Citizens Journalism
Izinkan Aku Mengagumimu, Pak *)
Rachmat Djoko Pradopo (selanjutnya akan ditulis RDP) adalah nama yang tak akan pernah diragukan “kandungan” ilmiahnya.
Dulu, sekali waktu, bahkan saya sempat merindukan suara tas kresek itu, baik di ruang kuliah maupun di ruang kerja dosen jurusan yang masih seperti klompencapir: hanya ada 12-an kursi untuk dosen yang jumlahnya lebih dari 20 orang.
Aspek kedua yang tidak boleh dilupakan, dan bahkan harus dicatat, oleh siapa pun yang pernah menzalimi karyanya adalah kesabaran atau kebaikan hatinya.
“Dik, lihat buku ini. Dari halaman sekian sampai sekian adalah tulisan saya,” begitu saat RDP berkata.
Mak jegagig saya langsung sampaikan, “Wah, tidak boleh itu, Pak. Harus diprotes,” sergah saya.
Apalagi buku itu hanya menyebut RDP dengan ucapan terima kasih di pengantarnya.
Edan tenan. Apakah kegilaan ilmiah yang kurang, atau bahkan tidak, menghargai kaidah ilmiah itu selaras dengan puisi RDP berjudul “EDAN” yang ada dalam antologi AUBADE yang ada dalam kutipan berikut?
EDAN
orang-orang pada edan sebab yang paling baik adalah edan
...
Nah, begitu: bagus jadi orang edan!
...
Sini jadi orang edan agar tak disangka edan!
Siapa yang tahu.
Yang jelas, kegilaan plagiasi tak boleh terjadi.
Untung itu ada di zaman manual ketika mesin tulis masih berbunyi tak tik tak tik tak tik dan langsung “ngeprin” sehingga masih sulit minta ampun untuk mengakses tulisan orang lain.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/herumarwata_20171030_133558.jpg)