Kisah Sanusi Ceraikan Istri yang Mencintai Bung Karno, Ikhlaskan Inggit Garnasih Buat Sang Presiden
Banyak sekali kisah dari Presiden Pertama Indonesia Ir Soekarno yang dapat digali, salah satunya adalah kisah percintaannya dengan Inggit Garnasih.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Banyak sekali kisah dari Presiden Pertama Indonesia Ir Soekarno yang dapat digali, salah satunya adalah kisah percintaannya dengan Inggit Garnasih.
Inggit Garnasih, istri kedua Presiden Soekarno barangkali tidak begitu dikenal luas oleh masyarakat padahal Inggit merupakan sosok wanita yang setia mendampingi Seokarno saat masih berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.
Inggit merupakan ibu kost Soekarno yang masih kuliah di Bandung. Setahun tinggal di rumah Inggit, Soekarno mulai naksir dan mendekati.
Ihwalnya, pada 8 Juni 2016, sebuah rumah di Jalan Inggit Garnasih Nomor 174, Ciateul, Kota Bandung merupakan saksi awal mula kisah asmara Presiden Soekarno dengan Inggit.
Disebutkan bahwa Presiden Soekarno menikah dengan Inggit Garnasih pada 24 Maret 1923 di rumah orangtua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.
Menurut sejarah, Soekarno muda tiba di Kota Bandung pada Juni 1921.
Saat itu, tujuan utamanya adalah kuliah di Technische Hoogeshool Bandoeng atau yang sekarang dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung.
Melalui rekomendasi HOS Tjokroaminoto, Soekarno muda dititipkan di rumah salah satu saudagar dan anggota pergerakan Syarikat Islam Indonesia, Sanusi.
Di rumah inilah kemudian Soekarno berkenalan dengan Inggit Garnasih yang merupakan istri dari Sanusi.
Setelah satu tahun tinggal bersama, akhirnya benih-benih cinta di antara Soekarno dengan Garnasih mulai tumbuh.
Hubungan ini lama kelamaan mulai tercium oleh Sanusi.
Lalu akhirnya, pada tahun 1922, Sanusi menceraikan Garnasih dan merelakannya untuk menikah dengan Soekarno muda.
Rumah tangga Soekarno dengan Garnasih berjalan harmonis.
Garnasih selalu setia menemani Soekarno dalam pergerakan rakyat.
Sampai suatu ketika, Soekarno yang biasa dipanggil Engkus oleh Garnasih menjadi buronan Pemerintah Kolonial Belanda karena dianggap berbahaya.
