Amuk Warga di Siak

Temui DLHK Riau, Bupati Siak Upayakan Jalan Tengah Dalam Konflik Lahan Tumang

Penulis: Mayonal Putra
Editor: Sesri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Siak Afni Zulkifli menemui  Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.

TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Menjelang berangkat retreat, Bupati Siak Afni Zulkifli menemui  Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.

Audiensi itu dimanfaatkan untuk membangun diplomasi kebijakan antara pemerintah kabupaten dengan otoritas kehutanan provinsi. 

“Intinya pertemuan kami membahas masa depan kampung-kampung tua yang terhimpit dalam status kawasan hutan produksi,” ujar Afni, Minggu (22/6/2025).

Secara administratif, Kabupaten Siak menyimpan paradoks spasial. Total luas wilayah Siak sekitar 44,2 persen atau 359.689 hektare tercatat sebagai kawasan hutan produksi, sedangkan Area Penggunaan Lain (APL) hanya 43,7 persen.

Sementara itu, aktivitas pemukiman, pembangunan fasilitas sosial, dan infrastruktur dasar banyak terjadi justru di luar APL, menimbulkan konflik status legal hingga kriminalisasi warga.

“Di kampung-kampung tua, masyarakat bukan membangun sembarangan, tetapi mempertahankan ruang hidup mereka yang sudah ada secara turun-temurun,” ujar Afni Zulkifli.

Baca juga: Buntut Kerusuhan di PT SSL, Penghulu Kampung Tumang Siak Dikabarkan Tersangka

Baca juga: Dua Anak di Bawah Umur Jadi Tersangka dalam Kerusuhan Tumang Siak Riau, Ini Perannya

 Ia menyebut bahwa konflik lahan yang terjadi bukanlah  masalah perebutan, melainkan masalah pengakuan hak atas eksistensi.

Menurutnya, masalah yang dihadapi Siak adalah contoh klasik dari ketegangan antara regulasi pusat dan kebutuhan lokal.

Undang-undang masih menetapkan perubahan status kawasan hutan berada di bawah otoritas kementerian, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab atas pelayanan dasar. 

Dalam posisi seperti ini, pembangunan jalan desa atau fasilitas sekolah bisa menjadi pelanggaran administratif jika berada dalam kawasan hutan.

“Jika kami tidak diberi akses formal ke kawasan, maka kami tidak bisa membangun apa-apa,” kata Afni. 

Ia menambahkan, selama ini, beban penyelesaian konflik selalu dilempar ke pemerintah kabupaten, sementara otoritas pengatur kawasan dan pemilik izin konsesi berada di luar kendali daerah.

Sebagai jalan keluar, Bupati Afni mendorong skema legal seperti persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH) dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Ini untuk memformalkan ruang hidup  yang sudah lama dihuni masyarakat. Ia juga menyampaikan sejumlah usulan terkait pengelolaan sampah dan akses pinjam pakai kawasan hutan di beberapa kecamatan.

Kepala DLHK Riau, Embiyarman, menyambut positif usulan tersebut. Ia menyatakan  sesuai regulasi terbaru, pinjam pakai kawasan dimungkinkan asalkan disertai dengan dokumen lingkungan yang lengkap, dan prosesnya harus melalui tahapan validasi di kementerian.

“Kami sudah mengajukan ke pusat agar pemukiman dan jalan yang sudah eksis di kawasan hutan dicatat. Tapi harus ada keterlibatan DLHK kabupaten dalam penyusunan dokumen, dan koordinasi lintas sektor,” jelas Embiyarman.

DLHK, menurutnya, siap menjadi penghubung antara aspirasi daerah dan prosedur nasional, namun menekankan jalan keluar bukanlah diskresi, melainkan prosedur teknokratik yang menuntut kesiapan dokumen dan data.

( Tribunpekanbaru.com / Mayonal Putra)

Berita Terkini