Perahu Sempat Dipepet, 12 Orang yang Ditangkap Usai Tolak Tambang Pasir di Makassar Dibebaskan
Para nelayan, aktivis, serta mahasiswa yang ditahan tersebut sebelumnya terkait pelemparan bom molotov dan pemotongan kabel di kapal PT Royal Boskalis
TRIBUNPEKANBARU.COM - Polisi membebaskan 8 nelayan Pulau Kodingareng Makassar serta 3 mahasiswa dan satu aktivis lingkungan yang ditangkap saat protes tambang laut di perairan Sangkarrang, Sabtu (12/9/2020).
Direktur Polairud Polda Sulsel Kombes Pol Hery Wiyanto mengatakan, para nelayan, aktivis, serta mahasiswa yang ditahan tersebut sebelumnya terkait pelemparan bom molotov dan pemotongan kabel di kapal PT Royal Boskalis.
Namun saat pemeriksaan, penyidik belum menemukan bukti terhadap 12 orang yang ditahan tersebut.
Mereka pun dilepas pada Minggu (13/9/2020) siang.
• Jika Penikam Syekh Ali Jaber Gila, yang Lalai Menjaganya Bisa Kena Pidana Kata Pakar Ini
"Tadi siang sudah saya lepaskan mas karena belum cukup buktinya," kata Hery kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Minggu sore.
Hery mengatakan, penahanan selama 24 jam terhadap para nelayan itu untuk kepentingan penyelidikan.
Polisi, kata Hery masih tetap mengembangkan dan mencari pelaku pelempar bom molotov kapal milik perusahaan Belanda tersebut.
"Kita masih kembangkan terus untuk mencari siapa pelaku pengrusakan kemarin," ujar Hery.
Sementara itu, Wakil Direktur Bidang Operasional LBH Makassar Edy Kurniawan mengatakan, pelepasan nelayan, serta mahasiswa tersebut menjadi indikasi kuat penyidik Polairud tidak meyakini dan ragu atas keterlibatannya terhadap dugaan tindak pidana.
• Pastikan Pengawas Bebas Covid-19, Bawaslu Riau Lakukan Uji Swab, Hasil Keluar Tiga Hari Lagi
"Sehingga memang besar dugaan, kepolisian asal melakukan penangkapan dan terkesan reaksioner dalam menindaklanjuti laporan yang diterima." kata Edy.
Sebelumnya diberitakan Polisi kembali menangkap tujuh nelayan Pulau Kodingareng Makassar saat melakukan aksi protes kapal PT Royal Boskalis yang kembali beroperasi menambang pasir laut, Sabtu (12/9/2020) pagi.
Selain nelayan, satu aktivis lingkungan dan tiga mahasiswa Universitas Hasanuddin dan Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang aktif di lembaga pers turut diamankan saat mendampingi protes para nelayan.
Tujuh nelayan yang ditangkap yakni Nawir, Asrul, Andi Saputra, Irwan, Mustakim, Nasar, dan Rijal.
Sementara aktivis lingkungan yang ditangkap dengan kekerasan ialah Rahmat.
• Mengerikan, Usai Bunuh Mantan Pacar, Wanita Ini Santai Merokok, Pesan Taksi Lalu ke Kantor Polisi
Kapal Nelayan Ditabrak
Sebanyak 12 orang yang mengadang kapal tambang pasir milik PT Boskalis masih dalam pemeriksaan Polairud Polda Sulsel.
Salah satu Tim Advokasi dari YLBHI LBH Makassar, Ridwan mengatakan pihaknya sangat menyesalkan sikap pihak kepolisian yang enggan memberikan akses untuk masuk menemui para nelayan dan pers mahasiswa.
"Padahal kami telah melakukan beberapa kali koordinasi kepada pihak Kepolisian namun jawaban yang kami terima sangat tidak beralasan," kata Kepala Divisi Tanah dan Lingkungan LBH Makassar Ridwan melalui rilis yang diterima tribun-timur.com, Sabtu (12/9/2020).
Ia menjelaskan, ketidakjelasan alasan polisi tidak memberikan akses kepada korban maupun tim advokasi tentu dapat dimaknai penghalang-halangan hak warga negara untuk mengakses keadilan.
Bahkan Tim Kuasa Hukum sudah melayangkan surat secara resmi kepada Polairud, namun kata dia, pihak kepolisian enggan menerima surat tersebut.
• VIDEO: Warga Terjaring Razia Protokol Kesehatan di Kota Pekanbaru di Sanksi Menyapu Halaman
"Kan ini aneh kok Kepolisian enggan memberikan Akses bantuan Hukum kepada korban padahal hak atas bantuan Hukum merupakan hak asasi manusia yang tentu polisi paham dan mengerti soal itu sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 huruf (F) Perkap 8 Tahun 2009 tentang Implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara republik Indonesia yang tegas menyatakan bahwa hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil merupakan Hak Asasi manusia," jelasnya.
"Artinya sikap kepolisian Polairud yang menolak Tim Kuasa Hukum dan tidak memberikan akses kepada 12 warga negara dengan tanpa alasan hukum yang dibenarkan jelas merupakan tindakan yang mengangkangi aturan mereka sendiri dan potensi melanggar HAM dan bahkan dari 12 orang tersebut terdapat anak di bawah umur," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, penangkapan nelayan dan aktivis serta tiga jurnalis mahasiswa itu bermula saat puluhan lepa-lepa (perahu kecil) nelayan mengejar kapal PT Royal Boskalis, Sabtu (12/9/2020) pagi.
Direktur Kepolisian Air Polda Sulsel Kombes Pol Hery Wiyanto mengatakan nelayan melakukan pelemparan batu dan bom molotov serta memotong kabel listrik peunumatic di lokasi quarry.
"Karena dilempari bom molotov kapal balik ke Makassar dan dikejar-kejar kapal nelayan, ketemu tim dari Polairud dan diamankan 12 orang," terangnya.(*)
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "12 Orang yang Ditangkap Usai Tolak Tambang Pasir di Makassar Dibebaskan",dan juga sebagian artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul 12 Orang Ditangkap Terkait Penolakan Tambang Pasir, LBH Sesalkan Akses Bantuan Hukum Dipersulit
