KPK Tahan Walikota Dumai
Rincian Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Suap DAK dan Gratifikasi yang Menjerat Walikota Dumai Zul AS
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya melakuan penahanan terhadap Walikota Dumai
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya melakuan penahanan terhadap Walikota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah atau Zul AS, Selasa (17/11/2020).
Walikota Dumai periode 2016-2021 ini, merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2017 dan APBN 2018.
Penyidikan perkara yang menjerat Zul AS ini, sudah dilakukan sejak September 2019.
Zul AS ditahan usai menjalani pemeriksaan di kantor lembaga anti rasuah itu di Jakarta.
"Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka ZAS (Zul AS,red) selama 20 hari terhitung sejak tanggal 17 November 2020 sampai dengan 6 Desember 2020 di Rutan Polres Metro Jakarta Timur," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Tahan Walikota Dumai Zulkifli AS, Tersangka Dugaan Tipikor Dana DAK Kota Dumai
Baca juga: KPK Periksa Wali Kota Dumai Zul AS Sebagai Tersangka Kasus Korupsi DAK, Proses Masih Berlangsung
Disebutkan Ali, perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
Selain Zul AS, KPK telah menetapkan 11 orang lainnya sebagai tersangka.
Diantaranya Amin Santono selaku anggota Komisi XI DPR RI, Eka Kamaluddin selaku pihak swasta/perantara.
Lalu Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Ahmad Ghiast selaku swasta/kontraktor.
Ada pula nama Sukiman, anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019, Natan Pasomba Pelaksana Tugas dan Pj. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua.
Kenam nama di atas tersebut telah divonis bersalah oleh majelis hakim pengadilan Tipikor.
Selanjutnya yang juga ditetapkan tersangka, BBD, selaku Walikota Tasikmalaya, KSS, Bupati Labuanbatu Utara 2016-2021, PJH pihak swasta sekaligus Wabendum PPP 2016-2019, ICM, anggota DPR 2014-2019, AMS, dan Kepala badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten Labuanbatu Utara.
"Hingga saat ini, enam orang tersebut masih dalam proses penyelesaian penyidikan dan telah ditahan KPK," ucap Ali Fikri.
Plt Jubir KPK ini, juga merincikan konstruksi perkara yang menjerat Zul AS.
Awalnya, pada Maret 2017, Zul AS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Walikota Dumai ini meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai.
Lalu pada pertemuan lain, akhirnya disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan catatan fee sekitar 2 persen.
Kemudian pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar.
Baca juga: Tiga Terdakwa Pidana Pilkada di Pelalawan Divonis Hukuman Percobaan, Ini Rinciannya
Baca juga: Hari Ini Pelalawan Diprediksi Hujan Lebat Disertai Petir dan Angin Kencang, Warga Diminta Waspada
Baca juga: Pancing Pelaku, Polres Pelalawan Amankan Dua Pria Pengedar Sabu dan Ganja di Pangkalan Kerinci
Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar.
Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan.
Masih pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan.
Beberapa bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukinam, air minum, sanitasi, dan pendidikan.
Tersangka Zul AS kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 kota Dumai.
Yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar.
Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zul AS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.
Penyerahan uang setara dengan Rp550juta dalam bentuk Dollar Amerika, Dollar Singapura dan Rupiah pada Yaya Purnomo dkk dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018.
Sedangkan untuk perkara kedua, tersangka Zul AS diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.
Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.
Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Sebelum Bunuh Anak dan Gantung Diri Ternyata Ibu Muda di Pekanbaru Cekcok Sama Suami, Soal Ekonomi?
Baca juga: Modus Berikan Pekerjaan di Perusahaan, Pria di Dumai Menipu dengan Minta Rp1 Juta, Korbannya 7 Orang
Baca juga: Berulang Kali Jadi Tempat Prostitusi dan Mesum, Pemko Pekanbaru Ancam Cabut Izin Penginapan Ini
Oleh karena itu, dalam dua Perkara tersebut, tersangka Zul AS disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ini untuk perkara pertama.
Sementara untuk perkara kedua, Zul AS disangkakan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ditegaskan Ali Fikri, KPK berkomitmen akan tetap melakukan pemberantasan korupsi sekalipun adanya proses Pilkada yang sedang berlangsung saat ini.
"KPK juga tidak bosan mengingatkan para Kepala Daerah agar tetap memegang teguh amanah yang dititipkan oleh masyarakat yang telah memilih kepala daerah melalui Pilkada secara demokratis," tuturnya.
Dibeberkannya, kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, harus menjadi pengingat bagi semua kepala daerah agar menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, memegang prinsip dan nilai-nilai integritas dengan tidak memperkaya diri sendiri atau keluarga atau kelompok tertentu.
"KPK mengingatkan agar kepala daerah untuk mengedepankan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam menjalankan roda pemerintahan demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat," pungkas Ali. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)