Gubernur Riau Abdul Wahid Apresiasi Peran AMCD Jaga Akurasi dan Etika Pemberitaan

Penulis: Syaiful Misgio
Editor: M Iqbal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SILATURAHMI - Asosiasi Media Cetak dan Digital (AMCD) melakukan audensi dan silaturahmi dengan Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid di kantor gubernur Riau, Senin (4/8/2025).  Pertemuan ini dihadiri seluruh pengurus AMCD yang juga merupakan para pimpinan media di Riau. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Setelah resmi terbentuk pada akhir Juni 2025, Asosiasi Media Cetak dan Digital (AMCD) melakukan audensi dan silaturahmi dengan Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid di kantor gubernur Riau, Senin (4/8/2025).  Pertemuan ini dihadiri seluruh pengurus AMCD yang juga merupakan para pimpinan media di Riau. 


Pada kesempatan itu, Dewan Penasehat AMCD sekaligus Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru, Erwin Ardian mengatakan di tengah gempuran derasnya arus informasi dari media sosial dan tantangan iklim usaha yang tidak menentu, para pengelola media mainstream di Riau sepakat membentuk organisasi AMCD. Tujuannya untuk memperkuat eksistensi dan kontribusi media arus utama dalam membangun Provinsi Riau.


Erwin mengatakan bahwa pertemuan antar pengelola media dibawah naungan AMCD ini menjadi momen penting untuk merespons dinamika yang tengah terjadi. 


Ia menyebut diskusi dimulai dari isu pembangunan Riau, hingga berlanjut ke tantangan dunia media.


"Kami sesama pengelola media berkumpul dan berdiskusi. Awalnya membahas perkembangan Provinsi Riau, lalu kami masuk ke persoalan yang kami hadapi bersama, yaitu bisnis media di tengah turbulensi media sosial," katanya.


Erwin menuturkan, media-media di Riau saat ini telah berevolusi dari yang dulunya berbasis cetak menjadi multi-channel, mencakup media daring, video, hingga media sosial.


"Dulu kami semua berawal dari media cetak. Sekarang kami berkembang dengan platform multi-channel. Selain cetak, kami juga ada media online, yang terbagi lagi menjadi website, video, dan media sosial," ujarnya.


Ia menyebut, saat ini ada lebih dari 5.000 media di Riau. Di satu sisi, ini merupakan kemajuan karena masyarakat memiliki lebih banyak pilihan dalam mengakses informasi. Namun, di sisi lain, hal ini menimbulkan persoalan baru.


"Ini memang perkembangan yang baik. Tapi kita juga perlu filter. Media yang begitu banyak itu harus bisa diverifikasi agar publik tidak terpapar informasi yang menyesatkan," ucapnya.


Erwin menekankan pentingnya verifikasi faktual yang dilakukan oleh Dewan Pers sebagai pembeda antara media yang legal dan dikelola secara profesional dengan konten-konten dari media sosial.


"Media mainstream memiliki izin usaha, ada karyawan, ada proses editing yang benar. Itu yang membedakan dengan medsos. Tapi verifikasi saja tidak cukup, karena itu hanya dilakukan berkala dan bisa saja hanya lima orang yang terverifikasi di satu media," tambahnya.


Berangkat dari keprihatinan tersebut, para pengelola media mainstream akhirnya sepakat untuk membentuk sebuah organisasi baru. Tujuannya bukan hanya menjaga keberlangsungan bisnis media, tetapi juga berperan aktif dalam pembangunan daerah.


"Kami sepakat membentuk organisasi ini agar media mainstream bisa terus berperan dalam menyebarkan informasi yang luas dan terpercaya. Pemerintah juga harus punya kepentingan menjaga media mainstream karena perannya sangat dibutuhkan masyarakat," ujar Erwin.


Dalam pertemuan yang berlangsung santai dan penuh keakraban tersebut, Ketua AMCD, Asmawi Ibrahim mengatakan, pihaknya berharap melalui pertemuan ini akan semakin terjalin kerjasama yang kuat antara Pemerintah Provinsi Riau dengan media yang juga sudah berjalan baik selama ini. 


“Harapan kami dengan silaturahmi ini, kerjasama antara Pemprov Riau dengan media utamanya media cetak dapat berjalan baik,” katanya.


Dijelaskan Asmawi, saat ini AMCD Riau beranggotakan 12 media yang korannya masih rutin cetak. Selain mengelola media cetak, anggota AMCD juga terus mengembangkan media digital untuk mengikuti perkembangan teknologi. 


“Kami masih mempertahankan media cetak, karena hingga saat ini hanya media cetak yang masih konsisten dan taat dengan kode etik jurnalistik. Sangat jarang kejadian media cetak terseret kasus berita-berita hoaks ataupun bersengketa di Dewan Pers karena tidak cover both side,” tutur Asmawi Ibrahim yang juga Direktur Riau Pos tersebut.


Namun di tengah kedisiplinan media cetak menjaga "roh jurnalistik" dalam setiap pemberitaan, justru kehadiran surat kabar belakangan ini semakin memiliki tantangan lebih dari sebelumnya. 


“Harapan kami ada dukungan dari pemerintah provinsi Riau agar keberlangsungan bisnis media cetak di Riau bisa terus berlanjut. Kami juga berencana membuat gerakan membaca di Riau, dengan menghadirkan para pelajar di Riau. Nanti bisa dilaunching di halaman kantor gubernur, ini juga sebagai bentuk investasi otak bagi generasi muda kita,” ujarnya.


Sementara itu, Gubernur Riau Abdul Wahid mengaku senang bisa bertemu dengan para pimpinan media cetak di Riau. Meskipun saat ini teknologi terus berkembang, namun media cetak di Riau masih tetap eksis memberikan informasi yang akurat bagi masyarakat.


“Saya senang bisa bertemu dengan para pimpinan media cetak di Riau ini. Ditengah perkembangan teknologi saat ini, wartawan media cetak lah yang masih menjunjung tinggi kode etik jurnalistik,” sebutnya.


Dalam kesempatan tersebut, Gubri juga mengajak masyarakat untuk senantiasa membaca. Karena dengan membaca akan menambah wawasan.


“Saya mengajak masyarakat untuk senantiasa banyak membaca, dan bacaan yang paling bagus kita baca yakni yang ada kaidah-kaidah. Seperti media cetak. Karena media cetak punya tata kelola dan etika penulisan yang baik, sehingga produk yang dihasilkan sudah memenuhi kaedah jurnalistik. Karena saya ajak membaca media cetak untuk meningkatkan Literasi ditengah masyarakat,” kata Wahid.


Organisasi AMCD ini diharapkan menjadi wadah kolaborasi bagi media-media arus utama di Riau dalam menjaga kualitas informasi dan mendukung kemajuan daerah. (Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono)

Berita Terkini