untuk nakal karena semua terdata," ujarnya.

Hal senada disampaikan Andi Rijal, warga Kecamatan Payung Sekaki. Ia menilai sistem ini sebagai solusi yang adil untuk semua kalangan.

"Asal kita ikut aturan, daftarin kendaraan sesuai prosedur, pasti dapat. Jadi nggak ada lagi cerita orang-orang nakal beli BBM pakai jeriken untuk dijual lagi," imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut, pakar ekonomi dari Universitas Riau, Prof HB Isyandi, menyatakan bahwa sistem barcode adalah langkah maju dalam pengelolaan distribusi bahan bakar bersubsidi.

Ia mengapresiasi langkah pemerintah dan Pertamina yang telah menciptakan sistem yang menyentuh aspek efisiensi sekaligus keadilan.

"Kita pertama-tama perlu berterima kasih kepada pemerintah, terutama Pertamina, karena sudah membangun sistem distribusi yang makin tertata. Barcode ini bukan sekadar alat verifikasi, tapi bagian dari sistem yang lebih besar untuk menjamin pertumbuhan ekonomi lewat distribusi energi yang efisien," ujar Prof Isyandi.

Menurutnya, sistem ini bukan hanya tentang pengendalian pembelian Pertalite, tapi juga mencerminkan upaya menjaga keseimbangan antara efisiensi ekonomi dan keadilan sosial.

"Kadang, keadilan dan pemerataan bisa berseberangan. Tapi lewat sistem ini, pemerintah mencoba memadukan keduanya. Harga BBM disamaratakan di Indonesia. Keadilan sosial ini langkah luar biasa," tegasnya.

Prof Isyandi juga menilai bahwa implementasi barcode di Provinsi Riau tergolong sukses. Ia menyebut masyarakat Riau tergolong patuh dalam menjalankan aturan ini.

"Dari survei lapangan saya, masyarakat Riau cukup tertib. Mereka mendaftarkan diri secara mandiri, mengisi data kendaraan, menyertakan STNK dan KTP, bukti pajak dan lainnya, lalu barcode sebagai hak mereka diberikan. Itu artinya ada kesadaran bersama untuk menjaga ketertiban," ulasnya.

Kepatuhan masyarakat, menurutnya, menjadi fondasi penting bagi kelancaran distribusi. Hal ini terbukti dari tidak adanya gejolak kelangkaan BBM di Riau dalam beberapa waktu terakhir.

"Ekonomi berjalan lancar, pola konsumsi tetap terjaga, distribusi pun tidak terganggu. Ini menunjukkan sistem barcode memberikan dampak yang nyata terhadap kestabilan perekonomian daerah," tambahnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tantangan ke depan bukan lagi pada sistemnya, tetapi pada ketersediaan kuota BBM.

"Selama SPBU dan Pertamina konsisten menyediakan bahan bakar, saya yakin masyarakat akan terus patuh. Jangan sampai barcode sudah jalan bagus, tapi kuota Pertalite-nya dikurangi. Itu bisa jadi masalah baru," ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya perluasan sistem ini secara merata ke seluruh pelosok, termasuk luar kota.

"Saya melihat sendiri, di daerah seperti Bengkalis, Siak, Tembilahan, semua SPBU tetap punya stok Pertalite tanpa kekurangan. Tidak ada keluhan berarti dari masyarakat. Jadi kita bisa simpulkan bahwa barcode ini bukan hanya diterima, tapi juga dijalankan dengan baik oleh semua pihak," ujar Prof Isyandi.

Ia juga mengatakan bahwa dengan sistem ini, peluang penyalahgunaan BBM bersubsidi semakin kecil.

"Kalau masih ada yang bilang Pertalite salah sasaran setelah barcode diterapkan, saya rasa itu hanya kasus kecil dan tidak mewakili keseluruhan. Yang penting sekarang, barangnya tersedia, masyarakat tahu hak dan kewajibannya, dan distribusi bisa dikontrol. Ini contoh tata kelola energi yang patut diapresiasi," tuturnya. (Tribunpekanbaru.com/Alexander)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved