Ribuan Pasangan Usia Produktif Pilih Pisah di Kota Ini, Perceraian Selama Pandemi Didominasi Ekonomi
Faktor penyebab terjadinya perceraian paling banyak adalah faktor ekonomi. Total sebanyak 630 pasangan berpisah karena faktor ini.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Selama pandemi virus Corona atau Covid-19 yang melanda sejak bulan Maret hingga saat ini, tercatat ribuan wanita di Gresik menjadi janda.
Bahkan, tercatat angka perceraian cukup tinggi selama pandemi sejak bulan maret lalu.
Menurut data perceraian di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Gresik, ada 1.058 angka perceraian sejak pandemi covid-19 melanda Gresik bulan Maret hingga Agustus.
Angka perceraian paling tinggi malah terjadi saat awal pandemi pada bulan Maret, sebanyak 268 perceraian diketok palu hakim.
Kemudian di susul bulan Agustus kemarin, angka perceraian sebanyak 190.
Terbanyak nomor dua setelah bulan maret.
Total ada 13 faktor penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten Gresik.
Mulai dari zina, mabuk, madat, judi, meninggalkan satu pihak, dihukum penjara, poligami dan kekerasan dalam rumah tangga.
Kemudian cacat badan, perselisihan terus menerus, kawin paksa, murtad dan faktor ekonomi.
Faktor penyebab terjadinya perceraian paling banyak adalah faktor ekonomi. Total sebanyak 630 pasangan berpisah karena faktor ini.
• VIDEO: Pasangan Kekasih Kurir Narkoba Ditangkap Membawa 1 kg Sabu dan 500 Butir Ekstasi
Kemudian disusul faktor perselisihan terus menerus diurutan kedua dan kekerasan dalam rumah tangga. Faktor lainnya adalah meninggalkan satu pihak dan mabuk-mabukan.
Menurut, Hakim Humas PA Gresik, Sofyan Zefri angka perceraian didominasi usia produktif.
“Usia produktif mulai usia 25 hingga 40 tahun. Di bawah 25 tahun juga ada. Perceraian di tengah pandemi didominasi oleh faktor ekonomi,” ucapnya.
Menurut Sofyan, tingginya angka perceraian di tengah pandemi covid-19 ini karena pasangan sebelum ada pandemi memang memiliki masalah kecil.
Kemudian saat pandemi, salah satu dari mereka ada yang terdampak sehingga membuat masalah kecil tersebut membesar hingga memilih untuk berpisah kemudian bercerai.
• Lapor Pak Kapolri! Polisi di Soppeng Tangkap Kakek yangTebang Pohon Jati, Padahal Ditanam Sendiri
“Sebelumnya ada konflik dalam rumah tangga, di masa pandemi ini kembali muncul sehingga bisa dipahami perkara yang muncul karena ekonomi. Bisa jadi suami kehilangan pekerjaan sehingga pasangan belum siap untuk survive bersama,” terangnya.
Menurutnya yang paling penting, perceraian bukanlah satu-satunya solusi menyelesaikan masalah dalam rumah tangga.
Prinsip perceraian dipersulit, sehingga tidak bisa serta merta menceraikan pasangan semena-semena.
Seperti bosan dengan pasangan.
“Cerai itu emergency exit. Harus ada alasan yang jelas sesuai hukum harus bisa dibuktikan. Kami di pengadilan agama tidak pernah ragu untuk menolak,” pungkasnya.
• Siswi Kelas 2 SMP Nyaris Dirudapaksa Pria Paruh Baya di Asahan, Pelaku Hampir Bonyok Diamuk Massa
Video Antri Urus Perceraian Jadi Viral
Sebuah video viral di media sosial perlihatkan antrean orang di sebuah Pengadilan Agama Soreang
Video tersebut menunjukkan antrean orang-orang yang mengajukan perceraian.
Memang Angka perceraian meningkat drastis dalam beberapa bulan terakhir.
Peristiwa itu terjadi di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan dibagikan oleh akun Instagram @bandung.update.
"Bandung'ers, jangan terkecoh yaa, ini bukan antrian penerima bantuan sosial, tapi antrian orang-orang yang mau cerai di Pengadilan Agama Soreang..." tulis akun instagram @bandung.update.
Lalu, bagaimana fakta yang sebenarnya terjadi?
Saat dikonfirmasi melalui telepon, pihak Pengadilan Agama (PA) Soreang membenarkan hal tersebut.
"Rata-rata setiap hari memang penuh. Biasanya Senin, Selasa, Kamis yang penuh," kata Ahmad Sadikin, Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Soreang saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/8/2020).
Ahmad menjelaskan, antrean tersebut terjadi lantaran jumlah ruang sidang yang terbatas.
• Akibat Kerap Video Call Tanpa Busana, Foto Panas Janda Tasikmalaya ini Jadi Bahan Konsumsi Publik
Sementara para pengaju gugatan cerai terbilang cukup tinggi.
"Yang ke Posbakum juga harus antre. Yang akan mengambil produk hukum di Pengadilan Agama Soreang juga harus antre sekarang," jelasnya.
Dalam satu hari seperti hari ini, kata Ahmad, pihaknya melayani lebih dari 150 gugatan cerai.
"Kalau sekarang masuk pembuktian setengah, berarti jumlah pengunjung dikali tiga. Bisa sampai 500 orang. Belum yang ngantre di Posbakum, daftar perkara baru dan yang mengantre menagambil produk pengadilan," jelasnya.
Ada 2.000 Kasus Perceraian di Cianjur
Angka perceraian di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, meningkat drastis dalam sebulan terakhir.
Data di Pengadilan Agama Cianjur mencatat, jumlah kasus perceraian yang masuk dan ditangani sepanjang Juni sebanyak 788 perkara. Sementara di bulan Mei ada 99 perkara.
Pejabat Humas PA Cianjur Asep menyebutkan, dari jumlah kasus perceraian tersebut, perkara cerai gugat cukup tinggi dibandingkan cerai talak.
“Istri yang menggugat cerai suami lebih dominan, lima kali lipat jumlahnya dari perkara yang masuk,” kata Pejabat Humas PA Cianjur Asep saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Selasa (30/6/2020).
Disebutkan, secara akumulatif angka perceraian di Cianjur periode Januari-Juni 2020 mencapai 2.049 perkara. Terdiri dari cerai talak sebanyak 346 perkara dan cerai gugat 1.703 perkara.
“Ada peningkatan dibandingkan tahun lalu. Namun, jumlahnya tidak begitu jauh,” ujar dia.
Kasus perceraian meningkat saat new normal
Menurut Asep, melonjaknya perkara perceraian bulan ini tidak terlepas dari kondisi pandemi Covid-19.
Pasalnya, selama masa pandemi di bulan lalu dan sebelumnya, PA Cianjur melakukan pembatasan pelayanan.
“Ditambah di bulan kemarin ada Ramadhan, sehingga pelayanan perkara lebih dibatasi. Sehari dibatasi hanya 20 perkara,” katanya.
Karena itu, memasuki era new normal atau adaptasi kebiasaan baru saat ini, perkara yang masuk ke PA Cianjur mengalami lonjakan drastis.
“Sehari kita bisa melayani 50 perkara. Namun, tentunya tetap dengan memerhatikan protokol kesehatan. Jumlah orang yang ada di dalam ruang sidang dibatasi,” ungkapnya.
Pemicu perceraian: ekonomi dan perselingkuhan
Adapun pemicu utama perceraian, disebutkan Asep, adalah faktor ekonomi keluarga.
“Terutama dari cerai gugat, berawal karena istri merasa nafkah yang dikasih suaminya kurang, tidak cukup, atau suaminya sama sekali tidak menafkahi. Bahkan, kelebihan harta juga bisa memicu perselingkuhan,” terang dia.
Selain ekonomi, faktor moralitas atau akhlak juga cukup tinggi menjadi penyebab gugatan cerai.
“Suami yang berselingkuh atau sebaliknya, dan beberapa kasus berujung pada terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Asep.
Dijelaskan, beberapa perkara yang ditanganinya, bibit perceraian dimulai saat istri memutuskan bekerja karena suami menganggur atau malas bekerja sehingga nafkah yang diberikan kepada istri dinilai kecil.
“Namun, seiring berjalannya waktu, sang istri merasa dieksploitasi tenaganya oleh suami. Sehingga memicu pertengkaran rumah tangga,” katanya.
Soal istri bekerja
Selain itu, keberadaan istri yang bekerja di luar rumah juga turut memicu terjadinya praktek perselingkuhan.
“Kendati suami yang berselingkuh masih lebih tinggi dibanding perselingkuhan yang dilakukan perempuan atau istri,” sebut Asep.
Rentannya perceraian akibat kondisi ekonomi dan perselingkuhan ini, menurutnya lebih karena faktor moralitas atau akhlak serta mentalitas kedua pasangan.
"Di sinilah kemudian perlunya saling memahami tugas dan kewajiban masing-masing. Respek terhadap pasangan juga sangat penting," ucapnya.(**)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Selama Pandemi Covid-19, Tercatat 1.058 Angka Perceraian di Gresik, Didominasi Akibat Faktor Ekonomi, dan Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral, Video Antrean Orang Mau Cerai di Pengadilan Agama Bandung"
