Keduanya tertangkap saat hendak mengirimkan 23 paket ganja kering tujuan Tangerang Selatan.
"Dari interogasi awal, kedua tersangka mengaku masih menyimpan ganja lainnya di dalam kampus UIN Suska Riau. Kami langsung bergerak cepat menuju lokasi yang dimaksud, yaitu Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM)," jelasnya, Rabu (13/8/2025).
Dalam penggeledahan yang disaksikan oleh pihak kampus, tim BNNP menemukan barang bukti tambahan yang disembunyikan di atas atap Gedung PKM.
Petugas menyita dua kardus berisi 40 paket ganja kering, sehingga total barang bukti yang diamankan mencapai 63 paket atau sekitar 63 kilogram.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka RS diketahui menjadi otak dari jaringan ini.
Ia mengaku telah tiga kali melakukan tindak pidana serupa sejak Mei 2025 atas perintah rekannya berinisial A dan M. Setiap pengiriman, RS dijanjikan upah sebesar Rp200 ribu.
"RS menggunakan area kampus UIN Suska Riau sebagai tempat aman untuk menyimpan dan mengendalikan peredaran ganja. Ia merasa lokasi ini tidak akan terpantau oleh aparat penegak hukum karena ia sendiri adalah mantan mahasiswa di universitas tersebut," terang Sinaga.
Terakhir, RS menerima 70 kilogram ganja kering pada 7 Agustus 2025, yang dijemput dari Panyabungan, Sumatera Utara.
Barang haram tersebut kemudian dibawa menggunakan mobil Daihatsu Terios dan disimpan di atap Gedung PKM.
Dari total 70 kilogram, 23 paket akan dikirim ke Tangerang, 40 paket ke Palembang, 4 paket diberikan sebagai upah, dan 3 paket telah dijual. Sisa 63 paket berhasil diamankan oleh BNNP Riau.
Tersangka S, yang juga mantan mahasiswa, berperan sebagai orang yang membantu RS. Ia bertugas menyimpan dan mengendalikan peredaran ganja dari dalam kampus.
Atas perannya, S dijanjikan upah sebesar Rp2 juta setelah seluruh paket terjual. S telah dua kali terlibat dalam kejahatan ini sejak Juli 2025.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)