Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Merinding, Mahasiswi Psikologi dengan IPK 3.5 Tanpa Tangan Ini Punya Cerita Haru

Ia sedang membantu ayahnya membersihkan saluran air, ketika tiba-tiba besi yang digunakan, menyentuh kabel listrik bertegangan 33.000 volt.

Kolases Facebook Henmaidi Alfian
Tiara, Asisten Trainer Karakter Andalasian Unand 

Apa persiapan yang akan dibawa menghadapi alam akhirat? Amal apa yang bisa dibanggakan?

Terbayang kehidupan selama ini, anak yang baru beranjak remaja, yang penuh hura-hura, shalat sering ditinggalkan.

Jika Allah takdirkan mati, akan bagaimana kehidupan kekal nanti?

Alhamdulillah ya Allah!

Engkau masih memberikan kesempatan, kesempatan hidup yang kedua.

Dengan tekad untuk memperbaiki diri, memperbaiki ibadah, memperbaiki keikhlasan.

Demikian, ternyata dibalik bencana, ada sikap yang harus dibangun, yakni sabar sekaligus mensyukuri, bahwa masih banyak nikmat yang Allah berikan.

Sabar dan syukur, itu tidaklah ringan, kecuali bagi yang ikhlas dan dikuatkan oleh Allah.

Karena selama kita hidup, ujian belum akan berakhir.

Gadis kecil itu bagaikan terlahir kembali.

Lahir sebagai orang yang baru, dengan semangat yang baru dengan tekad yang baru meskipun tidak mudah.

Dia harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang tak lagi seperti dahulu.

Kini dia tatap masa depan walau tanpa tangan.

Motivasi, inspirasi dan semangat yang diberikan oleh psikolog yang mendampinginya Alhamdulillah mampu membangkitkan kembali semangat hidupnya.

Terbersitlah keinginan, suatu saat nanti dia ingin menjadi seorang psikolog.

Proses penyembuhan berlangsung cukup lama.

Penyembuhan fisik dan sekaligus penyembuhan psikis.

Dia harus beristirahat selama 1 tahun setamat SMP.

Saat kawannya masuk SMA, dia masih berjuang membangun semangat hidup.

Gadis remaja ini tak mau jadi beban orang lain.

Dia mencari inspirasi dari orang-orang yang juga memiliki kekurangan seperti dirinya.

Googling, melihat dari YouTube, mempelajari bagaimana cara untuk mandiri.

Ternyata di dunia ini ada orang lain yang pernah diuji juga oleh Allah dengan kekurangan anggota tubuh.

Mereka berhasil menyesuaikan diri dengan keadaannya itu.

Sang gadis kecil dengan tangan kiri hanya sepanjang 5 centimeter di pangkal lengan dan tangan kanan sampai ke siku ini mulai berfikir.

Bagaimana caranya agar bisa mandiri, bisa menulis.

Dia menjepitkan pena di kedua sisa tangannya, dia coba berlatih menulis dan itu tak mudah.

Tangan yang belum seutuhnya sembuh itu terkadang berdarah, tergores dan lecet-lecet.

Tapi dia berfikir kalau ingin mendapatkan hasil yang manis maka dia harus tahan terhadap ujian ini.

Kalau hanya mengeluh, keluhan itu hanya akan menambah penderitaan.

Toh, keluhan tak akan membuat tangannya utuh kembali!

Ternyata dalam satu bulan dia telah mampu menulis.

Kenyataan itu menambah keyakinan bahwa dia nanti akan dapat bersekolah sebagaimana orang-orang normal lainnya.

Dia ingin buktikan bahwa dia memiliki kesempatan yang sama dibanding orang-orang lain.

Allah Maha Kuasa, gadis remaja itu akhirnya lulus dari SMA .

Dia ikuti ujian seleksi masuk perguruan tinggi negeri.

Takdir Allah, cita-cita yang sudah digoreskan di hatinya untuk menjadi psikolog akhirnya mendekati kenyataan.

Dia diterima sebagai mahasiswi jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Allahu Akbar!

Rasa bangga, rasa haru dan rasa syukur bercampur campur betapa Allah Maha Adil membukakan jalan bagi orang-orang yang mau bersabar dalam menjalani kehidupan.

Tenyata bukan itu saja, Allah memberikan jalan lain baginya untuk menjalani kehidupan sebagai mahasiswa.

Dia mendapatkan beasiswa Bidikmisi, beasiswa yang mengcover biaya kuliah ditambah dengan biaya hidup sehari-hari.

Itu memang tak cukup mengingat biaya hidupnya jauh melampaui kebutuhan hidup mahasiswa lain.

Meski sudah dapat mandiri untuk mengurus keperluan pribadinya namun ketiadaan tangan membuatnya kesulitan untuk beberapa keperluan seperti mencuci pakaian.

Mau tak mau dia harus menggunakan jasa laundry.

Di samping itu tak mungkin dengan kondisi begitu dia tinggal di asrama dalam kampus.

Tempat tinggalnya harus dicari yang mudah diakses.

Dia harus mengontrak kamar, dan itu membutuhkan biaya lainnya.

Beruntung untuk sekedar menutupi kekurangan biaya hidup tersebut keluarga masih dapat mengusahakannya.

Dalam keadaan demikian, dia berhasil menyelesaikan semester pertama, sebagai mahasiswa jurusan Psikologi dengan IP lebih dari 3.5.

Tak cukup disitu, perjalanan hidup penuh ujian, kesabaran dan perjuangan itu, dituangkannya dalam bentuk tulisan, menjadi sebuah buku.

Hasilnya? Sebuah penerbit besar di Jakarta, telah bersiap meluncurkannya.

MasyaAllah, hebat!

Ternyata Allah masih memberikan ujian untuk makhluknya ini.

Pada fase berikutnya, datang goncangan baru.

Papanya jatuh sakit sehingga tak dapat bekerja lagi.

Kehidupan keluarga tentulah terpengaruh signifikan.

Masalah baru muncul, biaya hidup sehari-hari tak lagi mencukupi.

Ibunya sedang mencoba untuk merintis usaha berjualan makanan, membuat kue atau apa saja yang bisa diusahakan untuk bertahan hidup.

"Papa sakit sehingga tak lagi bisa bekerja", begitu ujarnya kepada seorang dosen yang rajin memantau perkembangannya.

"Uang tinggal untuk biaya hidup dua hari ke depan", sambungnya.

Entah dengan apa gemuruh di hatinya harus disembunyikan.

"Dua bulan lagi, uang kontrak kamar setahun ke depan juga sudah harus dibayar".

Sang dosen tercenung mendapatkan informasi ini.

Berat betul jalan hidup yang harus ditempuh mahasiswi yang satu ini.

"Mungkin saya harus istirahat kuliah dulu, Bu!. Biaya hidup tidak cukup".

Suatu yang sangat berat, harus dia sampaikan. Tapi keadaan memaksa, apalah daya.

Subhanallah.

Ujian demi ujian kembali datang menghampiri mahasiswi ini.

Menjalani hidup sebagai orang cacat, tanpa tangan tidaklah mudah.

Sangat tidak mudah!

Dia harus menyesuaikan diri, takut menghadapi orang, ada rasa minder.

Dengan penuh semangat, penuh perjuangan, akhirnya bisa menjadi mahasiswa.

Sekarang dihadapkan pada masalah baru, biaya hidup tak lagi mencukupi untuk hidup di Padang, meski sudah dapat beasiswa...

Ya Allah!

Apakah mahasiswi hebat ini harus berhenti kuliah karena kesulitan biaya?

Tidak! Saudara-saudaramu tidak akan membiarkan itu terjadi. Bapak-bapakmu, ibu-ibumu, baik yang kenal atau tak kenal.

Mereka tidak akan membiarkanmu menanggung beban sendirian.

Mereka selama ini cuma tak tahu tentang kisah hidupmu.

Percayalah! InsyaAllah, ada jalan...

Alhasil, kini, Asisten Trainer Karakter Andalasian Unand itu sebentar lagi akan mengeluarkan buku perdananya, yang ditulis dengan susah payah.

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved