Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Jusuf Kalla Murka! Mafia Tanah Diduga Serobot Lahan Milik Mantan Wapres Itu, Lippo Group Terseret

Ia bahkan menduga adanya praktik mafia tanah di balik langkah hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan Lippo Group tersebut.

Ist
TANAH DISEROBOT - Mantan wakil presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla saat meninjau lahan sengketa miliknya dengan pihak Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di Jalan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, pesisir barat laut Makassar. Dok Tribun Timur 
Ringkasan Berita:
  • JK menegaskan, kasus ini menjadi peringatan serius bahwa jika seorang mantan wakil presiden saja bisa menjadi korban
  • JK menegaskan MA mewajibkan proses eksekusi dilakukan dengan pengukuran resmi oleh BPN.
  • Hadji Kalla tidak memiliki hubungan hukum dengan GMTD, khususnya dalam perkara yang diklaim dimenangkan di pengadilan. 

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) kembali menjadi sorotan usai melontarkan dugaan keras terkait adanya praktik mafia tanah di balik langkah hukum yang dilakukan anak perusahaan Lippo Group.

Pada Rabu (5/11/2025) pagi, JK turun langsung meninjau lahan sengketa di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Makassar.

Area itu kini menjadi pusat pertarungan hukum antara pihaknya dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).

Kunjungan tersebut dilakukan hanya sehari setelah Pengadilan Negeri Makassar melaksanakan eksekusi atas lahan yang disengketakan.

Sebelumnya, pada Senin (3/11/2025), Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said, bersama kuasa hukumnya Agustinus Bangun, menggelar konferensi pers yang menegaskan posisi perusahaan dalam perkara tersebut.

Namun, JK menilai ada hal yang tidak beres. Kepada awak media, ia mengungkapkan adanya banyak kejanggalan dalam proses hukum yang berlangsung, bahkan mengindikasikan adanya pihak-pihak yang bermain di balik layar.

Ia bahkan menduga adanya praktik mafia tanah di balik langkah hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan Lippo Group tersebut.

Menurut JK, lahan seluas 16,4 hektare itu telah dimiliki keluarganya melalui PT Hadji Kalla sejak tahun 1993, dengan dokumen kepemilikan yang sah.

Baca juga: Kronologi Kasus OTT Gubernur Riau Abdul Wahid oleh KPK, Awal Mula Kesepakatan Fee Hingga Penangkapan

Baca juga: Sosok Inilah yang Diidolakan Prabowo Selama Jadi Presiden, Sebut Pemimpin Paling Berpengaruh

Namun, dalam putusan pengadilan, lahan tersebut justru dinyatakan dimenangkan oleh pihak GMTD.

JK menegaskan, kasus ini menjadi peringatan serius bahwa jika seorang mantan wakil presiden saja bisa menjadi korban, maka masyarakat kecil berpotensi lebih mudah kehilangan hak atas tanah mereka.

"Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu.

Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain," ketusnya.

"Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa.Ini (lokasi) kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang (masuk) Makassar," ujar Kalla yang didampingi Presiden Direktur Kalla Group Solihin Jusuf, jajaran direksi, kerabat, dan tim hukum Abdul Aziz.

Disebut putusan hukum itu tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum sebagaimana ketentuan Mahkamah Agung (MA).

"Dia bilang eksekusi. Di mana eksekusi? Kalau eksekusi mesti di sini (di lokasi). Syarat eksekusi itu ada namanya constatering, diukur oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang mana. Yang tunjuk justru GMTD. Panitera tidak tahu, tidak ada hadir siapa, tidak ada lurah, tidak ada BPN. Itu pasti tidak sah," paparnya.

Constatering itu istilah hukum berupa pencocokan objek eksekusi guna memastikan batas–batas dan luas tanah dan atau bangunan yang hendak dieksekusi .

JK menegaskan MA mewajibkan proses eksekusi dilakukan dengan pengukuran resmi oleh BPN.

Karena itu, dia menyebut langkah GMTD tersebut sebagai bentuk kebohongan dan rekayasa hukum.

"Ini Mahkamah Agung (sesuai aturan) mengatakan harus diukur oleh BPN. Jadi, pembohong semua mereka itu," lanjutnya.

Penjual Ikan

Didampingi Abdul Aziz, pengacara Kalla Group, JK menegaskan Hadji Kalla tidak memiliki hubungan hukum dengan GMTD, khususnya dalam perkara yang diklaim dimenangkan di pengadilan. 

Menurutnya, pihak yang mengklaim pemilik lahan itu tidak memiliki dasar hukum dan hanya klaim sepihak.

"Kami tidak ada hubungan (persoalan) hukum dengan GMTD.

Karena yang dituntut Manyombalang (Dg Solong). 

Itu penjual ikan kan?

Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? 

Jadi, itu kebohongan, rekayasa semua. Itu permainan Lippo (Group), ciri Lippo begitu," tuturnya.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved