Siak
Berpuluh Tahun Bergelut dengan Lumpur, Warga Rimba Cempedak Rindukan Aspal
Berpuluh tahun bergelut dengan kumpur kalau hendak keluar atau masuk kampung, warga Rimba Cempedak rindukan aspal
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Nolpitos Hendri
Laporan Wartawan Tribunsiak.com, Mayonal Putra
TRIBUNSIAK.COM, SIAK - Berpuluh tahun bergelut dengan kumpur kalau hendak keluar atau masuk kampung, warga Rimba Cempedak rindukan aspal.
Warga Dusun Rimbacempedak, Kampung Kerinci Kanan, Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Siak kerap terkendala cuaca jika hendak bepergian.
Terlebih pada musim hujan, warga amat sulit untuk keluar kampung.
Baca: Techno: Harga MacBook Pro 2018 13 Inchi Capai Rp 30 Juta, Ini Kelebihannya
Baca: Pencurian di Lokasi Banjir, Puluhan Personil Polres Dumai Disiagakan
Kampung itu tidaklah terlalu jauh dari jalan lintas Siak-Pangkalan Kerinci.
Namun dibatasi oleh perkebunan sawit sehingga tidak ada jalan langsung dari pusat kecamatan ke kampung tersebut.
Satu-satunya akses yang telah menjadi jalan bagi warga kampung adalah dari Kampung Sialang Baru, kecamatan Lubukdalam.
Koneksi warga untuk kebutuhan sehari-hari juga ke pasar Lubuk Dalam.
Dari Lubukdalam menuju kampung Rimbacempedak itu lebih kurang 15 kilometer, tetapi harus melewati medan ekstrim.
Perkebunan sawit warga dibelah jalan bertanah kuning dan merah.
Jalan itulah satu-satunya akses untuk keluar masuk.
Akses jalan tersebut tidak hanya terkendala pada lunaknya tanah, tetapi juga penuh tanjakan dan turunan.
Setelah melewati kampung Sialang Baru, hanya ada rumpun sawit di kanan dan kiri jalan.
Baca: Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan Repotkan Warga Kepulauan Meranti
Baca: Jelang Timnas U19 Indonesia vs Taiwan: SUGBK Terlihat Sepi Penonton
Begitu melihat ada rumah-rumah penduduk setelah belasan kilometer, itulah kampung Rimbacempedak.
Setumpuk warga yang terkurung perkebunan sawit dan jauh dari fasilitas negara.
"Kalau musim begini kami tak berani keluar. Jalan licin, jadi kemari salah. Keluar atau masuk pasti berkubang lumpur dan itu membahayakan," kata Kepala Dusun Rimbacempedak, Ahadim (48) kepada Tribunsiak.com, Kamis (18/10/2018).
Menurut Ahadim, kampung itu didirikan kakeknya sejak zaman Belanda.
Cempedak hutan tumbuh liar dan subur di kampung itu.
Sejak 1991, pohon cempedak ditebangi warga untuk menanam sawit.
Tanah-tanah diperjualbelikan sehingga rimba cempedak hutan diganti menjadi perkebunan sawit.
"Sekarang ini hanya tinggal beberapa batang cempedak hutan. Hanya satu dua yang bisa kita temui sekarang," kata dia.
Kampung tersebut hanya dihuni oleh lebih kurang 55 KK dan jumlah penduduk 190 jiwa serta Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 123 orang.
Warga sekitar lebih banyak bekerja sebagai buruh perkebunan sawit.
Baca: VIDEO: Tim Safari Sinergitas Pemilu Forkopimda Provinsi Riau Deklarasikan Pemilu Damai di Pelalawan
Baca: VIDEO: Penyidik Polda Cek Kebun Sawit Kemitraan PTPN V dengan Koperasi di Siak Hulu
Sedangkan kebun-kebun sawit itu dimiliki oleh para orang kaya yang berada di pusat-pusat kecamatan.
Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman sempat menurunkan alat berat pada 2017 lalu untuk memperbaiki jalan yang penuh kubangan lumpur, sehingga sebagian jalan sudah ada yang dibase.
"Pak Bupati Syamsuar belum permah masuk ke kampung ini. Tapi kalau Pak Alfedri sudah sering. Dulu dalam rangka penyerahan sapi dari BAZ pada 2013 serta acara penyuluhan Narkoba," kata dia sembari menunjukan foto Alfedri saat berkunjung.
Hebatnya, sebagai kepala dusun, Ahadim harus berkendara sejauh 20 Km ke kantor pemerintahan kampung jika diundang rapat.
Ahadim juga menghadapi jalan-jalan berkubang dan licin.
"Kadang saya kepeleset karena licin. Sampai di Lubukdalam kadang saya singgah ke mesjid untuk membasuh celana yang kotor. Baru ke kampung Kerinci Kanan," kata dia.
Sedangkan honorarium yang diterima Ahadim sudah naik sejak 2018 ini.
Paling sedikit Ahadim terima Rp 1,5 juta perbulan.
"Terimanya tidak tentu, kadang ada 4 bulan sekali. Macet macet juga," kata dia.
Kendati begitu, Ahadim justru tidak memikirkan honorarium itu.
Ia mengatakan, warga hanya minta jalan diaspal, minimal dibase dulu pada jalan-jalan yang lunak.
Baca: VIDEO: Link Live Streaming Piala AFC U-19 Indonesia vs Taiwan, Live RCTI Jam 18.30 WIB Malam Ini
Baca: Hashim Djojohadikusumo Lakukan Media Visit ke Kantor Tribunnews
"Berpuluh tahun lamanya kami merindukan jalan beraspal. Tapi belum dilaksanakan. Pernah saya minta sama Pak alfedri agar jalan dibase, dikeraskan dulu. Waktu itu katanya aspal aja langsung. Tapi nyatanya gak ada juga sampai sekarang," kata dia.
Listrik PLN juga belum masuk ke sana.
Warga memanfaatkan bantuan PLTS pada 2013 lalu untuk penerangan pada malam hari.
Untuk memperkuatnya, masing-masing rumah juga mempunyai mesin genset.
"Batrai PLTS itu sekarang juga banyak yang rusak," kata Ahadim.
Terkait tahun politik ini, Ahadim juga menyebut beberapa calon legislatif (Caleg) mulai masuk untuk mendulang suara warga.
"Tapi kami tidak memaksa warga atau membuat kesepakatan untuk memilih satu orang caleg. Semuanya bebas memilih tanpa ada embel-embel, sebab kampung kami begini aja dari dulu," kata dia sambil tertawa. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/berpuluh-tahun-bergelut-dengan-lumpur_20181018_175207.jpg)