Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Sebulan Jadi Menteri Keuangan, Ini Deretan Gebrakan 'Menteri Koboi' Purbaya yang Jadi Sorotan

Purbaya menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Editor: Sesri
Tribunnews/ Taufik Ismail
Menteri Keuangan Purbaya 

TRIBUNPEKANBARU.COM  - Sejak dilantik menjadi Menteri Keuangan, sosok Purbaya Yudhi Sadewa jadi perhatian publik dengan kebijakan-kebijakannya yang dinilai cukup berani.

Ia pun dijuluki menteri koboi karena cukup berani mengambil gebrakan-gebrakan dalam kebijakannya.

Purbaya Yudhi Sadewa telah menjabat sebagai Menteri Keuangan selama sebulan, terhitung sejak dia dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada 8 September 2025.

Terbaru, kebijakannya yang jadi perhatian adalah menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). 

Purbaya menjelaskan, pemerintah sudah tidak lagi menerima dividen badan usaha milik negara (BUMN) karena dialihkan ke BPI Danantara.

Oleh karenanya, seharusnya Danantara lah yang membayar utang proyek tersebut mengingat pemegang saham terbesar operator Whoosh, yakni PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Untuk diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah tidak lagi menerima dividen BUMN sebagai penerimaan negara mulai tahun ini karena dividen tersebut dialihkan ke Danantara.

Baca juga: Baru 1 Bulan Jadi Menteri, Purbaya Diteror Santet di Rumah, Sang Anak Ngaku Tahu Pelakunya

Baca juga: Gaji PNS, TNI-Polri Naik 12 Persen Oktober 2025? Menkeu Purbaya Tegaskan Kondisi Terkini

Akibatnya, pemerintah kehilangan potensi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 80 triliun, sehingga target PNBP 2025 berpotensi hanya tercapai Rp 477,2 triliun atau 92,9 persen dari target APBN sebesar Rp 513,6 triliun.

Purbaya bilang, usulannya mengenai utang kereta cepat tidak dibiayai APBN sudah diutarakan ke Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara, Rosan Roeslani.

 "Sudah saya sampaikan. Kenapa? Karena Danantara terima dividen dari BUMN kan hampir Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menutup yang Rp 2 triliun bayaran tahunan untuk utang kereta cepat. Dan saya yakin uangnya setiap tahun akan lebih banyak di situ," ucapnya saat ditemui di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu.

Berikut ini beberapa kebijakan berani yang diterapkan Menkeu Purbaya:

1. Pindahkan Dana SAL Rp 200 Triliun dari BI ke Bank Himbara

Gebrakan Purbaya yang paling kontroversial ialah memindahkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) negara yang selama ini ditempatkan di Bank Indonesia (BI) ke sistem perbankan dalam negeri.

Dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun ini ditempatkan di lima bank milik pemerintah (Himbara) dalam bentuk deposito on call mulai 12 September lalu.

Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025.

Pemerintah mengucurkan dana tersebut dengan proporsi masing-masing sebanyak Rp 55 triliun untuk Bank Mandiri, BRI, dan BNI. Kemudian sebanyak Rp 25 triliun untuk BTN dan Rp 10 triliun untuk BSI.

Penempatan dana pemerintah di sistem perbankan ini bertujuan agar disalurkan perbankan dalam bentuk kredit produktif ke sektor usaha maupun masyarakat.

Dengan begitu, dana pemerintah dapat mendongkrak konsumsi rumah tangga dan pengusaha dapat melakukan ekspansi usaha sehingga kebijakan ini akan menggerakkan roda perekonomian nasional.

Agar kebijakan berjalan lancar dan tidak melenceng dari tujuannya, Purbaya mewanti-wanti perbankan untuk tidak menggunakan dana ini untuk membeli instumen investasi seperti obligasi maupun valuta asing.

"Jangan sampai uangnya dibeli, dipakai untuk membeli dollar AS sehingga saya memberikan uang untuk menghancurkan rupiah," kata Purbaya di Gedung Keuangan Negara Surabaya, Kamis (2/10/2025).

Adapun realisasi penyaluran dana pemerintah Rp 200 triliun oleh bank-bank Himbara pada 12-30 September 2025 telah mencapai Rp 112,4 triliun atau 56 persen.

Rinciannya, Bank Mandiri mencatat penyaluran tertinggi, mencapai 74 persen dari Rp 55 triliun. Bank BRI menyalurkan 62 persen dari Rp 55 triliun, dan Bank BNI sebesar 50 persen dari jumlah yang sama.

Bank BTN menyalurkan 19 persen dari Rp 25 triliun, sedangkan Bank Syariah Indonesia (BSI) telah menyalurkan 55 persen dari Rp 10 triliun.

Ke depan, Purbaya akan terus mendorong dan memastikan perbankan menyalurkan seluruh dana tersebut. Terutama bagi BTN yang penyerapannya masih sangat rendah.

Ke depan, Purbaya akan menyasar bank pembagunan daerha (BPD) untuk ditempatkan juga dana pemerintah ini. Sejauh ini baru ada dua BPD yang diincar pemerintah yaitu Bank Jakarta dan Bank Jatim.

Meski begitu, Purbaya belum dapat memastikan besaran dana deposito yang akan ditempatkan di dua BPD tersebut.

"Saya taruh di Himbara yang Rp 200 triliun. Gimana kalau saya tambah beberapa puluh triliun ke Bank Jakarta? Saya tanya tadi ke Pak Gubernur apakah Bank Jakarta bisa nyerap? Jangan sampai saya kasih duit panik ngurusnya, waduh enggak bisa nyalurkan. Kata Pak Gubernur bisa," ucap Purbaya.

2. Perangi Rokok Ilegal

Dalam upayanya memberantas peredaran rokok ilegal, Purbaya bakal pelototi penjualan daring yakni e-commerce maupun luring seperti warung kelontong.

Sejumlah operator e-commerce telah dipanggil untuk memastikan mereka melarang penjualan rokok ilegal di platform masing-masing

"Kami sudah panggil tuh marketplace untuk tidak mengizinkan penjualan barang-barang ilegal terutama rokok. Tadi mintanya by 1 Oktober tapi saya bilang secepatnya," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa di kantornya, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Pihaknya juga akan menyisir penjual yang masih memperdagangkan rokok ilegal secara online dan akan menindak mereka.

Tak hanya di e-commerce, pemerintah juga akan mengecek penjualan produk tanpa pita cukai ii di toko-toko eceran dan warung kelontong.

Sebab Purbaya mendapatkan laporan bahwa warung-warung kerap menjual rokok ilegal yang dikemas di dalam toples dengan harga murah.

"Yang jelas, bahwa siapapun yang jual rokok ilegal, di tempat mana, saya akan datangi secara random," ucapnya.

Di sisi lain, Purbaya juga meminta anak buahnya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk terus memberantas rokok ilegal di lapangan.

Kendati demikian, Purbaya juga berupaya tetap memperhatikan keberlanjutan industri rokok dalam negeri.

Caranya dengan menambah pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) untuk menampung produsen-produsen rokok ilegal agar dapat beroperasi secara legal dan dikenakan tarif cukai sesuai kemampuan mereka.

Dengan begini, pemerintah tidak hanya memberantas rokok ilegal dan menjaga keberlangsungan industri rokok, tetapi juga bisa menambah penerimaan negara.

"Dengan harapan produsen-produsen gelap bisa masuk ke sana," ujar Purbaya saat mengunjungi KIHT di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025).

3. Tidak Naikkan Cukai Rokok 2026

Tidak hanya itu, Purbaya juga memutuskan tidak ada kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok dan tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk tahun depan.

Sebab ,menjaga kestabilan harga rokok juga menjadi langkah penting dalam menekan peredaran rokok ilegal di pasar.

Kenaikan harga pada produk legal berpotensi memperbesar selisih dengan produk ilegal yang tidak membayar cukai.

"Selisih antara produk yang legal dengan ilegal jadi semakin besar. Kalau makin besar akan mendorong barang-barang ilegal," jelasnya.

4. Kejar 200 Pengemplang Pajak

Dari sisi penerimaan pajak, Purbaya tengah mengejar 200 penunggak pajak dengan nilai total Rp 60 triliun untuk ditindak dan dilakukan penagihan.

Penindakan ini dilakukan sebagai upaya untuk memastikan tidak ada celah sedikitpun bagi para wajib pajak untuk tidak melaksanakan kewajibannya.

Guna melakukan penindakan, Kemenkeu akan bekerja sama dengan instansi dan lembaga penegak hukum terkait seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Targetnya sekitar Rp 50-60 triliun dalam waktu dekat ini kita tagih dan mereka enggak bisa lari," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa edisi September 2025, di Jakarta, Senin (22/9/2025).

Terkait kebijakan ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, sebanyak Rp 7,21 triliun dari total Rp 60 triliun tunggakan pajak dari 200 pengemplang pajak telah berhasil ditagih.

Perolehan itu meningkat Rp 216 miliar dibandingkan data yang sempat diungkapkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 8 Oktober lalu.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto mengatakan, jumlah tersebut didapat dari 91 wajib pajak yang telah mulai membayar dan mencicil tagihan pajak.

"Sesuai yang disampaikan Pak Menteri, Dari Rp 60 triliun tunggakan pajak sudah bisa direalisasi sekitar Rp 7,216 triliun," ujar Bimo saat Konferensi Pers APBN KiTa di kantornya, Jakarta, Selasa (14/10/202).

Ditargetkan hingga akhir tahun ini DJP dapat menagih sekitar Rp 20 triliun. Sementara Rp 40 triliun sisanya akan ditagihkan pada 2026.

"Dari hasil rapimnas Rp 20 triliun karena ada beberapa kesulitan likuiditas dan meminta restrukturisasi utang diperpanjang," ucapnya.

5. Tambah Anggaran TKD 2026

Purbaya juga berhasil menaikkan anggaran transfer ke daerah (TKD) untuk APBN 2026 dan membuka opsi untuk menambah lagi anggaran TKD tahun depan.

Pemerintah telah menambah alokasi anggaran TKD dalam APBN 2026 sebesar Rp 43 triliun dari Rp 649,99 triliun menjadi Rp 693 triliun.

Meski telah ditambah, anggaran TKD 2026 tetap lebih rendah sekitar Rp 200 triliun dibandingkan alokasi pada APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.

Purbaya menyebutkan, alasan pemerintah memangkas anggaran TKD 2026 karena menemukan banyak penyelewengan penggunaan anggaran TKD oleh pemda.

"Dulu karena banyak penyelewengan ya. Artinya nggak semua uang yang dipakai, dipakai dengan betul. Jadi itu yang membuat pusat agak, bukan saya ya, pemimpin-pemimpin itu agak gerah dengan itu," jelasnya di Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya, Jawa Timur, Kamis (2/10/2025).

Kendati demikian, Purbaya membuka opsi untuk kembali menaikkan anggaran TKD 2026. Namun untuk melaksanakannya, dia akan melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi ke depannya dan realisasi penerimaan negara dari pajak.

"Kalau dalam kuartal pertama dan kedua tahun depan yang ekonominya bagus membaik dan uang saya lebih banyak daripada sebelumnya, mungkin sebagian saya akan transfer lagi ke daerah," kata Purbaya.

Dia juga meminta pemerintah daerah memperbaiki penggunaan anggaran belanjanya agar dia bisa melobi Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan lagi anggaran TKD 2026.

6. Kerahkan Ahli Eksternal untuk Perbaiki Coretax

Guna mempercepat perbaikan sistem inti administrasi perpajakan (Coretax) rampung pada akhir bulan ini, Purbaya telah menerjunkan tenaga ahli dari luar Kemenkeu.

Diperkirakan perbaikan sistem inti administrasi perpajakan yang kerap eror sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025 ini akan diselesaikan pada akhir Oktober 2025.

"Saya kirim ahli saya, ahli luar Kementerian Keuangan. Orangnya jago, dia bilang bisa selesai satu bulan ini, dua minggu lagi, 15 hari lagi berarti ya," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Meski dia tidak menjelaskan secara rinci perbaikan apa saja yang dilakukan ke sistem Coretax, namun dia mengklaim saat ini perkembangannya sudah signifikan.

Sehingga sekalipun penyelesaiannya melewati bulan Oktober ini, tapi kemungkinan tidak akan memakan waktu lebih dari satu bulan.

"Coretax mungkin satu bulan selesai lah, yang orang bilang enggak mungkin. Kemungkinan kalau meleset sedikit kan enggak apa-apa. Tapi kelihatannya udah clear," ucapnya.

7. Buka Layanan Lapor Pak Purbaya

Purbaya baru-baru ini juga membuka layanan pengaduan 'Lapor Pak Purbaya' agar masyarakat dapat mengadu jika menemukan masalah selama menggunakan layanan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai.

Layanan pengaduan ini bisa diakses mulai hari ini, Rabu (15/10/2025), melalui aplikasi perpesanan WhatsApp di nomor 0822-4040-6600.

"Kan saya pernah janji nih. Komplain masalah khusus Bea Cukai dan Pajak bisa lapor Pak Purbaya nomernya ini," ujar Purbaya saat ditemui di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu.

Purbaya menjelaskan, selain untuk mengeluhkan layanan Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai, masyarakat juga bisa melapor ke nomor ini jika menemui pegawai dua instansi itu bekerja tidak sesuai tugasnya.

"Kalau petugasnya yang salah, kita sikat petugasnya. Kalau yang lapor yang salah, kita hajar yang lapornya. Tapi kan bisa juga yang lapor, ngelaporin orang lain kan. Kita follow up sesuai dengan masukan yang diberikan oleh yang mengadu kan itu," ucapnya.

( Tribunpekanbaru.com / Kompas.com)

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved