Sebelum memasukkan anaknya ke sana, kata Aya, ia sudah menyampaikan soal kondisi sang anak. Tapi W menyanggupi untuk mengurusnya. Bahkan W menyebut akan menyediakan satu orang pengasuh khusus untuk anak Aya.
"Di sana ada 20 anak, tapi pengasuhnya cuma 3. Ada anak bayi lagi. Jadi tidak ter-handle," ungkap Aya.
Ia menuturkan, anaknya beberapa waktu belakangan memang sering menangis jika hendak diantar ke daycare itu. Seperti trauma.
Kondisi anaknya membuat Aya kecewa dan sangat marah.
Baca juga: 7 Fakta Pengemudi Mobil Mabuk Tabrak 4 Pemotor di Pekanbaru, Pakai Ekstasi di Kafe hingga Mengantuk
"Kalau memang tidak ter-handle harusnya balikin ke saya. Kenapa mesti mengikat anak saya kalau tak sanggup," beber Aya.
Ia juga menyayangkan tindakan pelaku yang seperti tak ada itikad baik untuk meminta maaf saat ketahuan ada dugaan kekerasan di daycare miliknya.
Permohonan maaf, baru diterima Aya saat pelaku akan diperiksa di kepolisian.
Aya sudah selama 7 bulan menitipkan anaknya di daycare itu dengan biaya jutaan rupiah.
Namun kini Aya merasa kecewa berat dan geram dengan perlakuan yang diterima anaknya.
Sementara itu terkait kasus ini, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto, ikut angkat bicara.
Kak Seto menyatakan siap 'turun gunung' untuk menangani langsung trauma anak yang diduga menjadi korban kekerasan di salah satu daycare di Pekanbaru itu.
Ini disampaikan Kak Seto saat kegiatan konferensi pers di Pekanbaru, Kamis (8/8/2024).
Ia menyebut, treatment trauma healing pada korban, akan dilakukan oleh psikolog profesional.
Dalam hal ini katanya, pihaknya juga punya kerja sama dengan Himpunan Psikologi Indonesia.
"Kalau diperlukan sekali, saya siap turun gunung untuk memberikan treatment ke korban, tapi kita percayakan dulu ke LPAI Riau," ulasnya.