Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Mari Meneladani Kepahlawanan Sultan Syarif Kasim II

SSK II mempersembahkan uangnya sebanyak 13 juta Gulden, ditambah mahkota emas dan kedaulatannya kepada Presiden Soekarno, tahun 1945.

Penulis: Mayonal Putra | Editor: M Iqbal
TribunPekanbaru/MayonalPutra
Video dokumenter sejarah SSK II dalam membangun peradaban tinggi di Siak dan memperjuangkan Republik Indonesia. Dalam foto itu SSK II dan Presiden I Indonesia Soekarno serta tertulis 13 juta Gulden, sebagai sunbangan Sultan ke RI. 

Sultan Syarif Kasim (SSK) II bernama lengkap Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin. Merupakan sultan ke 12 kerajaan Siak. Ia anak dari pasangan Sultan Syarif Hasyim dan Tengku Yuk. Ia lahir pada 1 Desember 1893 di Siak Sri Indrapura dan meninggal pada 23 April 1968 di Rumbai, Pekanbaru.

Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 16 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim. Dan,  ikut berjuang mengusir penjajahan di berbagai daerah di Sumatra, termasuk Sumatra Utara dan Aceh. Ia menyatakan bergabung dengan NKRI setelah Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan. Lalu menyumbangkan hartanya 13 juta Gulden.  Langkahnya tersebut juga diikuti oleh Sultan Serdang dan raja-raja di Sumatera Timur.

SSK II merupakan anak yang cerdas di keluarga kesultanan sebelumnya. Ia pernah menempuh pendidikan di Batavia, dan dinobatkan sebagai Sultan Kerajaan Siak Indrapura pada 13 Maret 1915 dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin. Dari kecil hingga akhir hayat, SSK II tidak punya catatan buruk di tengah masyarakat Siak. Bahkan, masyarakat Siak sangat mencintai SSK II selama ia hidup hingga sekarang.

Di awal pemerintahannya, SSK II sudah menunjukan gelagat tidak suka dengan Belanda. Sehingga menjadi ancaman bagi kaum penjajajah. Ketidak sukaannya terhadap Belanda juga terwujud saat dirinya  menolak Sri Ratu Belanda menjadi pemimpin tertinggi para raja di Nusantara.

Selama kepemimpinannya, SSK II sudah membangun peradaban yang tinggi di Siak. Berbagai gedung pendidikan Islam dibangun dan beberapa murid di sekolahkan ke luar daerah. Hingga saat ini, beberapa bangunan monumental masih berdaya fungsi dan kokoh. Seperti Masjid Syahbuddin, gedung lembaga pendidikan, dan istana Matahari Timur.  Namun, di akhir hayatnya, Sultan memilih menjadi masyarakat biasa dan mendukung perkembangan pembangunan dan mempertahankan kemerdekaan.

Pemerintah Indonesia kemudian mengangkat SSK II menjadi pahlawan nasional pada 6 November 1998, melalui keputusan presiden nomor 109/TK/1998, yang di tanda tangani presiden BJ Habibie. Ia juga mendapat tanda kehormatan bintang Mahaptra Adipradana.

Kini, makam SSK II berada di pinggiran Sungai Siak, tepatnya di samping Masjid yang ia bangun, yakni Masjid Syahbuddin. Jarak makam dengan Istana peninggalannya sekitar 100 meter, di jantung kota Siak Sri Indrapura. 
Hingga sekarang, sudah ratusan ribu orang dalam dan luar negeri menziarahi makam SSK II. 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved