Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Diversifikasi Jadi Kunci di Era Transisi Energi: PTBA Racik Batu Bara Jadi Pupuk

Pupu dari batu bara diharapkan mampu menjadi langkah baru dalam memperkuat ketahanan pangan sesuai asta cita Presiden Prabowo. 

dok PTBA
PUPUK BATU BARA: BA Grow pupuk organik dari batu bara yang merupakan produk diversifikasi PT Bukit Asam. 

Ringkasan Berita:
  • Lahan persawahan di Bimomartani, Sleman menjadi tempat lahan percontohan penggunaan pupuk BA Grow ini.
  • Penggunaan kalium humat telah membawa perubahan signifikan pada hasil panen.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Menjelang berakhirnya tahun 2025, percakapan global tentang transisi energi semakin intens. Laporan demi laporan bermunculan terkait pencapaian berbagai negara yang beralih ke sumber energi yang lebih bersih.

Seperti riset dari Lembaga think tank Ember yang menyebut untuk pertama kalinya dalam sejarah pembangkit listrik tenaga angin dan surya menghasilkan listrik lebih banyak daripada pembangkit berbasis batu bara pada tahun 2025 ini. 

Lalu, Badan Energi Internasional (IEA) memprediksi energi terbarukan akan mengambil alih posisi batu bara sebagai sumber listrik terbesar di dunia. Bahkan, IEA mengklaim perubahan itu paling lambat akan terwujud pada tahun 2026 mendatang.

Di tengah hiruk pikuk kabar tentang transisi energi itu, PT Bukit Asam (PTBA) memperkenalkan hasil diversifikasi produk terbarunya dengan merek BA Grow pada Oktober 2025 lalu. Produk ini adalah pupuk batu bara yang mampu menyuburkan lahan pertanian.

Corporate Secretary Division Head PTBA, Eko Prayitno menjelaskan BA Grow merupakan hasil ekstraksi batu bara hingga menghasilkan senyawa humat, senyawa aktif yang berperan memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.

"BA Grow hadir dengan beberapa latar belakang utama, antara lain upaya diversifikasi produk, pemanfaatan batu bara berkalori rendah, kolaborasi riset, serta dukungan terhadap program ketahanan pangan nasional yang menjadi salah satu program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto," ujar dia kepada tribunpekanbaru.com, Selasa (11/11/2025).

Eko lebih lanjut menuturkan proses pengolahan batu bara berkalori rendah menjadi kalium humat melibatkan dua tahap utama. Pertama ekstraksi asam humat dan netralisasi dengan kalium. 

“Melalui proses itu, batu bara kalori rendah terutama lignit atau batubara muda yang sebelumnya kurang optimal untuk pembakaran, dapat dimanfaatkan menjadi produk bernilai tambah, sekaligus memperkuat program ketahanan pangan nasional,” sambung dia.

Menariknya, inovasi itu lahir dari karya riset anak bangsa, Ferian Anggara. Ferian merupakan Guru Besar Termuda Teknik Geologi UGM yang sudah fokus meneliti batu bara sejak lulus sarjana.

Dalam pidato pengukuhannya, Ferian menyampaikan potensi cadangan batu bara di Indonesia diproyeksikan mampu bertahan hingga 51 tahun atau sampai dengan tahun 2073. 

Namun, seiring dengan perkembangan kebijakan pemerintah Indonesia dan tren pemanfaatan energi di dunia, menurut dia diperlukan upaya tambahan dalam pemanfaatan batubara.

Adapun program Peningkatan Nilai Tambah (PNT) batubara merupakan bentuk implementasi pengelolaan energi dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.

“PNT batubara pada sektor metalurgi, pertanian, konstruksi, dan berbagai bidang lainnya diharapkan dapat mendukung implementasi konsep total extraction dan circular economy dalam pemanfaatan sumber daya di Indonesia. Akhirnya, kita sebagai bangsa, tetap dapat memanfaatkan sumber daya yang kita miliki dengan berkelanjutan,” ucap dia melansir ugm.ac.id.

Direktur Utama MIND ID, Maroef Sjamsoeddin dalam siaran persnya mengatakan inovasi kalium humat menjadi bukti kemampuan Indonesia mengolah sumber daya mineral untuk menjawab kebutuhan pembangunan, termasuk sektor pangan.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved