Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kronologi & Pengakuan Tokoh Masyarakat Dibalik Foto Viral Salib Dipotong Saat Pemakaman

Masyarakat Kotagede, Yogyakarta memotong salib pada makam seorang warga Kristen, acara prosesi doa yang biasanya dilakukan umat katolik juga batal

(JP/Bambang Muryanto)
Simbol salib yang dipotong di Kotagede 

"Mengenai makam Jambon, walaupun belum resmi tapi akan diresmikan menjadi makam muslim," kata Bedjo.

Doa di Rumah Dilarang

Agustinus Sunarto, pengurus Gereja Santo Paulus Pringgolayan, Bantul, terpaksa mengatur pelaksanaan doa bagi arwah Slamet, di gereja dan bukan di rumah mendiang.
Agustinus Sunarto, pengurus Gereja Santo Paulus Pringgolayan, Bantul, terpaksa mengatur pelaksanaan doa bagi arwah Slamet, di gereja dan bukan di rumah mendiang. (YAYA ULYA UNTUK BBC NEWS INDONESIA)

Jenazah Slamet, lanjut Bedjo, boleh dimakamkan di pemakaman tersebut karena masih warga sekitar dan dalam kondisi darurat. Namun dengan syarat-syarat yang mereka tentukan.

"Jadi kesepakatannya, boleh makam di situ asal dipinggirkan dan tidak boleh ada simbol Nasrani. Ini ada pernyataannya," jelas Bedjo sambil menujukkan surat pernyataan tersebut.

Bedjo juga mengakui warga kampung menolak doa saat di makam."Doanya dalam rumah saja," imbuhnya.

Namun doa dalam rumah juga ternyata tetap ditolak. Pada malam hari sesudah pemakaman, ketika keluarga hendak menggelar doa bagi arwah Slamet di rumahnya, warga kampung juga menolaknya.

Pengurus Gereja Santo Paulus Pringgolayan, Bantul, Agustinus Sunarto, mengaku mendengar kabar penolakan warga terhadap niat keluarga mendiang Slamet untuk mengadakan doa di rumah.

"Rencananya doa di rumah jam 8 delapan malam. Tapi ada beberapa warga yang keberatan, akhirnya dipindahkan di sini, di gereja," kata Sunarto saat ditemui di gereja.

Slamet meninggal pada Senin (17/12), pagi sekitar jam delapan pagi.

Makam Jambon
Makam Jambon (YAYA ULYA UNTUK BBC NEWS INDONESIA)

Bedjo, lanjut Sunarto, adalah warga yang mengurus dan berkomunikasi dengannya soal pemakaman mendiang Slamet.

"Katanya waktu itu, Pak Slamet bisa dimakamkan di Purbayan, karena orang Purbayan. Dan lokasi pemakaman adalah makam kampung sehingga siapa saja bisa dimakamkan di situ," kata Sunarto. Namun dengan syarat-syarat tertentu itu.

Ia cemas, masyarakat DIY tidak lagi memahami makna subtansial dari toleransi dan keberagaman di Indonesia. "Minoritas diminta menghormati mayoritas," katanya. Sementara sebaliknya, tidak.

Di RW 13 Purabayan itu terdapay 150 kepala keluarga. Dan tiga keluarga di antaranya, termasuk keluarga Slamet, adalah pemeluk Kristen/Katolik.

Berita Ini menjadi viral dan mendapat sorotan banyak pihak.

Melansir Tribunjogja, tokoh masyarakat setempat, Bedjo Mulyono menampik jika warganya dituduh intoleran.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved