Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Otak Utama Modus 'Orang Dalam' Seleksi Akpol Seorang Sopir: Dua Polisi Aktif Terlibat

Sementara korbannya adalah seorang warga Kabupaten Pekalongan berinisial D, yang tergiur janji bisa diterima masuk Akpol

TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR D.
MENUNJUKAN FOTO - Dwi Purwanto warga Pekalongan menunjukan foto Alex (mengenakan pakaian berwarna putih) dan Agung (mengenakan baju hitam) dua dari pelaku penipuan rekrutmen taruna Akpol, Dwi juga membawa map berwarna merah muda berisikan kronologi kejadian tersebut. 
Ringkasan Berita:
  • Dua polisi yang terlibat adalah Aipda Fachrorurohim (41), Kepala SPKT Polsek Paninggaran, dan Bripka Alexander Undi Karisma (38)
  • Seorang sopir menjadi dalang Utama
  • Ia memperoleh jatah paling besar dari hasil kejahatan yang merugikan korban hingga Rp2,65 miliar.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Polda Jawa Tengah berhasil membongkar jaringan penipuan yang mengatasnamakan penerimaan Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang.

Komplotan ini menjalankan aksinya dengan modus menjadi “calo” yang menjanjikan bisa meloloskan calon taruna Akpol.

Ironisnya, dalam kelompok tersebut tak hanya ada warga sipil, tetapi juga dua anggota polisi aktif.

Sementara korbannya adalah seorang warga Kabupaten Pekalongan berinisial D, yang tergiur janji bisa diterima masuk Akpol dengan membayar sejumlah uang.

Dua polisi yang terlibat adalah Aipda Fachrorurohim (41), Kepala SPKT Polsek Paninggaran, dan Bripka Alexander Undi Karisma (38), anggota Polsek Doro, keduanya berada di bawah wilayah hukum Polres Pekalongan.

Selain itu, turut diamankan dua warga sipil, yakni Stephanus Agung Prabowo (55), seorang pekerja di bidang keuangan, serta Joko Witanto (44), yang berprofesi sebagai sopir.

Keempatnya kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya setelah upaya licik mereka terendus penyidik Polda Jateng.

Baca juga: Gubri Abdul Wahid Jadi Tersangka, FKPMR Sampaikan Pernyataan Sikap Kasus Hukum Pemimpin Riau

Baca juga: Dua Kerangka Manusia Ditemukan di Plafon Gedung, Diduga Korban Hilang Saat Demo Besar Agustus 2025

Sosok Otak Pelaku

Polisi mengatakan Joko Witanto merupakan otak kejahatan dalam kasus penipuan kasus ini.

Ia merupakan dalang sekaligus koordinator lapangan. Ia memperoleh jatah paling besar dari hasil kejahatan yang merugikan korban hingga Rp2,65 miliar.

Joko dikenal sebagai penipu ulung. Ia mempunyai banyak identitas palsu, mulai dari kartu anggota dan lencana palsu dari lembaga TNI, Badan Intelijen Negera (BIN), hingga Badan Penelitian Aset Negara.

Sementara itu, Stephanus Agung Prabowo, Bripka Alexander Undi Karisma, dan Aipda Fachrorurokhim hanya berperan membantu aksi kejahatan ini.

"Otak kejahatan kasus ini adalah JW (Joko Witanto). Dia bersama tersangka lainnya sudah saling kenal saat ada acara di Semarang."

"Mereka lantas merencanakan aksi kejahatan tersebut," ucap Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol. Dwi Subagio kepada TribunJateng.com, Rabu (5/11/2025).

Peran Tersangka

Para tersangka memiliki peran masing-masing dalam mengelabui korban.

Dua polisi bertugas untuk mencari para korban hingga bertemu dengan D yang sangat menginginkan anak laki-lakinya menjadi polisi. 

Mereka akhirnya mempertemukan korban dengan dua tersangka lain, Stephanus dan Joko Witanto.

Pertemuan itu berlangsung di Kabupaten Pekalongan dan Kota Semarang antara Desember 2024 hingga April 2025.

Selama pertemuan tersebut, Stephanus Agung Prabowo berlagak menjadi adik Kapolri.

Ketika beraksi, ia dibantu oleh Joko yang mengaku mengenal berbagai pejabat penting di kepolisian dan TNI, bahkan pemerintahan.

Ia juga menyodorkan foto-fotonya ketika berfoto dengan para pejabat itu.

Dwi mengatakan, untuk memuluskan aksinya, tersangka Stephanus Agung Prabowo mengaku sebagai adik Kapolri.

Padahal, berdasarkan hasil penyelidikan, tersangka tidak ada kaitannya sama sekali dengan Kapolri.

"Nama pimpinan kami dicatut karena untuk menyakinkan korban bahwa dirinya bisa mendapatkan kuota masuk Akpol," terangnya.

Korban yang terbujuk dengan rayuan para tersangka lantas menyetorkan uang Rp2,65 miliar yang diberikan beberapa kali kepada para tersangka. 

Korban menyetorkan uang tersebut secara tunai dan transfer.

Anak korban lalu mengikuti seleksi Akpol yang dimulai dengan proses Pemeriksaan Kesehatan (Rikkes) pada April 2025. 

Pada tahap ini anak korban langsung gagal.

"Selepas anaknya gagal masuk Akpol, korban melaporkan kasus ini ke Polda Jateng (Agustus 2025)," kata Dwi.

Sebelum kasusnya terbongkar, keempat tersangka telah membagikan uang hasil kejahatan itu.

Joko Witanto memperoleh Rp2.050.000.000 dan sisanya dibagikan kepada tiga tersangka lain.

"Uang kejahatan sisa Rp600 juta sudah disita. Sisanya sudah habis digunakan para tersangka untuk kebutuhan pribadi," papar Dwi.

Setelah kasus itu dilaporkan kepada polisi, para tersangka pun ditangkap.

Stephanus yang merupakan warga Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, ditangkap di ibu kota Jateng.

Lalu, Joko Witanto yang ditangkap di dekat rumahnya di Singonegaran, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur.

Sementara itu, dua tersangka polisi aktif ditangkap masing-masing oleh satuannya.

"Para tersangka dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara," kata Dwi. 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved