KISAH TB Simatupang: Jenderal Asal Sidikalang yang Berani Melawan Kesewenangan Soekarno
TB Simatupang, merupakan Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Banyak ruas jalan di Indonesia yang diberi nama TB Simatupang.
Tidak hanya di Sumatera Utara tentunya.
Selain itu, wajah TB Simatupang diabadikan pada pecahan uang logam pecahan Rp 500 pada tanggal 16 Desember 2016..
Lantas siapa TB Simatupang?
Tahi Bonar Simatupang atau lebih dikenal sebagai TB Simatupang, merupakan Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara.
Ia lahir pada 28 Januari 1920 di Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Nama TB Simatupang ini tentu sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Sumut.
TB Simatupang merupakan pahlawan yang ikut serta dalam gerilya selama perang kemerdekaan, ketika Belanda ingin kembali menguasai Indonesia.
• Citra Kirana Jatuh Sakit, Rezky Aditya Panik danLangsung Larikan Istrinya ke Rumah Sakit, Sakit Apa?
• VIDEO: Jaksa Periksa Mantan Camat Tenayan Raya Abdimas Terkait Dugaan Korupsi Dana Kegiatan PMBRW
• Pinangki dan Anita Kolopaking Disebut Pakai Kode Bapakmu dan Bapakku, Kejagung Beri Penjelasan Ini
TB Simatupang merupakan orang bersuku Batak dan beragama Protestan.
Sosok yang akrab disapa Sim ini merantau ke Jakarta pada usia 17 tahun.
Tujuan dia ke Ibu Kota karena ingin melanjutkan pendidikan di institusi binaan Belanda.
Pada 1941, atau ketika berumur 22 tahun, TB Simatupang berhasil masuk ke Akademi Militer Belanda yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat.
Saat itulah jiwa tempurnya diasah.
Apalagi, ia memiliki rekan-rekan yang menjadi perwira di Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL).
• Saat Regi Datau dan Ayu Dewi Bertengkar Hebat Sampai Bawa Kabur Anak, Ayu Sampai Berpikir 2 Kali
• Daftar Pemilih Sementara Pilkada 9 Daerah Ditetapkan 2,4 Juta Lebih, Rohil Terbanyak
• VIDEO Wako Pekanbaru Tegaskan PSBM Mulai Berlaku Selasa Hari Ini
Empat tahun berselang, Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan.
Hal ini membuat TB Simatupang menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Atas kelihaiannya, putra dari Sutan Mangaraja Soaduan Simatupang dan Mina Boru Sibutar ini pun dipercaya sebagai Kepala Organisasi Markas Besar TKR.
Tugas itu diberikan langsung oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.
Jiwa tempur TB Simatupang sudah tampak sejak masih dibina Belanda. Maka, tidak heran ketika kemudian ia menerima posisi terhormat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang.
Sedangkan Kepala Staf Angkatan Perang tidak lain adalah Jenderal Sudirman.
TB Simatupang tidak memfokuskan masa belajarnya untuk mempelajari kemampuan fisik selama berperang. Melainkan tentang strategi dan taktik di medan perang.
• Kartu ATM Tertinggal di Mesin, Uang Rp 10 Juta Lenyap, Ternyata Begini Cara Pelaku Bobol PIN
• KKB Papua Tembaki Pengemudi Ojek Saat Melintas di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Intan Jaya
• Kapal China Diusir dari Laut Natuna, Sudah Masuk ZEE Indonesia, Sampai Bersitegang di Radio
Ia dikenal sangat pintar bertempur, sehingga wajar saat kariernya di militer melesat begitu cepat.
Intelektualitas dan pengalaman gerilya, bersama Jenderal Sudirman, menjadi bekal yang cukup baginya untuk berpartisipasi dalam upaya diplomasi.
TB Simatupang menjadi salah satu delegasi Indonesia saat Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada 1949.
Karier TB Simatupang pun terus bersinar.
Pada 1950, usai Jenderal Sudirman meninggal dunia, ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dengan pangkat Mayor Jenderal.
Padahal saat itu umurnya baru 30 tahun.
Pada masa itu, terjadi pergolakan di internal militer Angkatan darat.
Kolonel Bambang Supeno yang merupakan komandan institusi pelatihan perwira militer Candradimuka, mendekati Soekarno untuk membujuknya agar memecat Kolonel AH Nasution dari posisinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Soekarno pun mengabulkannya asal para panglima divisi di berbagai pos sependapat dengan memberikan tanda tangan.
Syarat itu bisa dipenuhi, namun sebagai atasan AH Nasution, TB Simatupang dengan berani menyatakan keberatan.
Menurutnya, campur tangan Soekarno itu bisa menimbulkan situasi yang berbahaya di masa depan.
• Banyak yang Aneh, Syekh Ali Jaber Siap Ruqiah Pelaku yang Disebut Alami Gangguan Jiwa Itu
• Pemandu Lagu Rangkap Kerja jadi PSK, Dijajakan ke Pelanggan Karaoke
Saat berada di Istana Negara, ia menyampaikan bahwa cara tersebut bisa dicontoh oleh pejabat militer lain yang ingin mengamankan posisinya dengan mendekati Soekarno.
Pada saat yang sama, apabila ada panglima-panglima divisi yang tidak menyukai seorang pimpinan, mereka bisa mengumpulkan tanda tangan, lalu meminta Soekarno untuk mencopot orang tersebut.
Akibatnya, kesetiaan tidak lagi pada negara, melainkan presiden.
TB Simatupang Bonar pun secara tegas menyatakan kepada Presiden, selama menjabat KSAP, dia tidak akan membiarkan itu terjadi.
Soekarno marah besar atas penolakan TB Simatupang untuk mengganti AH Nasution sesuai permintaan Bambang Supeno.
Bahkan, Soekarno tidak mau berjabat tangan dengan TB Simatupang ketika meninggalkan Istana Negara.
Cekcok ini kian bergolak, yang kemudian mengakhiri kariernya di dunia militer.
Presiden Soekarno menghapuskan jabatan KSAP pada tahun 1953.
Ia kemudian ditempatkan sebagai Penasihat Militer di Departemen Pertahanan RI.
Dia pun menyadari waktunya di militer akan segera berakhir.
Jabatannya sebagai penasihat di Kementerian Pertahanan diakhiri tujuh tahun kemudian, di usia yang masih sangat muda yaitu 39 tahun.
Keluar dari militer dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal (Letjen), TB Simatupang mendedikasikan hidup untuk pelayanan agama.
Selain berceramah di gereja-gereja, ia pun menulis sejumlah buku tentang Kristen.
Tulisan-tulisannya juga dimuat di surat kabar Suara Pembaruan.
Hingga akhir hayatnya, TB Simatupang melayani lewat jalan agama.
Sumber:
- Buku Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos Oleh TB. Simatupang, Terbitan 1991
- Sejarawan Kota Medan, Muhammad Azis Rizky Lubis
(cr22/tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul TRIBUN-MEDAN-WIKI: TB Simatupang, Petempur Hebat dari Sidikalang yang Bikin Soekarno Marah Besar