Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Siak

Inilah Kisah Dentuman Meriam yang Mendebarkan di Tepian Bandar Sungai Jantan

Lentam -lentum tembakan meriam di tepian bandar sungai jantan, Selasa (12/6/2018) malam membuat perasaan sangat mendebarkan.

Penulis: Mayonal Putra | Editor: Budi Rahmat
Tribun Pekanbaru/Mayonal
Peserta festival meriam bambu bersiap mendentumkan meriamnya di tepian bandar sungai jantan, sungai Siak, Selasa (12/6/2018). 

Laporan wartawan Tribunsiak.com, Mayonal Putra

TRIBUNSIAK.COM, SIAK - Lentam -lentum tembakan meriam di tepian bandar sungai jantan, Selasa (12/6/2018) malam membuat perasaan sangat mendebarkan.

Apalagi meriam itu mengarah ke seberang, tempat benteng Belanda masih berdiri.

Namun meriam itu bukanlah yang bermesiu api. Itu meriam bambu, yang difestivalkan oleh Dinas Pariwisata dan Ekraf Siak di tepian sungai Siak, depan istana Siak. Festival ini merupakan festival tahun II, setelah puluhan meriam bambu beradu bunyi pada Ramadan 2017 lalu.

Baca: Alasan Sesungguhnya Lopetegui Dipecat Timnas Spanyol, Sang Pelatih Telah Langgar Nilai Etik!

Dentuman yang silih berganti terus menggema di tepian itu sampai tengah malam. Bahan bakar masing-masing meriam bambu hanyalah seliter dua liter minyak tanah. Sedangkan penontonnya ramainya bukan alang -kepalang.

Kadang tawa penonton pecah kala yang menembakkan meriam tidak berhasil berdentum. Pusshhhh.... seperti bunyi angin, lalu asap membulat memenuhi ujung meriam. Itu tandanya, para pelomba harus meniup lubang tembakannya agar asap yang memenuhi ruang tembak cepat dihalau.

Baca: Warung Koffie Batavia Sediakan Menu Lontong Opor Ayam Saat Lebaran

"Tidak terus menerus berdentum keras. Kadang nyaring, kadang kepeleset kek kambing kecekek. Kadang malah bunyi angin saja yang keluar. Di sanalah para peserta festival harus mahir," celoteh Azar, warga Siak yang sehari-hari berjualan di sekitar lokasi kepada Tribun.

Pria 50 tahun itu seakan kembali kepada masa remajanya. Di mana meriam bambu diletuskan oleh anak laki-laki setiap malam Ramadan. Bambu dicari sendiri, dan meriam dibuat sendiri.

Baca: Satgas Berhasil Padamkan Kebakaran Lahan di Dumai dan Rohil

"Tidak ada festival-festival, dentuman meriam kami dulu sangat keras dan tidak ada apa-apanya dibanding acara ini," tambah dia.

Zaman dulu, dia belum berhenti bicara, main meriam bambu bukan karena festival. Tetapi tradisi yang turun temurun sejak zaman nenek moyang. Sempat dilarang beberapa tahun sebelumnya, tetapi kini dibangkitkan kembali.

"Saya kira bambu pada meriam mereka ini belum terlalu matang atau tua. Kalau kami dulu bambunya itu kalau dapat yang paling tua di bagian pangkal. Itu mencarinya ke hutan-hutan. Dan kalau bisa betung," ceracau dia, yang kadang bersorak gembira bila ada dentuman yang sangat kuat.

Baca: Dua Orang Ini Kedapatan Lakukan Pungli di Pelabuhan Kuala Enok Tembilahan

Tradisi meriam bambu sebenarnya sudah lama lenyap di kota Siak. Karena pemerintah daerahnya terlanjur menjual Siak sebagai daerah pariwisata, tradisi lama yang umum pada masyarakat rumpun Melayu semacam meriam bambu itu dibangkit-bangkitkan kembali.

Pada 1990 an, dentuman meriam bambu masih sangat ramah di telinga masyarakat. Tradisi yang dimulai oleh entah siapa itu satu persatu hilang dari kebiasaan. Sejak 2000an sampai di atas 2010 an, sama sekali tidak terdengar lagi dentuman khas meriam bambu. Masyarakat Sumatra Barat menyebut meriam bambu itu sebagai bodia-bodia batuang. Daerah lain mungkin beda lagi.

Baca: Jamin Kelancaran Mudik, Polres Inhu Siagakan Enam Orang Bersenjata Lengkap

Tetapi menurut Kepala Dinas Pariwisata Siak, Fauzi Asni, tradisi meriam bambu bukanlah tradisi yang khas pada bulan Ramadan saja. Tetapi bunyi meriam itu sudah ada sejak zaman kerajaan Siak dulu.

"Bunyi meriam semasa itu sebagai pemberi tanda berita baik dan berita duka seperti berita kematian dan berita kelahiran seorang putra Sultan," kata Fauzi, meskipun sulit sekali ditemukan referensi tentang meriam bambu menjadi pertanda kematian atau kelahiran putra sultan.

Hal tersebut di atas dikatakan oleh Fauzi Asni dilokasi berlangsungnya festival. Bahkan, festival meriam bambu digelar untuk mewarisi tradisi masa lalu kepada generasi sekarang.

Baca: Alasan Sesungguhnya Lopetegui Dipecat Timnas Spanyol, Sang Pelatih Telah Langgar Nilai Etik!

"Kita buat kegiatan ini, teradisi bunyi meriam buluh (bambu) ini sudah ada sejak masa kerajaan, namun seiring perkembangan zaman tradisi ini hilang, makanya kita wariskan tradisi ini kepada generasi sekarang," kata dia.

Menurutnya, sebagai daerah tujuan wisata kabupaten Siak harus memiliki event sebagai pendukung objek wisata yang sudah ada. Sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang berwisata ke kabupaten Siak.

Tokoh masyarakat Siak, Said Muzani menyebut meriam bambu di masyarakat Siak adalah tradisi sejak zaman kerajaan dahulu. Tetapi dia tidak menyebut sultan yang keberapa yang memulainya.

"Begitu juga di bulan Ramadhan sebagai pertanda Ramadhan sudah masuk mengabarkan ke seluruh pelosok negeri maka dibunyikan meriam karena pada masa dahulu tidak ada alat komunikasi," ungkap Muzani.

Baca: Dinkes Inhil Siagakan 345 Tenaga Kesehatan Pada Musim Mudik 2018

Bahkan menurut dia, untuk menandakan datangnya 1 syawal ditandai dengan menyalakan lampu colok di depan rumah masyarakat dan didentumkan meriam bambu. Para remaja tanggung membuat meriam dari bambu untuk dibunyikan saat bulan sya'ban menjelang Ramadan dan malam 7 likur 27 Ramadan menjelang masuk Syawal.

"Seperti saat ini memasukk malam 7 likur atau 27 Ramadan lampu colok dan bunyi meriam dimainkan oleh anak bujangtangung, juga menandakan 1 Syawal akan datang," kata dia.

Apapun sejarah dan tujuan yang ingin dicapai, festival itu sudah menyedot perhatian warga. Sedikitnya ada 46 peserta yang ikut bertanding pada festival ini. Juara 1-3 didominasi oleh peserta dari Paluh. Rencananya, festival meriam ini bakal terus digelar pada Ramadan-ramadan tahun mendatang. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved