TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Aroma pekat biji kopi yang disangrai seketika menyeruak dari bilik pelatihan yang berlokasi di dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, Kamis (19/6/2025) lalu.
Suara mesin pemanggang kopi itu menderu di dalam ruangan berukuran kira-kira 2,5 meter kali 4 meter.
Saat katup yang berada di paling ujung mesin dibuka, biji kopi hasil sangrai turun ke wadah penampungan. Asap mengepul. Aroma khas kopi tercium makin kuat.
Di bilik pelatihan kopi milik Rutan Kelas I Pekanbaru ini, secercah asa bersemi. Saat setiap detik jeruji dan tembok tinggi memenjara, ternyata semangat narapidana bernama Hendri Julianto Hutahaean (46), tak pernah padam untuk berkarya.
Kesalahan di masa lalu membuat Hendri harus berurusan dengan hukum. Ia harus menjalani masa hukuman 6 tahun 2 bulan karena terlibat kasus narkoba.
Namun kini, Hendri bersama tiga rekannya sesama warga binaan pemasyarakatan (WBP), menjadi nahkoda di balik mesin-mesin produksi kopi bubuk yang bergemuruh di dalam Rutan.
Dengan seragam napi hijau membalut tubuh, tangan-tangan terampil mereka bergerak cekatan. Ada yang telaten memanggang biji kopi hingga mencapai titik panas 300 derajat celcius, menciptakan semerbak kopi yang harum dan menggoda.
Ada pula yang bertugas menggiling biji-biji itu hingga menjadi bubuk halus, siap diseduh. Dan tak ketinggalan, tangan-tangan lain sibuk mengemas bubuk kopi tubruk itu ke dalam kemasan 75 gram, dibanderol seharga Rp15 ribu.
Lebih dari setahun sudah Hendri menyelami dunia kopi. Berawal dari sebuah pelatihan, kini ia dan rekan-rekannya telah mahir meracik kopi, dari biji robusta pilihan asal Solok, Sumatera Barat (Sumbar), hingga menjadi bubuk kopi yang siap dinikmati.
Produksi mereka pun meningkat pesat, terutama saat masa Plh Kepala Rutan Pekanbaru Nimrot Sihotang. Ini menjadi bukti bahwa keterbatasan tak menghalangi produktivitas.
"Pertama kita beli biji kopi robusta dari Solok, kita simpan di tempat penyimpanan ember. Kemudian kita masak ke dalam mesin pemanggang, harus ditunggu dulu mesinnya panas 300 derajat celcius,” ujar Hendri kepada Tribun saat berkesempatan berbincang, Kamis (19/6/2025).
“Biji kopi lalu dipanggang sekitar setengah jam sampai 45 menit, kita keluarkan dari mesin, kita dinginkan setengah jam, baru digiling, setelah jadi serbuk baru di-packing,” tambahnya.
Kopi-kopi produksi mereka kini didistribusikan di seputaran kantin UPT Lapas dan Rutan yang ada di Kota Pekanbaru, bak menyebarkan kehangatan di antara dinginnya dinding penjara.
Hendri mengungkapkan, produksi kopi mereka bisa mencapai 15 kilogram dalam setiap 2 pekan. Ada 200 kemasan kopi yang dijual.
Bagi Hendri dan ketiga rekannya, semua warga binaan, aktivitas ini lebih dari sekadar mengisi waktu luang. Ini adalah sebuah harapan akan masa depan yang lebih cerah usai bebas.