TRIBUNPEKANBARU.COM - Iptu Rudiana diduga melakukan dua hal yang dinilai fatal, yakni terkait kesaksian palsu hingga dugaan penganiayaan terhadap terpidana kasus Vina.
Saat kejadian, 2016 silam, Iptu Rudiana masih berpangkat Aiptu dan bertugas di Unit Tindak Pidana Narkoba Polresta Cirebon.
Namun, kala itu, Iptu Rudiana diduga melakukan penyelidikan sendiri terkait kasus kematian anaknya, Eky.
Tim Kuasa Hukum terpidana Kasus Pembunuhan Vina dan Eky Cirebon yakni Hadi Saputra, Jutek Bongso mengatakan, kliennya mendapat penganiayaan oleh Iptu Rudiana saat pemeriksaan di Polda Jawa Barat.
Pernyataan itu disampaikan Jutek, saat pihaknya melaporkan Iptu Rudiana ke Bareskrim Polri.
"Dugaannya (Rudiana) memberikan keterangan tidak benar, palsu dan juga penganiayaan kemudian memberikan surat palsu dan lainnya jadi kira-kita itulah," kata Jutek saat ditemui awak media di Bareskrim Polri, Rabu (17/7/2024).
Dalam kesempatan yang sama, tim kuasa hukum lainnya yakni Rully Panggabean membeberkan soal bentuk penganiayaan yang dilakukan oleh Iptu Rudiana.
Kata dia, para terpidana termasuk Hadi mengalami kekerasan seperti diinjak hingga dipaksa menenggak air urine.
"Macam-macam ya bentuk penganiayaan yang dialami oleh klien kami dari mulai diinjak-injak, kemudian pukulan, kemudian gembok dipukulkan ke kepala sampai pecah kepalanya dan lain sebagainya," kata Rully.
"Nah itu yang menurut saya hari gini masih ada seperti itu ya tapi kita liat nanti kita uji nanti oleh penyidik apakah laporan kami ini bisa dipertanggung jawabkan atau tidak, ya tadi juga yang bilang terpidana ini disuruh minum air kencing segala," sambung dia.
Menurut dia, bentuk penganiayaan yang dilakukan oleh Iptu Rudiana sudah tidak manusiawi dan harus ada penindakan.
Atas hal itu, Rully meminta agar penyidik bisa memproses laporan pihaknya itu secara cermat.
"Jadi saya pikir laporan ini baru dugaan ya kami minta penyidik untuk polri untuk membedah ini semuanya karena masalah ini tentu rangkaian laporan yg kami lakukan," kata Rully.
"Itu semua akan jadi novum buat kami. Jadi di sini enggak ada unsur balas dendam," tandasnya.
Sebelumnya, Kubu terpidana kasus tewasnya Vina dan Eky Cirebon yakni Hadi Saputra telah secara resmi melaporkan Iptu Rudiana ke Bareskrim Polri.
Kuasa Hukum terpidana yakni Jutek Bongso yang juga merupakan anggota PERADI mengatakan, laporan tersebut sudah diterima oleh pihak kepolisian.
"Kami hari ini membuat laporan terhadap Rudiana sudah selesai dan ini laporannya, bukti tanda terima laporannya, sudah diterima," kata Jutek kepada awak media di Bareskrim Polri, Rabu (17/7/2024).
Adapun laporan tersebut teregister dengan Nomor LP/B/235/VII/2024/SPKT/BARESKRIM Polri.
Jutek menyebut, dalam membuat laporan itu, pihaknya juga turut melampirkan bukti terkait dengan penganiayaan terhadap terpidana Hadi saat diperiksa di Polda Jawa Barat.
Hanya saja, Jutek tidak dapat menampilkan bukti yang dibawa oleh pihaknya itu.
"Pengakuan, dan saksi dan ini masih ada berkasnya," kata dia.
Dengan adanya pelaporan ini, Jutek berharap pihak kepolisian dapat segera melakukan penyelidikan terhadap Iptu Rudiana.
"Jadi atas selesainya pelaporan ini kita harapkan pihak kepolisian dalam Hal ini untuk segera melakukan penyelidikan terhadap laporan yang kita berikan beserta semua bukti yang kami sampaikan," kata dia.
Jutek juga menyatakan, pelaporan ini memang baru dilakukan oleh terpidana Hadi.
Namun, dirinya menyatakan tidak menutup kemungkinan akan ada terpidana lain yang akan turut melaporkan Rudiana ke kepolisian.
"Dari enam terpidana yang lain, hari ini hanya terpidana Hadi yang melaporkan, kepada Rudiana atas perbuatan yang kami Laporkan. Peristiwanya nanti mungkin penyidik yang akan sampaikan," tandasnya.
Kronologi Penangkapan Hadi Saputra
Wulan Nur Kasana adik Hadi Saputra menceritakan perjuangan bagaimana keluarganya harus berjuang dari segi finansial dan emosional sejak penangkapan Hadi pada 2016.
Dia masih ingat betul kronologi yang memastikan kakaknya Hadi, tidak terlibat dalam peristiwa kematian dua pemuda sejoli tersebut.
“Kalau (kejadian) 2016 mah, posisi kan saya (lagi) bekerja di rumah makan."
"(Waktu itu) Saya kan shift sore, jadi saya enggak ada di rumah,” ujar Wulan.
Namun, yang Wulan ingat saat malam kejadian di tanggal 27 Agustus 2016 lalu, ia pulang kerja malam dan melihat Hadi nongkrong di rumah Pak RT.
“Pas (pulang kerja malam), saya kebetulan lewatnya dari gang rumah Pak RT."
"(Teman kerja saya) bilang, anak-anak (termasuk kakak saya Hadi) tuh ada di situ pas malam minggu. Malah, dia (teman kerja Wulan) sempat berhenti sebentar,” ucapnya.
Namun betapa kagetnya beberapa hari setelah momen itu.
Wulan dan keluarga dikejutkan dengan kabar penangkapan Hadi.
“Kaget (ada penangkapan kakak saya), posisinya saya juga lagi kerja sih. (Waktu itu), saya juga baru kerja jadi enggak pulang. Cuma lewat HP dikabarin."
"Terpukul lah (dengan kabar Hadi ditangkap, padahal tahu Hadi bukan geng motor, cuma suka nongkrong di rumah Pak RT saja),” jelas Wulan dengan nada sedih.
Kesulitan ekonomi kala itu, menambah derita keluarga Hadi
Wulan juga menceritakan bagaimana mereka sampai harus menjual rumah untuk biaya bolak-balik ke Polda.
“Iya (sempat jual rumah) karena dulu kan dari Polres sempat dibawa ke Polda."
"Jadi, kan untuk biaya ongkos bulak-balik sih."
"Yang dijual itu kan rumah depan nenek, belakangnya rumah ibu saya."
"Dua-duanya itu dijual, karena kan dulu belakangnya jalannya susah sih. Jadi dua-duanya dijual. Uangnya untuk bolak-balik ongkos,” katanya.
Tidak hanya itu, rencana pernikahan Hadi yang tinggal beberapa minggu lagi harus dibatalkan, menambah kenyataan pahit keluarga Hadi.
"Iya, (Hadi) mau nikah. Kurang lebih dua mingguan lagi. Udah persiapan semua. Kayak undangan sudah disiapin semua. Segala keperluan sudah disiapin semuanya."
"Bulan September rencana nikahnya. Nah calonnya Hadi yang kemarin mau nikah, jadi sudah nikah sama orang lain,” ujarnya.
Di akhir wawancara, Wulan hanya menyampaikan harapannya agar keadilan ditegakkan.
“Harapannya, kan orang enggak salah kan ya. Harapannya minta dibebasin,” ucap Wulan.
Kisah Hadi Saputra dan keluarganya menunjukkan bagaimana dampak sebuah kasus hukum bisa merembet ke kehidupan pribadi dan ekonomi keluarga terpidana, menambah penderitaan di luar hukuman yang diberikan pengadilan.
Sebagai informasi, terdapat delapan terpidana dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon sesuai amar putusan pengadilan.
Mereka adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal.
Saka Tatal kini telah bebas setelah menjalani hukuman penjara selama 8 tahun karena saat itu masih berusia 16 tahun.
Sementara, ketujuh terpidana lainnya divonis seumur hidup.
Setelah delapan tahun berlalu, kasus ini kembali mencuat ke publik karena dinilai memiliki banyak kejanggalan.
( Tribunpekanbaru.com )