Berita Regional
Terkuak di Sidang, Prada Lucky Dipaksa Mengaku LGBT Sebelum Tewas, Kemaluan Diolesi Cabe
Sebelum meninggal, Lucky sempat dirawat intensif di Unit Perawatan Intensif (ICU) RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Kasus kematian Prajurit Dua (Prada) Lucky Chepril Saputra Namo menjadi sorotan publik setelah fakta-fakta mengerikan terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Prada Lucky Chepril Saputra Namo, 23 tahun, adalah prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di Batalion TP 834 Waka Nga Mere.
Pada 6 Agustus 2025, Lucky meninggal dunia setelah diduga mengalami penganiayaan oleh seniornya di satuan tugas.
Sebelum meninggal, Lucky sempat dirawat intensif di Unit Perawatan Intensif (ICU) RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo.
Terungkap fakta saat sidang di pengadilan, Prada Lucky Chepril Saputra Namo ternyata dipaksa mengaku sebagai LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) sebelum tewas dianiaya TNI,
Hal itu terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (27/10/2025) dan Selasa (28/10/2025) seperti dimuat Kompas.com.
Dalam sidang yang digelar pada Selasa yang berlangsung dari pagi hingga malam, 17 orang dihadirkan sebagai terdakwa dan empat orang sebagai saksi.
Para terdakwa merupakan senior Prada Lucky, sedangkan empat saksi, yakni dua orang rekan Lucky, ayah, serta ibu Lucky.
Sidang dipimpin oleh Mayor Chk Subiyatno selaku Hakim Ketua, dengan dua hakim anggota Kapten Chk Denis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto.
Sementara itu, Oditur Militer adalah Letkol Chk Yusdiharto.
Saat membacakan dakwaan, Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto beberapa kali menyebut para terdakwa menganiaya Lucky dan memaksanya mengaku LGBT.
Lucky dituding LGBT dengan beberapa orang temannya dan warga sipil. Hal itu juga disampaikan teman satu letting Lucky, Prada Richard.
Ia mengaku dipaksa oleh atasannya, Letda Inf Made Juni Arta Dana, untuk mengaku melakukan hubungan sesama jenis bersama Prada Lucky.
Richard mengaku kejadian itu terjadi pada 28 Juli 2025 sekitar pukul 21.00 Wita.
Saat itu, Richard dibawa ke ruang staf intel oleh Pratu Imanuel Nimrot Laubora, tempat Letda Made Juni sudah menunggu. Richard mengaku dipaksa untuk mengakui LGBT.
Ia sempat menolak mengakuinya, tetapi karena terus-menerus dipukul, dia terpaksa berbohong.
"Saya ditanya berapa kali LGBT tapi saya terpaksa berbohong supaya tidak dipukuli lagi," kata Richard di persidangan, Selasa (28/10/2025).
Richard mengaku dicambuk sebanyak lima sampai enam kali. Perlakuan yang sama juga dialami Prada Lucky.
Terdakwa lainnya juga ikut menganiaya Prada Lucky.
Tudingan LGBT itu juga dipertanyakan oleh ayah Lucky, Sersan Mayor (Serma) Kristian Namo, saat diberikan kesempatan Oditur Militer untuk berbicara.
"Dari keterangan para saksi lainnya bahwa anak saya ini dianiaya karena dibilang LGBT, karena itu saya minta bukti-buktinya," kata Kristian Namo.
Pertanyaan Kristian dijawab oleh Oditor Letkol Chk Yusdiharto bahwa tudingan LGBT itu tidak bisa dibuktikan.
"Untuk LGBT itu tidak bisa dibuktikan. Itu hanya asumsi dari mereka. Apalagi mereka ini baru kenal satu bulan setengah. Batalyon yang mereka bertugas ini belum genap dua bulan. Jadi bagaimana mereka bisa membuktikan kalau korban ini LGBT atau penyimpangan seksual," kata Yusdiharto.
Kronologi Lengkap Kasus Kematian Prada Lucky:
- 28 Juli 2025: Prada Richard, rekan satu letting Lucky, mengaku dipaksa oleh atasannya, Letda Inf Made Juni Arta Dana, untuk mengaku melakukan hubungan sesama jenis bersama Prada Lucky. Richard mengalami pemukulan dan cambukan berulang kali agar mengaku.
- 6 Agustus 2025: Prada Lucky ditemukan dalam kondisi kritis dan kemudian meninggal dunia setelah dirawat di ICU.
- 27-28 Oktober 2025: Sidang kasus kematian Prada Lucky digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang. Sebanyak 17 terdakwa, yang merupakan senior Lucky, dan empat saksi, termasuk keluarga Lucky dan rekan-rekannya, dihadirkan.
Fakta Persidangan
- Sidang dipimpin oleh Mayor Chk Subiyatno sebagai Hakim Ketua, dengan dua hakim anggota dan Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto.
- Dalam dakwaan, Oditur menyebut para terdakwa menganiaya Lucky dan memaksanya mengaku LGBT, tuduhan yang tidak terbukti secara hukum.
- Saksi Prada Richard mengungkapkan pemaksaan pengakuan dan penganiayaan yang dialaminya dan Lucky.
- Ayah Lucky, Sersan Mayor Kristian Namo, mempertanyakan bukti tuduhan LGBT tersebut, yang dijawab oleh Oditur bahwa tuduhan itu hanya asumsi tanpa bukti.
- Ibu Lucky, Sepriana Paulina Mirpey, memohon agar para pelaku dijatuhi hukuman berat dan dipecat dari dinas militer karena telah menghilangkan nyawa anaknya secara biadab.
- Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto menyatakan 20 personel TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, termasuk seorang perwira. Sidang kasus ini berlanjut dengan terdakwa lain yang akan diadili pada tanggal berikutnya.
Berikut selengkapnya perbuatan para terdakwa
Terungkap tindakan salah satu terdakwa, Letnan Dua Made Juni Arta Dana, menjadi terdakwa 6 dalam perkara kematian Prada Lucky Namo, dalam persidangan, Selasa (28/10/2025) di Pengadilan Militer Kupang.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Mayor Chk Subiyatno, dengan dua Hakim Anggota yakni Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu,S.E.,S.H..M.M dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto,S.H.,M.H.I, Selasa (28/10/2025).
Adapun agenda ini pembacaan dakwaan pada berkas perkara nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 terdakwa. Adapun para terdakwa berturut-turut yakni:
1. Thomas Desambris Awi (Pasi Intel) (Sertu), ditahan 17 Agustus 2025
2. Andre Mahoklory (Sertu Kompi Senapan C), ditahan sejak 12 Agustus 2025 di Ende
3. Poncianus Allan Dadi (Pratu), ditahan sejak 11 Agustus 2025
4. Abner Yeterson Nubatonis (Pratu, ditahan sejak 17 Agustus 2025
5. Rivaldo De Alexando Kase (Sertu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
6. Imanuel Nimrot Laubora (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
7. Dervinti Arjuna Putra Bessie (Sertu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
8. Made Juni Arta Dana (Letnan Dua), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
9. Rofinus Sale (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
10. Emanuel Joko Huki (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
11. Ariyanto Asa (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
12. Jamal Bantal (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
13. Yohanes Viani Ili (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
14. Mario Paskalis Gomang (Serda), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
15. Firdaus (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
16 Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han) (Letnan Dua), Komandan Kompi Senapan B, ditahan sejak 11 Agustus 2025.
17. Yulianus Rivaldy Ola Baga (Pratu), ditahan sejak 17 Agustus 2025.
Rangkaian Kasus Penyiksaan Prada Lucky Namo
Dalam dakwaan yang dibacakan, Oditur Militer Kupang Letkol Chk Yusdiharto, S.H menjelaskan, kejadian ini berlangsung sejak Juni 2025.
Kejadian ini bermula ketika dilakukan pemeriksaan pada handphone para prajurit TNI di Batalyon tersebut untuk mengantisipasi judi online. Pemeriksaan handphone pada Prada Lucky Namo (almarhum) dan Richard Bulan (saksi 1) menemukan adanya pesan chating yang mengindikasi adanya penyimpangan seksual.
Para terdakwa mengetahui, bahwa Prada Lucky Namo dan Prada Richard Bulan sehari-hari bekerja di dapur dan menjadi bawahan para tersangka.
Prada Lucky Namo terindikasi melakukan penyimpangan seksual. Kemudian terdakwa 1 melakukan pemeriksaan di ruang staf Intel didampingi Provost terdakwa 3. Dalam suasana itu, terdakwa melakukan penyiksaan karena jengkel akibat tindakan tersebut.
"Mengambil selang kurang lebih 40 centimeter untuk cambuk, menampar wajah, dengan sandal jepit sebanyak satu kali," kata Oditur.
Setelah itu, Prada Lucky Namo mengaku dirinya melakukan penyimpangan seksual dengan beberapa orang di luar kesatuan, termasuk Prada Richard Bulan sebanyak empat kali.
Setelah pengakuan itu, terdakwa 1 menghubungi terdakwa 2 untuk membawa Prada Lucky Namo. Terdakwa 1 juga terus melakukan penyiksaan terhadap Prada Richard.
Richard Bulan kemudian dibawa untuk mendapat perlakuan yang sama. Terdakwa 1 juga melihat pesan chating dalam Whatsapp dengan panggilan sayang.
Terdakwa 1 kemudian mempertanyakan mengenai isi chat itu. Terdakwa 3 yang datang kemudian diberitahu terdakwa 2 tentang indikasi tersebut. Terdakwa 3 kemudian mencambuk ke arah korban dengan kabel.
"Saksi 1 buka baju, dan terdakwa 3 mencambuk dengan kabel warna putih," katanya.
Terdakwa 2 juga memukul Prada Lucky Namo dengan telapak tangan dan mengenai rahang.
Terdakwa 3 juga mencambuk berulang kali pada saksi 1 dan Prada Lucky Namo pada paha hingga punggung.
Terdakwa 1, 2, 3 mencambuk almarhum dan saksi 1 karena tidak mengakui adanya kecurigaan penyimpangan seksual. Terdakwa 2 menasehati kedua korban untuk tidak melakukan perbuatan lagi.
Saat sedang nasihat, isi chat masuk dengan isinya yang menanyakan tentang pertanyaan belum tidur. Nomor itu kemudian dilakukan penelusuran ke aplikasi pencarian nomor dan diketahui seorang pria.
Jawaban yang berbelit kemudian memancing reaksi dari terdakwa 2 hingga melakukan cambuk ke Prada Lucky Namo.
20 Juli 2025 sekitar pukul 06.00 WITA, almarhum meminta izin untuk ke kamar mandi untuk buang air. Setelah ditunggu, terdakwa 1 menghubungi saksi 5 bahwa almarhum Prada Lucky Namo telah melarikan diri.
Terdakwa 1 dan bersama saksi 1 mencari Prada Lucky sambil menghubungi ke pacar Lucky Namo. Terdakwa 1 menghubungi ibu kandung Prada Lucky Namo dan menyampaikan mengenai indikasi penyimpangan seksual.
Terdakwa 1 perihal larinya Prada Lucky Namo dan dilakukan penyisiran, termasuk juga menghubungi ayah kandung almarhum. Sekitar 09.00 WITA, terdakwa 1 menerima panggilan dari saksi 7 atau ibu angkat almarhum bahwa almarhum berada di rumahnya.
Informasi itu, kemudian terdakwa 1 menghubungi saksi 5 agar ke lokasi kejadian. Terdakwa 1 menyampaikan ke saksi 7 bahwa luka itu merupakan hal biasa dalam dunia militer.
"Menyampaikan bahwa luka cambukan adalah hal biasa," ucapnya.
Setelah dijemput, almarhum dilakukan pemeriksaan lanjutan. Terdakwa 1 kemudian melakukan pemeriksaan di ruang staf Intel. Sekitar 12.00 WITA, datang terdakwa 4 yang mendengar bahwa almarhum sudah kembali dari pelarian.
Terdakwa 4 melihat pemeriksaan pada 9 orang anggota yang diduga melakukan penyimpangan seksual. Dia menayangkan almarhum. Terdakwa melihat almarhum yang duduk di lantai.
Terdakwa 4 lalu menanyakan mengenai kejadian itu. Almarhum yang mengaku bahwa ia dari Kupang, membuat terdakwa malu karena bersama-sama dari Kupang.
"Mengambil potongan selang, langsung mencambuk almarhum mengenai bahu sebelah kiri sebanyak empat kali," katanya.
Tanggal 28 Juli 2025 sekitar pukul 12.00 WITA, terdakwa 5 menerima panggilan dari Danki untuk dilakukan pendampingan. Karena almarhum merupakan anggota terdakwa 5. Terdakwa 5 mencambuk almarhum menggunakan selang air.
Terdakwa 6 yang mendengar almarhum sudah kembali ke kesatuan, lalu menemui almarhum sambil menasehati agar almarhum tidak lagi melakukan perbuatan itu.
"Sambil mencambuk ke arah almarhum menggunakan selang beberapa kali dan kembali ke penjagaan," katanya.
Terdakwa 6 juga mencambuk saksi 1 berulang, menampar dan meninggalkan saksi 1. Terdakwa 7 yang datang kemudian juga melakukan nasihat ke saksi 1. Terdakwa 7 memukul saksi beberapa kali dan pergi meninggalkannya.
Terdakwa 8 yang datang sekitar pukul 17.30 WITA memerintahkan terdakwa 6 untuk membawa saksi 1 ke ruang staf Intel. Terdakwa 6 diminta membantu pemeriksaan terhadap saksi 1.
Terdakwa 8 kemudian melakukan pemeriksaan untuk saksi 1 mengenai dugaan penyimpangan seksual namun oleh saksi 1 tidak mengakui. Terdakwa 8 merasa tidak dihargai sebagai perwira.
"Terdakwa 8 memerintahkan saksi 6 untuk mengambil cabai, kemudian terdakwa 6 memerintahkan saksi 8 mengambil cabai di dapur," katanya.
Saksi 8 membawa cabai yang telah ditumbuk. Terdakwa 8 memerintahkan saksi 1 agar membuka celana sebatas paha. Termasuk celana dalam yang dikenakan.
Saksi 8 diperintahkan untuk mengoles cabai tumbuk ke penis dan ke bagian lubang anus saksi 1.
Mereka kemudian meninggalkan tempat kejadian. Setelah mendengar pengakuan, terdakwa 8 kemudian mencambuk saksi 1 beberapa kali.
Almarhum dan saksi 1 kemudian dipertemukan pada satu ruangan untuk mendapat pengakuan. Oleh almarhum dan saksi 1 terdapat perbedaan jawaban dan saling membantah.
Terdakwa 8 kemudian melanjutkan penyiksaan hingga bagian tulang ekor tubuh almarhum terasa sakit bahkan hingga kencing celana.
Terdakwa 9 yang datang kemudian juga melakukan penyiksaan. Terdakwa 10 yang datang lalu mengambil potongan selang sambil melakukan interogasi. Cambukan mengenai punggung almarhum dan saksi 1.
Terdakwa 11 juga yang datang malam hari kemudian melakukan cambuk ke saksi 1 dan almarhum beberapa kali. Begitu juga dengan terdakwa 12 yang melakukan cambukan ke almarhum.
"Terdakwa 12 marah dan memegang kepala almarhum dan mencambuk beberapa kali," katanya.
Terdakwa 13 yang datang kemudian melakukan interogasi ke saksi 1 dan almarhum sambil melakukan cambuk ke punggung menggunakan selang. Terdakwa 14 juga melakukan hal yang sama pada saksi 1 dan almarhum.
Artikel diolah dari Pos Kupang
( Tribunpekanbaru.com )
| Oknum Polisi Curi Mobil Perwira Mabes Polri Saat Liburan di Lampung, Ajak 3 Pecatan Polisi |   | 
|---|
| Pemuda 21 Tahun di Tasikmalaya Menyelinap Masuk Rumah Tetangga, Setubuhi Nenek 85 Tahun |   | 
|---|
| Alasan Pria di Malang Suntikkan Sabu ke Tubuh Adik Kandung Bikin Geram, Istri Malah Ikut Membantu |   | 
|---|
| Nasib Akhir Brigadir Bayu, Polisi Pemeras 12 Kepala Sekolah Sebesar Rp 4,7 Milyar |   | 
|---|
| Nasib ASN yang Terjaring Pesta Gay di Hotel Surabaya, Gaji Dihentikan, Diminta Segera Mundur |   | 
|---|

 
			
 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.