Mahkota itu bukan sekadar perhiasan. Bukan pula benda mati tanpa makna. Ia adalah simbol. Warisan. Napas sejarah yang mewakili kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sebuah penantian panjang yang akhirnya berakhir manis di bulan Agustus ini.
Untuk pertama kalinya, Mahkota Sultan Siak Sri Indrapura senilai Rp1,074 triliun akan diperlihatkan kepada publik di Riau.
Nilai fantastis ini berasal dari bahan pembuatannya yang luar biasa, terbuat dari emas murni seberat sekitar 1.803,3 gram. Dihiasi berlian dan batu rubi, termasuk tiga bunga teratai bertabur permata.
Benda bersejarah yang selama ini hanya bisa dilihat lewat foto dan cerita, kini bisa disaksikan langsung oleh mata.
Mahkota itu akan hadir dalam perhelatan Kenduri Riau pada 7–10 Agustus 2025. Lokasinya di Jalan Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru.
“Selama empat hari, mahkota Sultan Siak akan kita pamerkan. Kita siapkan stand khusus,” kata Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rahmat, Selasa (5/8/2025).
Mahkota yang telah 80 tahun "beristirahat" di ibukota, akhirnya kembali pulang ke tanah asalnya.
Sebuah momentum langka.
Bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tapi juga merayakan jati diri.
Karena mahkota bukan sekadar benda.
Ia adalah lambang. Lambang kejayaan. Lambang marwah. Lambang Riau.
"Benda-benda pusaka kerajaan Siak ini akan dipamerkan kepada masyarakat agar publik di Riau dapat melihat langsung dan mendapatkan edukasi tentang sejarah sultan Siak," ujarnya.
Hari ini, Selasa (5/8/2025), rombongan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau berangkat ke Jakarta.
Ada misi penting yang ia emban: menjemput mahkota kebesaran yang telah lama tersimpan di Museum Nasional Indonesia.
Sebagai informasi, Sultan Syarif Kasim II menyerahkan mahkota itu kepada Republik Indonesia pada 1945.
Bersama hampir seluruh harta kekayaan kerajaan, termasuk istana, pedang, dan medali.
Langkah itu bukan tanpa risiko.
Sang Sultan sempat harus mengungsi ke Aceh karena mendapat tekanan dari Belanda dan Sekutu.
Namun tekadnya bulat.
Ia setia pada republik.
Bahkan, lewat telegram tertanggal 28 November 1945, Sultan menyatakan dukungan penuh kepada Presiden Soekarno dengan menyerahkan dana sebesar 13 juta gulden atau 1 triliun.
Kemegahan Mahkota Sultan Siak, Bernilai Seni Tinggi
Berdasarkan data Museum Nasional Indonesia, mahkota Sultan Siak terbuat dari emas, berlian, dan rubi.
Beratnya 1.803,3 gram. Diameternya 33 cm. Tingginya mencapai 27 cm.
Terdapat detail ukiran dan inskripsi Arab bertuliskan “mahkota emas.”
Ukiran indah berbentuk filigree atau kerawang menghiasi permukaannya.
Semua dibuat manual. Presisi. Bernilai seni tinggi.
Filigree sendiri adalah teknik pembuatan motif menggunakan benang logam halus seperti emas atau perak yang dipilin, dibentuk, dan disatukan.
Di Indonesia, bentuk kawatnya dikenal dengan pola melengkung, berputar, dan berulang.
Tak heran, mahkota ini kemudian ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional lewat SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 248/M/2013 tertanggal 27 Desember 2013.
Tak hanya mahkota, Pemprov Riau juga akan membawa pulang sejumlah benda pusaka lainnya.
Ada pedang. Ada medali. Semua milik Kesultanan Siak.
"Ini benda-benda bersejarah yang belum pernah kembali ke Riau sejak diserahkan ke negara. Sesuai arahan Pak Gubernur, ini kita hadirkan dalam rangka merawat tuah, menjaga marwah," ujar Roni.
Disambut Secara Adat
Setibanya di Bumi Lancang Kuning, mahkota dan pusaka akan disambut secara adat oleh Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau.
Ketua Umum LAM Riau, Datuk Raja Marjohan, memastikan penyambutan akan digelar di Balai Adat LAM Riau, Rabu (6/8/2025).
Benda-benda tersebut akan dipamerkan di Kenduri Riau.
Setelah itu, rencananya akan tetap disimpan di Riau.
"Insyaallah, setelah pameran nanti, benda-benda pusaka ini akan tetap berada di Riau. Agar masyarakat bisa melihat langsung tanpa harus ke Jakarta," katanya.
Sekilas tentang Sejarah Kesultanan Siak
Kesultanan Siak didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah pada tahun 1723 dan berpusat di Siak Sri Inderapura, Riau.
Kesultanan ini berperan penting dalam perdagangan di Selat Melaka dan hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan besar dunia, termasuk Turki Utsmani.
Pada 1889 di masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim Istana dibangunlah istana yang kini menjadi ikon wisata Siak.
Istana Asserayah Hasyimiyah (Istana Siak) disebut juga Istana Matahari Timur.
Arsitekturnya perpaduan Melayu, Arab, dan Eropa.
Di dalamnya tersimpan benda-benda pusaka: mahkota, singgasana, meriam tua, dan bahkan alat musik kuno bernama “Komet” yang hanya ada 2 di dunia.
Kesultanan Siak dikenal memiliki manuskrip Islam klasik dan tradisi sastra Melayu yang kaya.
Diperkirakan ada sekitar 78 ribu lembar arsip di Istana Siak, ditulis dalam bahasa Melayu, Arab Jawi, dan Belanda.
Isi manuskrip berupa surat menyurat diplomatik antar kerajaan, termasuk dengan Tumasik (Singapura). Kemudian, catatan hukum Islam, fatwa ulama, dan sistem pemerintahan berbasis syariat. Terdapat juga hikayat dan syair yang mengandung nilai-nilai keislaman dan adat Melayu.
Nilai historis manuskrip ini menjadi tolok ukur kedudukan Kesultanan Siak sebagai pusat keilmuan dan diplomasi Islam di Asia Tenggara.
(Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono)