Penerapan New Normal Bisa Jadi Mesin Pembunuh, Ini Kata Pengamat, Apakah Sejenis Herd Immunity?
new normal dari pemerintah bisa menjadi dua kemungkinan hasilnya bagi kita, bisa jadi lebih baik bila kita disiplin, namun bisa jadi mesin pembunuh
Penulis: Nasuha Nasution | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Penerapan New Normal yang kini digaungkan pemerintah sebagai pengganti PSBB bisa menjadi mesin pembunuh, kenapa?
Pengamat Kemasyarakatan seorang Dosen Universitas Muhammadiyah Riau Dr Elviandri SHI MHum menjelaskan, kebijakan pemerintah dalam menerapkan New Normal di Riau merupakan kebijakan yang tepat di tengah kondisi masyarakat yang selama ini dibatasi dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Masyarakat memang sudah mulai mengalami kesulitan baik dari sisi kebebasan dan terutama ekonomi mereka mulai terganggu dengan penerapan PSBB sebelumnya.
Maka dengan penerapan new normal yang mengartikan menuju kepada kehidupan normal adalah solusi bagi masyarakat, apalagi saat ini jumlah kasus baru juga di Riau cenderung mengalami penurunan.
Apalagi dalam waktu empat hari terakhir tidak ada penambahan kasus lagi.
Hanya saja yang harus diperhatikan, kita tidak boleh lengah dengan kondisi saat ini, bisa saja nanti muncul kasus baru dengan dilonggarkannya sistem saat ini.
Untuk itu tidak ada alasan lain untuk tetap melakukan disiplin sesuai protokol kesehatan.
Semua aktivitas silahkan berjalan sebagaimana mestinya, hanya saja ingat protokol kesehatan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan mesti ditaati semua pihak.
Perekonomian kita kembali bisa bergerak dan bisa kita jalani kehidupan baru ini dengan baik, maka yang harus ditekankan adalah bagaimana kampanye ataupun sosialisasi terus kepada masyarakat tentang new normal ini.
Saya rasa dengan penerapan new normal ini, tidak akan mendapatkan penolakan dari masyarakat yang sudah jenuh di rumah dan sudah mulai jenuh dengan kondisi ekonomi mereka.
Harus diingat juga dengan pelibatan TNI dan Polri tentunya tidak ada yang membebani masyarakat, masyarakat hanya perlu disiplin dan mendapatkan arahan terus dari pemerintah selama masa penerapan new normal ini.
Selain pusat perbelanjaan dan bisnis yang sudah mulai bergerak, perlu juga diingat rumah ibadah juga mesti diperhatikan agar tatanan hidup masyarakat kembali seperti sediakala.
Ini merupakan terobosan dari pemerintah agar tetap dinamis kehidupan kita di Indonesia saat ini, karena kalau PSBB ini tetap diterapkan maka bisa jadi kehidupan tidak berjalan semestinya.
Tapi syaratnya masyarakat juga harus patuh dengan protokol kesehatan, new normal harus kita pahami harapan baru dalam kehidupan kita.
Jangan menerapkan seperti PSBB setengah hati setengah mata.
Boleh kita beraktivitas namun protokol kesehatan dijaga, kalau itu melanggar itu berarti kita tidak ingin pulih dari kondisi ini.
Perlu diingat juga, penerapan new normal dari pemerintah bisa menjadi dua kemungkinan hasilnya bagi kita, bisa jadi lebih baik bila kita disiplin, namun bisa jadi mesin pembunuh masyarakat kalau salah dalam menerapkan.
New Normal atau Herd Immunity?
Sejak munculnya wabah Covid-19 di Indonesia dan puncaknya saat kasus Covid-19 di Indonesia mencapai rekor Asia Tenggara, Herd Immunity menjadi pembicaraan banyak pihak.
Selain itu, Herd Immunity juga banyak dibicarakan di media sosial oleh masyarakat bawah hingga masyarakat kelas atas, bahkan politikus.
Pesan singkat beserta penjelasan mengenai Herd Immunity bersiliweran di whatsapp, status FB dan twitter.
Bagaimana dengan Pemerintah Indonesia, akan menerapkan Herd Immunity?
Dilansir dari Tribunwow.com, Herd Immunity disebut-sebut menjadi satu solusi untuk menghentikan penyebaran wabah.
Meski begitu, Herd Immunity disebut sebagai cara yang tidak manusiawi.
Berikut adalah penjelasan mengenai Herd Immunity dan dampaknya bagi masyarakat.
Penyakit yang disebabkan oleh virus bisa hilang saat lebih banyak masyarakat yang kebal dan individu beresiko terlindungi oleh masyarakat yang kebal, sehingga virus akan sulit untuk mendapatkan inang untuk hidup dan berkembang biak, situasi ini disebut Herd Immunity.
Kondisi ini menimbulkan dampak tidak langsung (indirect effect), yaitu membuat masyarakat lain turut terlindungi.
Jadi, apabila kelompok yang rentan seperti bayi dan balita terlindungi melalui imunisasi atau vaksin, maka penularan penyakit di masyarakat pun akan terkendali, tapi untuk virus corona vaksinnya belum ada.
Kelompok usia yang lebih dewasa pun ikut terlindungi karena transmisi penyakit menjadi rendah.
Kondisi tersebut hanya akan berhasil jika cakupan imunisasi dapat terlaksana secara merata di kalangan masyarakat, taoi sekali lagi vaksin untuk virus corona belum ada.
Sementara itu, dikutip dari nationalgeographic.com, strategi Herd Immunity ini sempat menjadi rencana medis untuk menekan korban Virus Corona.
Herd Immunity ini dianggap dapat membantu mengurangi menambah kekebalan imunitas pada populasi masyarakat.
Herd Immunity diharapkan membuat efek dari penyakit menular akibat virus dapat berkurang, seperti pada kasus penyakit campak.
Dikutip dari gavi.org, penyakit tersebut menginfeksi 18 orang dan 95% orang lainnya kebal terhadap penyakit ini karena memiliki Herd Immunity.
Penelitian sejauh ini menunjukkan bahwa coronavirus memiliki tingkat infeksi yang lebih rendah daripada campak.
Begitu juga dengan virus Covid-19 ini, rata-rata setiap orang terinfeksi menularkan kepada dua atau tiga orang baru, dan akan menghasilkan Herd Immunity sebesar 60% kepada populasi dan akan menjadikan masyarakat kebal terhadap Covid-19.
Untuk mencapai kekebalan kelompok, mayoritas populasi harus sembuh dari infeksi patogen agar sel memori imun merekam ciri-ciri patogen penyebab penyakit.
Caranya bisa ditempuh dengan vaksinasi atau membiarkan tubuh mendapat paparan penyakit secara alami, namun untuk virus corona belum ada vaksinnya.
Ketika pandemik flu 1918 atau familiar disebut flu spanyol, dunia pernah dengan terpaksa menjalani langkah alami membentuk herd immunity.
Penyakit ini dipicu oleh infeksi virus influenza, terjadi dari Maret 1918 hingga Juni 1920.
Sekitar 500 juta orang atau sepertiga populasi dunia terinfeksi virus ini.
CDC memperkirakan jumlah kematian mencapai 50 juta di seluruh dunia.
“Tak ada vaksin, upaya pengendalian terbatas pada isolasi, karantina, menjaga kebersihan, memakai disinfektan, dan pembatasan. Itu pun tidak merata,” tulis CDC.
Kekebalan kelompok dari infeksi alami berisiko menimbulkan sakit parah bahkan kematian.
American Heart Association bahkan mengatakan pemulihan infeksinya memakan waktu lama hingga hitungan bulan bahkan tahunan.
Bayangkan berapa banyak negara harus menanggung kerugian dengan menempuh cara ini.
“Penyebaran infeksi ke kelompok berisiko tinggi tak bisa dibatasi. Beberapa orang yang terinfeksi akan mengembangkan penyakit sangat parah, dan sebagian akan mati,” ungkap Paul Hunter, seorang profesor kedokteran dari Universitas East Anglia, Inggris.
Sebaliknya vaksin meminimalisir risiko tersebut karena patogen telah dilemahkan, diuji coba, dan terjamin aman.
Vaksinasi, penyebaran infeksi kepada kelompok berisiko bisa ditekan dengan memilih kelompok kuat untuk dijadikan populasi kebal.
Namun perlakuan ini nampaknya belum bisa diterapkan untuk kasus COVID-19 karena vaksinnya belum ditemukan.
New Normal - Tribunpekanbaru.com / Nasuha Nasution.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/penerapan-new-normal-bisa-jadi-mesin-pembunuh-ini-kata-pengamat-apakah-sejenis-herd-immunity.jpg)