Merinding, Mahasiswi Psikologi dengan IPK 3.5 Tanpa Tangan Ini Punya Cerita Haru
Ia sedang membantu ayahnya membersihkan saluran air, ketika tiba-tiba besi yang digunakan, menyentuh kabel listrik bertegangan 33.000 volt.
Penulis: Firmauli Sihaloho | Editor: Firmauli Sihaloho
Keputusan amputasi diambil 20 hari kemudian, ketika bagian tubuh yang telah mati dari awalnya di sekitar pergelangan tangan, sekarang menjalar ke arah pangkal lengan.
Kedua tangan Tiara harus dipotong.
Tangan kiri tinggal lima centimeter, sedangkan tangan yang kanan hanya sampai siku.
Setelah beberapa lama kemudian, sang gadis kecil terbangun.
Dia mendapati kedua tangannya tak ada lagi.
Dia syok, panik dan rasa takut tiba-tiba memenuhi rongga dadanya lalu histeris menangis pilu.
Ada rasa Tuhan tidak adil.
Ada rasa cemas dan takut yang begitu menghujam yang memupus kan harapan hidup.
Dia ingin mati saja, tak terbayang bagaimana menghadapi kehidupan dengan tubuh cacat tanpa tangan seperti ini.
Siapa pun yang menyaksikan keadaan gadis kecil itu betul betul tak sanggup menahan tumpahan air mata yang menetes dari sudut sudut mata.
Perawat, sahabat, apa lagi keluarga dilanda terpaan rasa haru yang mengaduk sanubari.
Seorang psikolog ditugaskan untuk mendampinginya, mambangkitkan semangatnya yang nyaris terkikis.
Keadaan itu berlangsung beberapa lama sampai akhirnya gadis kecil itu tersadar bahwa ada susuatu yang nyaris lupa dia syukuri yaitu dia masih hidup.
Allah masih memberikannya kehidupan.
Bagaimana seandainya dia mati.
