Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Sudah Beroperasi 7 Tahun, Mengapa Tambang Nikel Raja Ampat Baru Ditolak Sekarang? Ini Kata DPR RI

Warga setempat juga menolak tambang itu karena tidak mendapatkan keuntungan yang sepadan, yakni diberi Rp 10 juta per tahun.

Editor: Muhammad Ridho
Foto/Kolase/Tribun Sorong/Dok Auriga Nusantara via Wartakota
TAMBANG NIKEL - Tagar #SaveRajaAmpat bergema di media sosial sebagai bentuk protes terhadap aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Belakangan ini tagar #SaveRajaAmpat bergema di media sosial sebagai bentuk protes terhadap aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat.

Warga setempat juga menolak tambang itu karena tidak mendapatkan keuntungan yang sepadan, yakni diberi Rp 10 juta per tahun.

Ternyata tambang tersebut sudah mulai beroperasi pada tahun 2018, namun baru diprotes di 2025.

Artinya, sudah tujuh tahun tambang tersebut beroperasi, namun baru diprotes dan heboh.

Aktivitas pertambangan disoroti, dinilai bisa menjadi ancaman terhadap kelestarian lingkungan hidup di wilayah sekitar.

Hal senada juga disampaikan oleh anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Robert Joppy Kardinal.

Robert Joppy termasuk orang yang kontra dengan aktivitas pertambangan nikel ini.

Menurutnya, aktivitas tambang bisa merusak ekosistem laut di sekitar Raja Ampat.

“Tidak boleh (ada pertambangan), karena namanya konservasi."

"Waktu mereka melakukan pemuatan, pasti ada yang jatuh ke laut. Itu berarti kawasan konservasinya terganggu,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Sabtu (7/6/2025).

Robert lantas menyoroti minimnya manfaat ekonomi yang dirasakan warga sekitar tambang nikel di Raja Ampat.

Berdasarkan kunjungannya ke Distrik Waigeo Barat Kepulauan pada Maret dan April lalu, Robert menyebut warga setempat menolak tambang karena tidak mendapatkan keuntungan yang sepadan.

“Masyarakat hanya dapat bantuan Rp10 juta per tahun. Ini kan tidak ada manfaat. Yang bekerja, semua orang dari luar,” ungkapnya.

Robert menegaskan keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan tambang sangat minim, baik sebagai tenaga kerja maupun kontraktor.

Sebagian besar pekerja dan pihak yang terlibat justru berasal dari luar daerah, bahkan dari Jakarta.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved