Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Demi Vaksin TBC, Indonesia Dapat Pinjaman Rp 4 Triliun dari Bank Dunia

ana tersebut dicairkan berdasarkan pencapaian hasil terukur yang spesifik dan memastikan bahwa pinjaman tersebut

PEXELS
ILLUSTRASI Vaksin TBC 
Ringkasan Berita:
  • Bank Dunia telah menyetujui pinjaman sebesar 300 juta dolar AS (Rp 4 triliun)
  • Memberikan insentif kepada produsen regional untuk menjalin perjanjian pengadaan demi respons cepat dan menunjukkan efisiensi yang baik.
  • Dana tersebut dicairkan berdasarkan pencapaian hasil terukur yang spesifik 

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam memerangi Tuberkulosis (TBC). 

Diperkirakan sekitar 845 ribu warga Indonesia hidup dengan TBC, dan setiap tahunnya sekitar 98 ribu orang meninggal dunia akibat penyakit ini.

Artinya, setiap jam ada 11 nyawa yang hilang karena TBC.

Upaya untuk menekan penyebaran TBC sebenarnya telah dilakukan sejak lebih dari tujuh dekade lalu, melalui berbagai program kesehatan dan kampanye nasional.

Namun, meski perjuangan panjang telah ditempuh, Indonesia masih menempati posisi kedua di dunia sebagai negara dengan beban TBC tertinggi, menunjukkan bahwa perang melawan penyakit ini masih jauh dari selesai.

Direktur Manajemen dan Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Agusdini Banun Saptaningsih mengatakan sejauh ini, Bank Dunia telah menyetujui pinjaman sebesar 300 juta dolar AS (Rp 4 triliun) untuk program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia.

Dana tersebut dicairkan berdasarkan pencapaian hasil terukur yang spesifik dan memastikan bahwa pinjaman tersebut terkait dengan keberhasilan implementasi hasil program.

"Karena itu penyediaan (vaksin) regional perlu dipertimbangkan, karena membantu mengurangi gangguan pasokan akibat bencana besar yang terjadi secara tiba-tiba," ujarnya dalam pernyataannya, Minggu(2/11/2025).

Organisasi internasional yang berfokus pada kesehatan di kawasan Amerika, Pan American Health Organization (PAHO) menempatkan pendanaan kesehatan sebagai satu prioritas utamanya termasuk dalam mendukung ketersediaan dan distribusi vaksin.

Baca juga: Bripda Waldi, Polisi yang Habisi Nyawa Dosen Erni Yuniarti Nyamar Pakai Wig Gondrong Saat Beraksi

Baca juga: Kebakaran Hutan dan Lahan di Koto Gasib Meluas hingga 3 Hektare, Pemadaman Terkendala Sumber Air

Beri Insentif Kepada Produsen Regional

PT Bio Farma (Persero) dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/10/2025) lalu juga menyebut salah satu langkah yang dilakukan dalam pendanaan vaksin adalah memberikan insentif kepada produsen regional untuk menjalin perjanjian pengadaan demi respons cepat dan menunjukkan efisiensi yang baik.

"Indonesia telah menerapkan prinsip serupa dalam pengadaan bersama di setiap program kesehatan nasional. Pertama Kemenkes melakukan pengadaan vaksin terpusat yang bekerja sama dengan divisi pasokan UNICEF, demi memastikan stabilitas pasokan nasional dan daya saing harga," kata Agusdini.

Kedua, lanjut Agusdini, kontrak multi-pemasok dan mekanisme e-katalog merupakan bentuk kontrak kelompok.

Hal ini yang memungkinkan produsen vaksin nasional, seperti Bio Farma dan produsen vaksin lainnya dapat berpartisipasi.

Ketiga, Kemenkes mendukung tujuan transformasi kesehatan nasional, meningkatkan ketahanan rantai pasok, dan mendorong produksi lokal untuk memastikan keberlanjutan.

"Pengadaan Inactivated Poliovirus Vaccine (IPV) yang dibiayai melalui hibah yang dilakukan sesuai dengan peraturan pengadaan umum nasional yang mewajibkan prioritas pada produk yang diproduksi secara lokal dan memenuhi standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)," katanya.

Agusdini juga mengatakan Indonesia telah menerapkan beberapa strategi pembiayaan inovatif untuk memastikan pengiriman vaksin, terapi, dan diagnostik yang tepat waktu dan efisien, terutama untuk program nasional.

Program pasar lanjutan yang melihat dari model UNICEF hingga Integrated Marketing Communication (IMC) atau Komunikasi Pemasaran Terpadu.

Dalam hal ini, Indonesia memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin PCV dengan harga Low and Middle Income Countries (LMIC) atau negara berpenghasilan rendah dan menengah yakni 2,80 dolar AS per dosis atau sekitar Rp 46 ribu.

Dalam harga normal, kata Agustini, seharusnya vaksin tersebut seharga 21,20 dolar AS atau sekitar Rp 352 ribu per dosis.

"Namun, kami berharap IMC dapat membeli vaksin PCV dari produk lokal, dari produk kami, karena tiga industri di Indonesia sekarang dapat memproduksi vaksin PCV," katanya.

Agusdini menekankan soal program pembiayaan sumber daya.

Dana tersebut dicairkan berdasarkan pencapaian hasil terukur yang spesifik dan memastikan bahwa pinjaman tersebut terkait dengan keberhasilan implementasi hasil program.

"Penyediaan (vaksin) regional perlu dipertimbangkan, karena membantu mengurangi gangguan pasokan akibat bencana besar yang terjadi secara tiba-tiba," ujarnya.

Lebih lanjut, Agusdini menekankan model pembiayaan inovatif ini akan berkontribusi pada stabilitas industri, menurunkan biaya vaksin, dan mencegah kelangkaan di seluruh wilayah.

Pada kesempatan yang sama, Executive Manager Regional Revolving Funds PAHO Santiago Cornejo mengungkapkan isu-isu terkait alat pembiayaan inovatif dan penimbunan regional juga sedang dilakukan oleh pihaknya dalam platform pendanaan bergulir.

Hal ini dilakukan dengan membawa inovasi-inovasi ke dalam penimbunan regional dan alat-alat inovatif.

"Lalu, kami melihat beberapa peluang potensial untuk kawasan ini. Saya juga menyoroti poin penting bahwa ketika kita membahas mekanisme regional, kita juga membahas pentingnya bekerja sama dengan pemangku kepentingan global, UNICEF, GAVI, dan mereka memainkan peran penting dalam ekosistem ini," kata Santiago.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved