Jaksa Ultimatum 131 Nasabah BPR Indra Arta Inhu, Diminta Kembalikan Uang Korupsi Rp15 Miliar
Jaksa Inhu mengultimatum 131 nasabah Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta terkait dugaan korupsi Rp15 miliar.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: M Iqbal
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu, mengultimatum 131 nasabah Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta terkait dugaan korupsi Rp15 miliar.
131 nasabah ini, belum melunasi kewajiban tunggakannya yang berkontribusi menyebabkan kerugian negara dalam kasus dugaan rasuah kredit macet ini.
"Kepada 131 nasabah yang belum mengembalikan pinjaman ke BPR, kami imbau agar segera mengembalikan pinjaman tersebut melalui Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu," imbau Kasi Pidsus Kejari Inhu, Leonard Sarimonang, Selasa (7/10/2025).
Ia menegaskan, para nasabah diberikan waktu hingga Jumat (10/10/2025) mendatang untuk menyelesaikan kewajiban mereka.
Jika batas waktu tersebut diabaikan, Kejari Inhu akan menindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
"Kita berikan waktu tujuh hari atau satu minggu kepada debitur untuk mengembalikan pinjaman sebelum kita lakukan tindakan hukum," ungkapnya.
Sebelumnya, jaksa telah menyita uang senilai Rp1.082.824.500.
Uang ini merupakan hasil pengembalian dari 17 nasabah.
Uang ini disita tim penyidik Pidsus Kejari Inhu, untuk kemudian dititipkan dalam rekening penampungan Kejaksaan Negeri Rengat di Bank BRI Nomor 654170068422801.
"Penyitaan ini bagian dari upaya pemulihan kerugian negara yang timbul akibat dugaan korupsi pengelolaan keuangan daerah di BPRIndra Arta sejak tahun 2014 hingga 2024," ujar Leonard.
Dalam kasus ini, 9 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan pasal berlapis.
Plt Kepala Kejati (Kajati) Riau, Dedie Tri Hariyadi mengungkap, para tersangka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ungkap Dedie, saat ekspos kasus, Kamis (2/10/2025).
Kasus ini ditangani oleh penyidik Seksi Pidsus Kejari Inhu.
9 orang tersangka ini, juga langsung menjalani proses penahanan pada hari ini.
Plt Kajati Riau menyebut, langkah ini dilakukan untuk mempercepat dan mempermudah proses penyidikan kasus ini.
“9 tersangka tersebut dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Rengat untuk 20 hari ke depan, sesuai dengan surat perintah penahanan Perintah Penahanan masing-masing,” ujar Dedie.
Lanjut dia, sebelum dilakukan penahanan, 9 tersangka menjalani proses pemeriksaan kesehatan. Hasilnya, mereka semua dinyatakan sehat.
Korupsi yang berlangsung dari tahun 2014 hingga 2024 ini, diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp15 miliar.
Dedie menjelaskan, masing-masing tersangka memiliki peran vital dalam skema korupsi ini.
Para tersangka berasal dari berbagai posisi, mulai dari level direktur, pejabat eksekutif, account officer, kasir, hingga debitur.
Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka terbagi dalam peran yang berbeda.
SA, Direktur Perumda BPR Indra Arta, dan AB, Pejabat Eksekutif Kredit, memiliki peran sentral.
Keduanya menyetujui pemberian kredit kepada para debitur meskipun mengetahui bahwa pengajuan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Keputusan ini secara langsung menyebabkan kredit macet dan penghapusan buku (hapus buku) yang merugikan bank.
Sementara itu, lima account officer, yaitu ZAL, KHD, SS, RRP, dan THP, gagal menjalankan tugas pokok dan fungsi mereka dalam memproses pengajuan kredit.
Mereka mengabaikan peraturan yang berlaku, yang berujung pada kredit macet dan hapus buku.
Dugaan korupsi ini juga melibatkan dua tersangka lain dengan peran spesifik.
RHS, seorang teller dan kasir, diduga melakukan pencairan atau pengambilan deposito nasabah tanpa persetujuan.
Kemudian, KH, seorang debitur, diduga bekerja sama dengan account officer untuk mencairkan pinjaman menggunakan nama orang lain.
Modus operandi yang digunakan para tersangka sangat beragam dan terstruktur.
Mereka diduga secara bersama-sama memberikan kredit fiktif dengan cara menggunakan nama orang lain, menjadikan agunan yang tidak diikat hak tanggungan, dan tidak melakukan survei kelayakan terhadap pengajuan kredit.
Selain itu, ditemukan pula praktik pemberian kredit di atas nilai agunan, pemberian pinjaman kepada debitur yang bermasalah, serta pengambilan deposito nasabah tanpa izin.
“Akibat dari tindakan ini, terjadi kredit macet pada 93 debitur dan hapus buku pada 75 debitur, yang secara keseluruhan menyebabkan kerugian negara Rp15 miliar,” terang Dedie.
Ia menerangkan, proses hukum terhadap para tersangka kini terus berjalan.
Jaksa masih mendalami kasus ini untuk menemukan kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.(tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)
Bongkar Korupsi Lahan Tol Trans Sumatera, KPK Kuliti Percakapan WhatsApp Para Tersangka |
![]() |
---|
Pencuri Sepatu di Masjid Itu Ternyata Anak Eks Wali Kota Cirebon yang Kini Dipenjara Kasus Korupsi |
![]() |
---|
SOSOK Halim Kalla: Adik Wapres Jusuf Kalla Jadi Tersangka Dugaan Korupsi PLTU, Segini Kekayaannya |
![]() |
---|
KPK Eksekusi Risnandar Mahiwa CS Untuk Jalani Hukuman, Aset Negara Rp 9 Miliar Lebih Dipulihkan |
![]() |
---|
Uang Korupsi Kuota Haji Rp 100 M Sudah Dikembalikan, tetapi Tersangkanya Tak Kunjung Ditetapkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.