Nasib Produk Sawit Indonesia di Swiss Tunggu Waktu, Referendum Penolakan Masuk Mahkamah Konstitusi
Mathias Stalder,sekretaris Uniterre yakin, referendum, penentuan nasib pemasaran produk sawit Indonesia akan disetujui Makahmah Konstitusi Swiss
TRIBUNPEKANBARU.COM, ZURICH - 59.200 tanda tangan terkait referendum penolakan kelapa sawit Indonesia diserahkan ke Bundeskanzlei, Mahkamah Konstitusi Swiss.
Tandatangan dimasukkan dalam kotak yang berjumlah 26 buah, sesuai dengan jumlah kanton (provinsi) di Swiss.
"Jika disetujui, setelah diteliti keabsahannya, tentunya, referendum penolakan produk kelapa sawit Indonesia, hanya soal waktu,“ tutur Mathias Stalder, sekretaris Uniterre, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (24/6/2020) .
Mathias yakin, referendum, penentuan nasib pemasaran produk kelapa sawit, akan disetujui Makahmah Konstitusi Swiss.
• Kawanan Gajah Liar Dekati Kampung di Pelalawan Riau, Takut Kebun Dirusak Warga Berjaga-jaga
• Tak Masuk Zonasi PPDB Online Tingkat SMA Sederajat, Orangtua Calon Siswa di Pelalawan Protes
• Detik-detik Kecelakaan Sepeda Motor Adu Banteng di Wajo Sulsel, Videonya Viral di Media Sosial
Ritual penyerahan kotak berisi tanda tangan untuk meminta referendum, diisi orasi dari Uniterre.
Isinya, bagaimana industri kelapa sawit menghancurkan lingkungan hidup.
Sekaligus tentang keberuntungan yang diperoleh perusahaan besar.
Ada puluhan wartawan, tidak terkecuali televisi Swiss dan kantor berita media arus utama.
Ronja Jansen, Presiden Juso (Jung Sozialdemokratische Partei Schweiz), berharap referendum ini akan menjadi kenyataan.
"Apa yang diakibatkan oleh Industri Kelapa Sawit sangat fatal. Lingkungan hidup di Indonesia rusak, dan juga pada akhirnya berpengaruh ke pemanasan global,“ katanya.
Ronja sendiri berada dalam dilema, karena induk partai politiknya, Sozialdemokratische Partei Schweiz (SP), ikut meneken kontrak persetujuan perdangan dengan Indonesia.
"Tapi saya di sini tidak mewakili SP,“ katanya.
Meski dalam perjanjian kerja sama itu ditekankan tidak ada lagi perusakan lingkungan, Ronja ragu pemerintah Indonesia bisa bersikap tegas.
"Bagaimana pengaturannya nanti. Dan bagaimana sanksinya kalau tidak ditepati perjanjiannya. Ini juga harus dipikirkan,“ imbuhnya.
Perjanjian kerjasama antara Indonesia dan Swiss, imbuh Ronja, hanya menguntungkan industri besar.