TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sejumlah pengungkapan kasus narkoba yang dilakukan aparat kepolisian maupun BNN, khususnya di Provinsi Riau, mengungkap fakta terkait indikasi keterlibatan narapidana.
Bahwa banyak dari para warga binaan tersebut, disebut-sebut menjadi pengendali peredaran barang haram.
Padahal mereka sedang menjalani masa hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Misalnya pengungkapan kasus yang baru-baru ini dilakukan jajaran Direktorat Tindak Pidana (Dittipid) Narkoba, Bareskrim Polri di Kota Pekanbaru.
Polisi mengamankan 2 orang tersangka, yang salah satunya adalah oknum petugas Polsuspas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Kota Bertuah bernama Wandi (39).
Aparat juga menangkap kurir bernama Joko (29).
Adapun total barang bukti yang disita, yaitu sabu seberat 2 kg dan happy five sebanyak 1.970 butir.
Baca juga: Mobil Kabur Saat Akan Diperiksa, Petugas Pos Cek Poin di Kuansing Temukan Diduga Narkoba Jenis Sabu
Baca juga: Mau Kelabui Polisi Tapi Gagal, Pengedar Narkoba di Inhil Ketahuan Buang Barbuk ke Bawah Jembatan
Baca juga: Pegawai Kemenkum HAM Ditangkap Bareskrim Polri di Riau, Terlibat Sindikat Narkoba Internasional
Berdasarkan hasil pengembangan diketahui, jaringan di atasnya diduga melibatkan seorang narapidana bernama Sugeng.
Dialah yang diduga menjadi pengendali dan terhubung dengan seseorang bernama Fendi, sindikat yang berada di Malaysia.
Masih tentang indikasi keterlibatan narapidana pengendali narkoba ini, aparat kepolisian dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau pernah bersitegang dengan petugas dari Lapas Kelas IIA Pekanbaru.
Peristiwa ini terjadi saat polisi mendatangi Lapas tersebut, guna kepentingan pengembangan kasus narkotika jaringan internasional, pada Kamis (29/10/2020).
Saat itu, tim Ditres Narkoba Polda Riau berencana akan memeriksa seorang narapidana yang berada dalam Lapas Pekanbaru, yang diduga menjadi pengendali peredaran barang haram.
Sempat terjadi adu mulut antara polisi dengan petugas Lapas tersebut.
Pasalnya, setelah menunggu cukup lama, tim Ditres Narkoba Polda Riau tak kunjung diperkenankan masuk untuk memeriksa narapidana tersebut oleh petugas Lapas. Alhasil, tim pun kembali ke markas tanpa hasil.
"Kita akan melakukan pengembangan terhadap orang (Napi) yang diduga, yang akan kita ambil keterangannya. Kita sudah hampir satu jam, kita tidak digubris," kata Kasubdit I Ditres Narkoba Polda Riau, AKBP Hardian Pratama, yang memimpin tim ke Lapas Pekanbaru.
Namun disebutkan Hardian, pihaknya dihubungi kembali, kali ini langsung oleh Kakanwil Kemenkumham Riau, Ibnu Chuldun sekira pukul 21.30 WIB.
"Beliau (Kakanwil Kemenkumham Riau, red) langsung mengawasi jalannya pemeriksaan terhadap Napi yang ingin kita periksa. Alhamdulilah sudah berjalan sesuai yang kita inginkan," tutur Hardian, Jumat (30/10/2020) pagi.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenkumham Riau, Ibnu Chuldun, juga angkat bicara mengenai permasalahan yang terjadi di jajarannya itu, dengan pihak kepolisian.
Ibnu menuturkan, dirinya berkoordinasi dengan Kapolda Riau, Irjen Agung Setya Imam Effendi langsung melalui telfon.
"Kapolda Riau sangat memahami dan memaklumi dinamika yang terjadi di lapangan. Sejak pukul 20.00 WIB kami sudah melakukan pengecekan langsung terhadap rekaman CCTV di Lapas," jelas Ibnu.
Ia melanjutkan, dari pengecekan CCTV, diketahui bahwa tim Ditres Narkoba Polda Riau telah diterima diruang portir pintu pengamanan utama (P2U).
Namun karena menunggu pejabat Lapas berwenang yang belum datang, maka tim Ditres Narkoba Polda Riau meninggalkan Lapas.
Pukul 21.30 WIB, tim Ditres Narkoba Polda Riau tiba kembali di Lapas.
Proses peminjaman warga binaan untuk kepentingan pemeriksaan pun akhirnya bisa dilaksanakan.
Terkait keberadaan narapidana yang diduga mengendalikan peredaran narkoba ini, pengamat hukum pidana, Dr. Erdianto Effendi menuturkan, perlu ada tindakan cepat dari pejabat berwenang di jajaran Kemenkumham.
"Jika ada info begitu, perlu segera ada tindakan cepat dari pejabat berwenang, Kakanwil Kemenkumham, Dirjen Pas hingga Menkumham. Perlu ketegasan segera menindaklanjuti info tersebut," katanya, Sabtu (31/10/2020).
"Jika info itu benar, maka penanggulangan narkotika sesungguhnya jadi lebih mudah karena terpusat di satu titik. Tinggal dibutuhkan keberanian dan ketegasan pihak terkait. Beri akses masuk BNN dan kepolisian, jangan ada toleransi pada kejahatan narkotika," sambung dia.
Disebutkan Erdianto, selain itu, harus segera dipisahkan antara narapidana kasus narkotika dengan narapidana kasus lainnya.
"Ambil langkah-langkah darurat, namun tepat sasaran dan terukur," tuturnya.
Disinggung soal dugaan para narapidana yang mengendalikan narkoba bisa mengakses komunikasi lewat handphone, Erdianto memberikan jawaban tersendiri.
Dipaparkannya, menurut 10 prinsip pemasyarakatan, narapidana hanya kehilangan kemerdekaan, tidak hak yang lain.
"Berkomunikasi termasuk bagian dari hak itu, tapi harus diawasi dan dibatasi. Misalnya sekedar berkomunikasi dengan keluarga, penasehat hukum atau rohaniawan, bukan bebas sebebasnya apalagi sampai harus transaksi narkotika," pungkasnya.
(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)