Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Internasional

SOSOK Sheikh Hasina: Eks PM Bangladesh Dijatuhi Hukuman Mati, Menjabat 15 Tahun

Pada aksi itu, sekitar 1.400 korban berjatuhan dan menjadi titik balik yang menggoyahkan kekuasaannya.

Dhaka
SHEIKH HASINA - Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mempertimbangkan mencari suaka politik ke UEA, Arab Saudi dan Finlandia setelah ditolak Inggris dan Amerika Serikat. Inilah profil Sheikh Hasina, Eks Perdana Menteri (PM) yang dijatuhi hukuman mati, Senin (17/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Jaksa menuding Sheikh Hasina berada di balik ratusan pembunuhan serta penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa.
  • Temuan berupa penembakan jarak dekat, penghilangan paksa, dan penyiksaan, yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Sheikh Hasina, mantan Perdana Menteri Bangladesh, kembali menjadi sorotan internasional.

Hal ini menyusul putusan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICT) di Dhaka yang menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya.

Dakwaan yang menjeratnya berkaitan dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Putusan tersebut berhubungan dengan tindakan keras pemerintahannya dalam merespons demonstrasi mahasiswa pada 2024.

Pada aksi itu, sekitar 1.400 korban berjatuhan dan menjadi titik balik yang menggoyahkan kekuasaannya.

Tokoh berusia 78 tahun itu diadili secara in absentia lantaran sejak Juli 2024 ia telah melarikan diri ke India, usai digulingkan oleh gelombang protes yang menuntut penghapusan sistem kuota pekerjaan pemerintah.

Gerakan mahasiswa tersebut kemudian meluas menjadi aksi anti-pemerintahan yang lebih besar, menyoroti dugaan praktik otoritarian selama 15 tahun masa kepemimpinannya.

Baca juga: HEBOH Postingan ASI Keluar dari Ketiak, Simak Penjelasan Dokter

Baca juga: Beberapa Kali Mangkir, S Tersangka Korupsi Pupuk Bersubsidi di Rohul Langsung Ditahan Jaksa

Dituduh Izinkan 'Kekuatan Mematikan'

Jaksa menuding Sheikh Hasina berada di balik ratusan pembunuhan serta penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa.

Selama persidangan, ICT memutar rekaman audio yang diverifikasi BBC Eye, di mana Sheikh Hasina diduga memberi izin penggunaan 'senjata mematikan' pada puncak kerusuhan Juli 2024.

Hakim Golam Mortuza Mozumder menyatakan Hasina bersalah atas tiga dakwaan utama, yakni hasutan, memerintahkan pembunuhan, dan gagal mencegah kekejaman.

“Kami menjatuhkan satu hukuman, yaitu hukuman mati,” ujarnya.

Laporan penyelidik HAM PBB pada Februari lalu bahkan menyebutkan temuan berupa penembakan jarak dekat, penghilangan paksa, dan penyiksaan, yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Bantahan Sheikh Hasina

Dalam pernyataan lima halaman, Hasina menolak seluruh dakwaan dan menuding pemerintah sementara menggunakan pengadilan sebagai cara untuk “menghancurkan Liga Awami” sebagai kekuatan politik.

Ia mengklaim bangga dengan rekam jejak HAM selama pemerintahannya dan tak gentar menghadapi persidangan.

Namun, proses hukum di ICT juga dipersoalkan oleh tim penasihatnya.

Pengacara negara untuk Hasina, Mohammad Amir Hossain, merasa sedih karena tidak dapat mengajukan banding lantaran kliennya tidak hadir di persidangan.

Pekan lalu, para penasihat Hasina bahkan mengajukan banding darurat ke PBB, menuding adanya pelanggaran serius dalam proses hukum.

Konstelasi Politik dan Tantangan Diplomatik

Hukuman mati terhadap tokoh besar seperti Hasina menimbulkan tantangan diplomatik yang tidak ringan. Bangladesh telah meminta India mengekstradisi Hasina, namun sejauh ini Delhi tidak menunjukkan tanda-tanda persetujuan, sehingga eksekusi hukuman mati kemungkinan besar tidak dapat dilakukan.

Di dalam negeri, pemerintah sementara yang dipimpin ekonom sekaligus peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus, berupaya meredam ketegangan dengan menyerukan ketenangan, mengutip BBC.

Dhaka berada dalam pengamanan ketat pasca-putusan, dengan demonstrasi dan rangkaian ledakan bom yang menggetarkan ibu kota.

Sementara itu, Liga Awami, partai yang dipimpin Hasina , telah dilarang pada Mei lalu.

Hasina sebelumnya memperingatkan bahwa jutaan orang dapat memboikot pemilu 2026 jika kandidat partainya tidak diizinkan ikut serta.

Sosok Sheikh Hasina

Sheikh Hasina merupakan perempuan kelahiran 28 September 1947, di Tungipara, Pakistan Timur, di mana saat ini dikenal Bangladesh.

Dirinya merupakan seorang politisi Bengali dan pemimpin partai politik Liga Awami.

Sheikh Hasina memimpin Bangladesh selama 15 tahun, mengutip Britannica.

Sheikh Hasina menjabat sebagai perdana menteri Bangladesh untuk satu masa jabatan dari 1996 hingga 2001 dan empat periode berturut-turut dari 2009 hingga 2024.

Masa jabatan kelimanya, setelah pemilihan kontroversial Januari 2024, dipotong pendek ketika dia mengundurkan diri dan melarikan diri dari negara itu menyusul protes massa terhadap pemerintahnya pada bulan Juli dan Agustus.

Hasina adalah putri dari Sheikh Mujibur Rahman, orkestra utama pemisahan Bangladesh dari Pakistan pada tahun 1971.

Pada tahun 1968, ia menikah dengan MA Wazed Miah, seorang ilmuwan Bengali terkemuka.

Di bawah pemerintahannya, negara itu mencatat kemajuan ekonomi signifikan. 

Namun, ia juga dituduh membungkam oposisi melalui penangkapan bermotif politik, penghilangan paksa, hingga pembunuhan ekstra-yudisial.

Bagi banyak warga Bangladesh, hukuman ini menjadi penegasan atas tuntutan panjang mereka terhadap keadilan.

“Kemarahan terhadap Sheikh Hasina dan Liga Awami belum mereda,” kata aktivis HAM Shireen Huq.

Ia menilai hukuman mati tidak memberikan penutupan penuh bagi keluarga korban, terutama mereka yang mengalami trauma permanen akibat tindakan keras aparat.

Pengamat politik Bangladesh, David Bergman, menilai vonis ini memperuncing masa depan Liga Awami. Namun ia membuka peluang pemulihan jika suatu hari ada “permintaan maaf dan jarak” dari kepemimpinan lama partai.

Putusan terhadap Sheikh Hasina bukan hanya menandai babak baru dalam sejarah politik Bangladesh, tetapi juga membuka luka lama tentang kekuasaan, represi, dan tuntutan keadilan yang selama bertahun-tahun terpendam.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved