“Pak Mukti Juharsa. Kombes Pol Mukti Juharsa,” tutur Ali.
Pontoh kemudian kembali memastikan bahwa ketika Ali dan bawahannya tiba di rumah makan itu terdapat Mukti dan Harvey Moeis.
Mukti kemudian memperkenalkan Ali dengan Harvey Moeis di ruangan tersebut.
“Pak Dirkrimsus di dalam ruangan itu Yang Mulia. Jadi waktu itu 'Pak Ali ini kawan-kawan kita semua ini perkenalkan’,” kata Ali menceritakan pertemuan itu.
Baca juga: Teman Menangis di Makam, Impian Nia Gadis Penjual Gorengan untuk Kuliah Kandas di Tangan Pembunuh
Baca juga: Anjing Pelacak Temukan Benda Ini di Lokasi Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan di Pariaman
Dalam pertemuan itu, Ali diminta agar membantu semua pihak yang hadir terkait kegiatan di tata niaga timah. Ia pun menyanggupi permintaan tersebut.
“Terus waktu itu saya ingat memang Pak Harvey sih yang ngomong ‘sudahlah Pak Ali tenang saja, duduk manis enggak perlu ngotot kejar produksi biar kita saja yang kejar produksi’,” tutur Ali.
Mendengar arahan ini, Ali pun kembali menyatakan siap. Namun, ia mengaku saat itu perasaannya tidak enak karena dalam perjanjian hanya bertemu dengan Mukti Juharsa.
“Ternyata ramai saya jadi hanya basa basi saja saya menghargai Pak Dirkrimsus dan setelah itu bisa segera menyelesaikan pertemuan itu,” kata Ali.
Ali mengaku, saat itu ia tidak memahami betul maksud pernyataan Harvey agar PT Timah tidak menggenjot produksi penglogaman timah.
Belakangan, ia menyadari pernyataan Harvey menyangkut kerja sama smelter antara PT Timah dengan perusahaan swasta.
“Setelah penandatanganan SPK (Surat Perintah Kerja) itu baru saya oh ternyata mereka mau berminat melalui kerjasama smelter itu,” ujar Ali.
Kompas.com telah menghubungi Mukti Juharsa untuk meminta konfirmasi terkait pertemuan tersebut. Namun, Mukti belum merespons hingga berita ini ditulis
Adapun nama Mukti sebelumnya juga telah terungkap di persidangan. Jenderal polisi itu disebut menjadi admin grup WhatsApp yang beranggotakan pemilik smelter swasta.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama pelaku lain seperti,Direktur Keuangan PT Timah Tbk Periode 2016-2020 Emil Ermindra, pengusaha Helena Lim, dan Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan.
(TRIBUNPEKANBARU.COM)