Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Disebut Ingin Perbaiki Keturunan, Suku Anak Dalam Jambi Beli Bilqis yang Diculik dari Makassar

selama bersama masyarakat SAD, kondisi Bilqis sangat terawat dan bahkan dianggap sebagai bagian dari keluarga besar mereka. 

Tribun-Timur.com/Muslimin Emba
KONDISI BILQIS -Bilqis bermain dengan ibunya Fifi Syahrir di rumahnya Jl Pelita Raya 2, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Selasa (11/11/2025) malam. Selama berada di perkampungan adat salah satu suku di Provinsi Jambi itu, Bilqis mengaku diperlakukan layaknya seorang anak. T 
Ringkasan Berita:
  • Selama bersama masyarakat SAD, kondisi Bilqis sangat terawat dan bahkan dianggap sebagai bagian dari keluarga besar mereka
  • Adi menambahkan, suku anak dalam biasanya mengadopsi anak untuk memperbaiki keturunan
  • Wahida menduga pihak yang hendak mengadopsi ingin punya anak dan tak tahu Bilqis merupakan korban penculikan.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Pihak kepolisian mengungkap bahwa masyarakat adat dari Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi memiliki peran penting dalam proses penyelamatan Balita Bilqis Ramdhani (4).

Bilqis adalah korban penculikan asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Kasus ini bermula ketika Bilqis, yang baru berusia empat tahun, dilaporkan hilang saat sedang bermain di area Taman Pakai Sayang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, pada Minggu, 2 November 2025.

Setelah hampir sepekan pencarian intensif, tim gabungan berhasil menelusuri jejak pelaku dan menemukan Bilqis dalam kondisi sehat.

Ia ditemukan di wilayah komunitas Suku Anak Dalam, tepatnya di kawasan SPE Gading Jaya, Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, pada Sabtu malam, 8 November 2025.

Pengungkapan lokasi persembunyian itu bermula dari keterangan salah satu tersangka yang mengaku telah menjual Bilqis dengan harga sekitar Rp80 juta. Informasi inilah yang akhirnya mengarahkan polisi ke tempat keberadaan sang bocah dan membuka peran masyarakat adat dalam membantu proses pembebasan.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan empat tersangka, yakni:

  • Sri Yuliana alias SY (30), warga Kota Makassar, Sulsel. 
  • Nadia Hutri alias NH (29), warga Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
  • Meriana alias MA (42) dan Adit Prayitno Saputra alias AS (36), pasangan kekasih asal Kabupaten Merangin, Jambi.

Iptu Nasrullah Muntu, Kanit Reskrim Polsek Panakkukang, yang terlibat langsung dalam proses negosiasi dengan para tetua adat masyarakat SAD saat evakuasi Bilqis, menjelaskan SAD korban tipu daya sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Menurut Nasrullah, negosiasi berlangsung sejak Jumat (7/11/2025) malam hingga Sabtu (8/11/2025) malam di tengah hutan Kabupaten Merangin, Jambi.

“Dengan kesabaran dari anggota-anggota yang akhirnya bisa membuahkan hasil, negosiasi yang alot dua malam satu hari,” ujar Nasrullah, Rabu (12/11/2025). 

Baca juga: Manaf Zubaidi, Kakek yang Berani Lawan Dedi Mulyadi Ternyata Jaksa yang Pernah Periksa Presiden

Baca juga: Inilah Sosok yang Akan Dipenjarakan Vita Amalia Usai Dirinya Dipecat Karena Injak Alquran

Negosiasi yang melibatkan Dinas Sosial Jambi dan Polda Jambi sempat berjalan alot karena masyarakat SAD awalnya enggan menyerahkan balita tersebut.

“Kami dibantu dengan temanggung-temanggung, kemudian ketua-ketua adat, jajaran dari Polda Jambi, dan Dinas Sosial. Kami memastikan, meyakinkan bahwa ini betul-betul murni penculikan,” jelasnya. 

Setelah mendapatkan penjelasan, masyarakat adat SAD akhirnya memahami situasi sebenarnya dan dengan sukarela menyerahkan Bilqis tanpa paksaan apa pun.

“Kami tidak ada menyerahkan uang (seperti yang beredar). Tim jajaran Polda Jambi memberikan penjelasan dari ketua adat atau temanggung-temanggung, dibantu dari Dinas Sosial juga akhirnya mereka paham,” tambah Nasrullah.

“Kami sangat dibantu oleh temanggung-temanggung, ketua-ketua adat sehingga berjalan kondusif. Jadi pada intinya, yang mengamankan terakhir (masyarakat SAD) ini tidak tahu kalau Bilqis ini adalah korban penculikan,” sambungnya. 

Menurut Nasrullah, selama bersama masyarakat SAD, kondisi Bilqis sangat terawat dan bahkan dianggap sebagai bagian dari keluarga besar mereka. 

Dari hasil penyelidikan, tersangka Meriana alias MA (42) dan Adit Prayitno Saputra alias AS (36), warga Kabupaten Merangin, Jambi, sengaja memanfaatkan masyarakat adat SAD.

“Mereka memberikan informasi yang salah kepada suku anak dalam. Mereka meyakinkan kepada suku anak dalam bahwa anak ini tidak terurus, sudah dilepas dari orang tuanya. Pelaku lalu membuatkan surat ala kadarnya untuk meyakinkan para suku anak dalam yang membeli ini, sehingga suku anak dalam juga percaya,” beber Nasrullah. 

Penyelamatan Berlangsung Dramatis

Kasubnit Jatanras Polrestabes Makassar, Ipda Adi Gaffar, mengatakan penyelamatan Bilqis berlangsung dramatis.

Pasalnya, warga SAD awalnya enggan melepas Bilqis.

“Sangat alot, karena mereka bertahan. Katanya, anak itu sudah dianggap sebagai anaknya sendiri,” kata Adi, Selasa (11/11).

Ia menjelaskan, pihaknya sempat berkomunikasi dengan kepala suku atau Tumenggung serta warga SAD lainnya.

Dari hasil pembicaraan itu, diketahui bahwa praktik adopsi anak di kalangan Suku Anak Dalam sudah sering terjadi.

“Memang mereka biasa merawat anak-anak yang diadopsi. Kata salah satu tersangka juga, sudah sering membawa anak untuk diadopsi ke suku anak dalam melalui perantara bernama Lina,” ujarnya.

Adi menambahkan, suku anak dalam biasanya mengadopsi anak untuk memperbaiki keturunan. 

“Keterangannya, mereka hanya ingin memperbaiki keturunan. Itu alasan yang disampaikan kepada saya,” ujar Adi. 

Adit Prayitno Saputra (36) dan Meriana (42), warga Kabupaten Merangin, Jambi, telah beraksi sembilan kali.

Mereka berpura-pura sebagai pasangan suami istri yang telah menikah sembilan tahun namun belum dikaruniai anak.

“Keduanya mengaku telah memperjualbelikan sembilan bayi dan satu anak melalui TikTok dan WhatsApp".

Anak Suku Dalam Diduga Tertipu

Terpisah, Wahida Baharuddin Upa, pendamping hukum masyarakat Suku Anak Dalam, menduga Suku Anak Dalam di Jambi tertipu dalam kasus penculikan balita Bilqis (4).

Wahida menduga pihak yang hendak mengadopsi ingin punya anak dan tak tahu Bilqis merupakan korban penculikan.

"Nah, menurutku begini. Ini seperti sindikat sebenarnya. Tapi kan yang kasihannya adalah orang yang mengadopsi. Tentu saja yang mengadopsi ini saya yakin niatnya adalah kepengin punya anak. Dia pikir mungkin ini adalah cara yang sudah sesuai dengan prosedur hukum. Sebenarnya yang patut dihukum adalah tentu adalah pelaku pertama," ujar Wahida kepada wartawan usai bertemu BAM DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).

Wahida berharap pelaku penculikan Bilqis mendapat hukuman setimpal.

 Ia menilai kasus ini menyangkut nasib dan hak anak. "Hukumannya harusnya lebih berat karena ini menyangkut soal hak seorang anak yang kemudian dihilangkan hanya karena adopsi. Hanya karena diculik kemudian diadopsi begitu saja," ujarnya.

Sebelumnya, polisi mengungkap Bilqis, dijual ke Suku Anak Dalam di Jambi dengan surat palsu. 

Surat itu demi meyakinkan bahwa Bilqis diserahkan orang tua kandung secara sukarela.

Kasat Reskrim Polrestabes Makassar AKBP Devi Sujana mengatakan surat palsu itu dibuat tersangka MA (42) yang menjual Bilqis ke Suku Anak Dalam.

MA dalam surat itu mengaku sebagai orang tua kandung Bilqis dan menyerahkan anaknya karena alasan ekonomi.

"Karena yang dari sana (suku anak dalam) itu, penerima itu, mereka mengira yang menjual dari sini itu adalah orang tua kandungnya. Jadi, MA ini membuat surat pernyataan yang seolah dari orang tua kandungnya, kalau dia tidak sanggup untuk memelihara anaknya sehingga diserahkan," ujar AKBP Devi Sujana kepada wartawan, Senin (10/11/2025).

Mengenal Suku Anak Dalam (SAD)

Suku Anak Dalam (SAD) dikenal sebagai kelompok masyarakat yang masih memegang teguh tradisi nenek moyang dan hidup berpindah di pedalaman hutan Jambi.

Meski kini sebagian mulai beradaptasi dengan kehidupan modern, banyak di antara mereka yang tetap mempertahankan adat istiadat dan cara hidup tradisional.

Melansir laman Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI, Suku Anak Dalam salah satu suku asli yang menghuni wilayah pedalaman Pulau Sumatera.

Masyarakat adat ini menjadi sebagai salah satu suku terasing sekaligus suku minoritas yang mendiami wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.

Terdapat beberapa sebutan lain bagi Suku Anak Dalam, seperti Suku Kubu, Orang Rimba, atau Orang Ulu.

Sebagai Orang Rimba, mereka dikenal sebagai penghuni hutan yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).

Suku Anak Dalam tersebar di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Kabupaten Batanghari.

Ada berbagai sumber yang menjelaskan asal-usul Suku Anak Dalam.

Dalam tradisi lisan disebutkan bahwa asal-usul nenek moyang Suku Anak Dalam berasal dari Maalau Sesat.

Nenek moyang mereka melakukan pelarian ke hutan rimba di Air Hitam, Taman Nasional Bukit 12. 

Orang Maalau Sesat yang lari tersebut kemudian disebut Moyang Segayo.

Ada juga yang pendapat yang menyebut bahwa bahwa Suku Anak Dalam berasal dari Pagaruyung yang mengungsi ke Jambi.

Pendapat ini diperkuat dengan kesamaan bahasa dan tradisi antara Suku Anak Dalam dengan Minangkabau, seperti sistem kekerabatan matrilineal yang ternyata juga dianut oleh suku ini.

Masyarakat adat ini dikenal primitif karena sebagian masih bertahan dengan tradisi lama, walaupun saat ini sebagian masyarakatnya telah tersentuh teknologi.

Mereka juga hidup secara berpindah-pindah atau nomaden di kawasan hutan-hutan belantara tersebut.

Kehidupan sehari-harinya diatur dengan aturan, norma, dan adat istiadat yang berlaku sesuai dengan budaya mereka.

Selain itu, mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang, mulai dari Temenggung, Depati, Mangku, Menti, dan Jenang.

Suku Anak Dalam menggunakan beberapa kosakata sebagai cara untuk bertutur.

Kosakata yang digunakan berupa kosakata tradisi, kosakata pengambilan makanan, kosakata azimat, dan kearifan lokal.

Suku Anak Dalam juga dikenal menganut kepercayaan animisme, walau ada juga yang telah memeluk agama Islam.

Msyarakat Suku Anak Dalam hidup di dalam sudung-sudung, yaitu sebuah pondok dengan alasan pelepah sawit dan terpal plastik.

Keseharian mereka sangat bergantung pada alam, dengan berburu hewan liar di hutan, mencari buah-buahan seperti buah rotan, jernang, damar, manau, jelutung, sialang, hingga jenis-jenis makanan dan hasil hutan lainnya.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved