TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Jembatan Maredan di kecamatan Tualang, kabupaten Siak menjadi objek wisata dadakan.
Banyak warga sekitar menjadikan jembatan bernama Sultan Syarif Hasyim ini tempat nongkrong dari sore hingga malam hari.
Perilaku tersebut diikuti pula pengendara yang melintas. Akibatnya di sisi kanan dan kiri badan jembatan banyak kendaraan parkir.
Warga dan para pengendara menyempatkan diri berfoto-foto di jembatan itu. Sementara truk-truk terus melintas.
Pada bulan Ramadan ini, jembatan juga menjadi tempat ngabuburit.
Detik-detik waktu berbuka tiba, warga kembali ke rumah masing-masing dan meninggalkan jembatan itu.
Setelah berbuka, warga terlebih anak-anak muda kembali berdatangan untuk sekadar nongkrong di jembatan itu.
Jembatan Sultan Syarif Hasyim atau lebih dikenal jembatan Maredan merupakan penghubung kota Perawang dengan kota Siak, yang membentang sepanjang 1.474 meter dengan lebar 12,7 meter.
Bentangan jembatan yang melengkung membuatnya lebih tinggi dari permukaan yang ada di sekitarnya.
Berada di atas bentangan jembatan ini benar-benar menghamparkan pemandangan luas dan jauh.
Jembatan ini dibangun pada 2005 dan selesai pada 2011 silam.
Sedikitnya menghabiskan Rp 191 miliar untuk membangun jembatan ini, yang berusmber dari APBD provinsi Riau dan APBD kabupaten Siak dengan komposisi 70 persen dan 30 persen.
Secara teknis, jembatan ini tipe Balance Box Wilder yang memiliki bentang terpanjang 382 meter.
Konon, menjadi salah satu bentang jembatan terpanjang di Asia Tenggara.
Uniknya, meski jembatan sudah difungsikan sejak 2011 lalu namun kapal Roro yang ada di bawah jembatan ini tetap masih berfungsi.
Kapal roro ini khusus melayani truk-truk pegangkut kayu bahan baku kertas ke pabrik. Sebab truk-truk pengangkut kayu itu dilarang lewat di jembatan karena dinilai membahayakan pengendara lain.
Meski demikian, kondisi saat ini tidak sesuai dengan ekspektasi. Sampah bertebaran, dan permukaan yang berlubang. Selain itu suar muai jembatan juga merenggang yang dapat membahayakan pengendara. Ditambah lagi dengan banyaknya warga yang mejeng di jembatan ini.
“Asik aja nongkrong di sini, pemandangannya luas dan angin sepoi-sepoi, jadi cocoknya untuk ngabuburit,” kata Rahman, pria yang biasa nongkrong di jembatan itu, Selasa (26/3/2024).
Rahman juga lebih sering nongkrong sambil ngabuburit dan setelah berbuka puasa.
Warga kota Perawang justru mengajak teman-temannya menghabiskan waktu nongkrong di jembatan ini.
“Kalau ngabuburit itu asiknya pas detik-detik mau berbuka jadi tergesa-gesa pulang, ya pacu-pacu gitulah biar sampai di rumah sirine berbuka langsung berbunyi, kalau ga pacu motornya jadi keduluan sirinenya,” ujar remaja 17 tahun itu.
Ia sering datang bersama 4 bahkan sampai 6 temannya. Sedikitnya ada 2 atau 3 sepeda motor. Mereka memarkir sepeda motornya di pinggir dan nongkrong di sana.
“Kalau malam di bulan puasa ini sambil minum-minum dan merokok, sampai pukul sembilan malam pulang, hanya untuk ngilangin suntuk aja Bang,” katanya.
Ramainya orang datang ke jembatan ini otomatis mengundang para pedagang kalilima. Tidak heran bila banyak pedagang datang, sehingga jembatan semakin ramai.
“Pedagang biasanya datang malam, kalau di luar Ramadan udah rutin banyak pedagang di sini,” kata Rio, warga lainnya yang datang ke jembatan itu.
Saat Tribunpekanbaru.com menelusuri situasi dan kondisi nongkrong jembatan tersebut, memang menyajikan pemandangan luas. Cerobong-cerobong asap pabrik kertas di kota Perawang terlihat, hamparan hijau perkebunan kelapa sawit, lalu lalang kapal di sungai Siak, serta jaringan tegangan tinggi PLN yang terpancang di tengah-tengah rimba perkembunan. Tidak hanya itu, angin sepoi-sepoi juga membuat sejuk.
Namun demikian, nongkrong di jembatan ini terasa sangat tidak nyaman dari lalu lalang truk tronton.
Sekali truk lewat, jembatan rasa bergoncang seperti gempa. Udaranya juga tidak sehat, berdebu.
Sejumlah kejadian mengerikan di jembatan Maredan ini masih terekam kuat di memori masyarakat setempat.
Kadang kala, anak-anak muda melupakan kejadian-kejadian itu. Mulai dari kecelakaan lalu lintas, serta adanya orang melompat dari atas jembatan.
Atas berbagai peristiwa di jembatan itu, Polsek Tualang bersama Satpol PP dan Dinas Perhubungan Kabupaten Siak juga telah berkali-kali merazia lokasi.
Bahkan sudah ada pelarangan untuk berjualan di jembatan itu karena dinilai membahayakan.
Kepala Unit Lalu Lintas Polsek Tualang Iptu A. Ramadhan menyebut bahwa pihaknya telah melaksakananpenertiban terhadap pedagang. Para pedagang di sana rata-rata menggunakan becak motor.
“Kami juga melarang pengendara berhenti apalagi nongkrong di jembatan ini. Ini mengakibatkan kemacetan dan ruas jalan menjadi sempit,” katanya.
Ia menjelaskan, aktivitas nongkrong dan jualan di jembatan membahayakan pengguna jalan yang melintasi jembatan itu. Selain itu penertiban yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi jembatan sesuai dengan peruntukannya.
“Kami mengimbau kepada warga, anak-anak muda, pengendara dan pedagang jangan melakukan aktivitas di atas jembatan kecuali untuk lewat, sebab adanya pedagang akan mengundang pengguna jalan untuk berhenti berbelanja sambil menikmati suasana dari atas jembatan yang cukup tinggi itu,” katanya.
Bupati Siak Alfedri juga menghimbau agar tidak menjadikan jembatan Maredan sebagai destinasi wisata. Karena jembatan Maredan dibangun untuk memperlancar akses menuju Perawang sebagai daerah industri di kabupaten Siak.
“Mari kita jaga bersama-sama kenyamanan dan keamanan berlalu lintas di jembatan Maredan, jangan sampai ada aktivitas jual beli dan menjadi objek wisata dadakan di sana, karena itu membayakan,” katanya.
( Tribunpekanbaru.com/mayonal putra)